Sarwo F. Wibowo
Kantor Bahasa Provinsi Bengkulu

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

FONEM SEGMENTAL DAN DISTRIBUSINYA DALAM BAHASA REJANG DIALEK MUSI Sarwo F. Wibowo
Madah: Jurnal Bahasa dan Sastra Vol. 7 No. 1 (2016): Jurnal Madah
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31503/madah.v7i1.113

Abstract

This paper discuss about segmental phonemes in Rejang Musi Dialect. The interviewees are four native speaker of Rejang Musi dialect in Rejanglebong region. Primary data was collected from the population by using interview techniques with listening method. The collected data transcripted used phonetic alphabet, analized by minimal pair, data grouping, and data cultivation to found alophone. To make vowels map and consonant map was done observation on shape of mouth and tongue position. This research report that 26 segmental phonemes exist in Rejang Musi Dialect. The 26 phonemes is consist of seven vowels, that is /i/, /u/, /e/, /Ɛ/, /Ə/, /o/, and /a/, and 19 consonant, that is p/, /b/, /t/,/d/, /k/, /g/, /ŋ/, /?/, /s/, /h/, /c/, /j/, /l/, /m/, /n/, /ň/, /w/, /r/, and /y/.
SEKUJANG DI AMBANG HILANG: USAHA PELESTARIAN SASTRA LISAN MELALUI FILM DOKUMENTER Sarwo F. Wibowo
JENTERA: Jurnal Kajian Sastra Vol 4, No 1 (2015): Jurnal Jentera
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8772.049 KB) | DOI: 10.26499/jentera.v4i1.383

Abstract

Sekujang merupakan tradisi tahunan yang diadakan oleh masyarakat Serawai di Kabupaten Seluma untuk mendoakan jemo putus (orang yang putus silislahnya, orang yang mati karena kecelakaan, orang yang mati namun tidak ditemukan mayatnya, dan lain-lain). Tradisi ini dulunya dilaksanakan tidak kurang dari tujuh desa di Kabupaten Seluma dan Kepahiang, namun saat ini hanya desa Talang Benuang saja yang melestarikannya. Penelitian ini merupakan usaha dokumentasi Sekujang sebagai sastra lisan yang terancam punah. Data mengenai sejarah, asalusul, tata cara Sekujang, dan pergeseran nilai yang terjadi dalam sekujang diperoleh melalui wawancara dengan teknik simak cakap. Selain itu juga dilakukan observasi dan dokumentasi untuk merekam dan menunjukkan kondisi sebenarnya dalam ritual Sekujang. Hasil penelitian ini berhasil menggali bahwa hilangnya adat Sekujang di beberapa desa utamanya diakibatkan oleh meninggalnya tetuo Sekujang yang membawa pengetahuan tentang tradisi ini mati bersamanya.Beberapa faktor lain seperti adanya tekanan dari pihak yang mengklaim Sekujang sebagai tindakan syirik, tidak adanya dukungan dari pemerintah, keterbatasan dana, dan persaingan dengan kebudayaan modern makin memberi dorongan bagi Sekujang menuju kepunahannya.Mengingat kondisinya yang sangat kritis, maka pelestarian melalui film dokumenter menjadi jalan keluar terbaik yang memberikan manfaat ganda. Pertama, film dokumenter menjadi upaya dokumentasi visual dan kedua film dokumenter menjadi bagian dalam upaya advokasi dan promosi pelestarian tradisi ini.
PEMETAAN VITALITAS BAHASA-BAHASA DAERAH DI BENGKULU: PENTINGNYA TOLOK UKUR DERAJAT KEPUNAHAN BAGI PELINDUNGAN BAHASA DAERAH Sarwo F. Wibowo
Ranah: Jurnal Kajian Bahasa Vol 5, No 2 (2016): Jurnal Ranah
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (487.01 KB) | DOI: 10.26499/rnh.v5i2.149

Abstract

Studies about protection of local languange so far is sporadic. The earlier studies carried out only based on common sense information or researcher interest, not based on scientific fact of languange exticntion degree. It is happen because there is no benchmark which languange is more urgent to revitalize. This paper describes the result of languanges vitality mapping in Bengkulu and its strategic position on the efforts of local languanges protection. The number of languange based on Peta Bahasa Pusat Bahasa. To determine degree of languange extinction, UNESCO formula which include nine indicators (1) intergenerational language transmission, (2) absolute number of speakers, (3) proportion of speakers within the total population, (4) trends in existing languange domains, (5) response to new domain and media, (6) material for languange education and literacy, (7) govermental and institutional languange attitudes and policies, (8) including official status and use, (9) community member attitudes towards their own languange, 10) amount and quality of documentation. Data was collected which some methods, i.e. library research (for indicator 2, 3, 6 and 9), interview (indicator 7 and 8), observation (indikator 5), and survey (indikator 1, 4, 9). Then, data interpreted based on languange endangerment scale , that is safe, at risk, disappearing, moribund, nearly extinct, dan extinct. The interpretation then converted to languange vitality map with some colour graduation. ABSTRAKPenelitian mengenai pelindungan bahasa daerah yang dilakukan selama ini bersifat sporadis. Penelitian tersebut dilakukan berdasarkan informasi (common sense) atau ketertarikan peneliti saja, bukan didasarkan pada fakta ilmiah tentang derajat kepunahan bahasa. Hal ini tentu saja disebabkan oleh karena belum ada tolok ukur yang dapat dijadikan patokan untuk menentukan bahasa mana yang lebih mendesak untuk direvitalisasi. Penelitian ini akan memaparkan hasil pemetaan vitalitas bahasa di Bengkulu dan posisi strategisnya dalam usaha pelindungan bahasa daerah. Jumlah bahasa didasarkan pada Peta Bahasa keluaran Pusat Bahasa. Untuk menentukan derajat kepunahan bahasa digunakan rumusan UNESCO yang mencakup sembilan indikator, yaitu (1) transmisi bahasa antargenerasi, (2) besarnya jumlah penutur, (3) perbandingan penutur dengan jumlah penduduk, (4) kecenderungan dalam ranah pemakaian bahasa, (5) daya tanggap terhadap ranah baru dan media, (6) materi untuk pendidikan bahasa dan keberaksaraan, (7) kebijakan bahasa oleh pemerintah dan institusi, (8) termasuk status resmi dan pemakaiannya, (9) sikap komunitas penutur terhadap bahasa mereka, serta 10) jumlah dan kualitas dokumentasi bahasa. Data dikumpulkan dengan beberapa metode, yaitu studi pustaka (indikator 2, 3, 6, dan 9), wawancara (indikator 7 dan 8), observasi (indikator 5), dan survey (indikator 1, 4, dan 9). Data kemudian diinterpretasikan berdasarkan derajat kepunahan bahasa yaitu Aman (safe), beresiko (at risk), mulai terancam punah (disappearing), parah (moribund), hampir punah (nearly extinct), dan punah (extinct). Hasil penelitian ini kemudian dituangkan ke dalam peta dengan gradasi warna tertentu.
VITALITAS BAHASA ENGGANO DI PULAU ENGGANO Sarwo F. Wibowo
Ranah: Jurnal Kajian Bahasa Vol 3, No 1 (2014): Jurnal Ranah
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7260.623 KB) | DOI: 10.26499/rnh.v3i1.6

Abstract

Tujuan penelitian sosiolinguistik ini adalah untuk melaporkan kondisi terkini penutur dan pilihan bahasa masyarakat Enggano. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan model penelitian lapangan. Populasi penelitian adalah penutur asli bahasa Enggano yang berdomisili di pulau Enggano. Data primer dikumpulkan dari masyarakat melalui teknik observasi, wawancara dan survei. Penelitian ini melaporkan bahwa saat ini keseluruhan jumlah penutur bahasa Enggano dibanding total penduduk adalah 59,19% (1424 dari 2406 jiwa). Penutur bahasa Enggano umumnya adalah dwibahasawan atau multibahasawan. Penutur asli bahasa Enggano cenderung menggunakan bahasa Enggano sebagai media komunikasi intrasuku saja. Penggunaannya secara penuhpun hanya ditemukan pada acara ritual adat saja. Data tersebut mengindikasikan bahwa bahasa Enggano saat ini tergolong sebagai bahasa yang mengalami kemunduran (eroding).