Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Potensi Ekstrak Kulit Petai (Parkia speciosa) Sebagai Sumber Antioksidan Angelina Rianti; Elfa Karin Parassih; Agnes Erlinda Novenia; Alvin Christpoher; Devi Lestari; Warsono El Kiyat
Jurnal Dunia Gizi Vol 1, No 1 (2018): Edisi Juni
Publisher : Study Program of Nutrition, Public Health Faculty, Institut Kesehatan Helvetia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33085/jdg.v1i1.2901

Abstract

Latar Belakang; petai (Parkia speciosa) merupakan tanaman yang umum ditanam dan dikonsumsi di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Bagian utama petai yang biasa dikonsumsi yaitu biji petai, sedangkan bagian kulitnya dibuang, tidak dimanfaatkan, dan menjadi limbah. Tujuan; untuk 1) mengkaji potensi pengolahan dan pemanfaatan limbah kulit petai menjadi sumber antioksidan; 2) menganalisis proses ekstraksi antioksidan pada limbah kulit petai; 3) mengkaji aktivitas antioksidan, total fenol, dan total flavonoid yang diperoleh dari limbah kulit petai; serta 4) menganalisis langkah strategis untuk menjalankan keberlanjutan pangan. Bahan dan Metode; data yang digunakan yaitu data sekunder, yang diperoleh dari studi literatur, yang dianalisis secara deskriptif dengan cara memaparkan dan membandingkan hasil-hasil penelitian eksternal terkait pemanfaatan limbah kulit petai sebagai antioksidan.Hasil; bagian kulit petai memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dari biji dan daun petai, yaitu mencapai 250 mg/g berdasarkan hasil ekstraksi etanol. Proses ekstraksi kulit petai dilakukan dengan metode ekstraksi pelarut dengan berbagai jenis pelarut. Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode FRAP, ABTS, dan DPPH, sedangkan analisis total fenol digunakan metode Folin-Ciocalteu dan analisis total flavonoid menggunakan metode kolorimetri. Ditinjau dari aspek ekonomi, pemanfaatan limbah kulit petai memiliki dampak positif pada kesejahteraan masyarakat, dari aspek sosial, pemanfaatan limbah pangan dapat meningkatkan kesadaran, penerimaan, dan kenyamanan bagi masyarakat, dari aspek lingkungan dan kesehatan, pemanfaatan limbah dapat mengurangi cemaran dan sumber penyakit.Kesimpulan; ekstrak kulit petai memiliki potensi sebagai sumber antioksidan.
FOOD CULTURE ACCULTURATION OF MARTABAK CUISINE ORIGINALLY FROM INDIA TO INDONESIA Angelina Rianti
Studi Budaya Nusantara Vol 2, No 1 (2018)
Publisher : Studi Budaya Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (803.13 KB) | DOI: 10.21776/ub.sbn.2018.002.01.06

Abstract

 AbstractMartabak is a popular street food snack that is easy and widely found in the countries of India, Indonesia, Saudi Arabia, and Malaysia. Martabak was first introduced in India, precisely in the region of Kerala. Martabak is an appetizer, side dish or some kind of snack. Indian traders and people who migrate to other countries bring and introduce martabak and become as a process of acculturation of food culture. Martabak itself introduced from India as a dish of stuffed fried bread with topping like meat and vegetables with main ingredient of eggs. In Indonesia, the culture of martabak food is adjusted and modified to form a new sweet martabak textured like pancake that has a thicker texture than savoury martabak. In Saudi Arabia, martabak is also known as two types which are sweet and savoury and often referred as "mutabbaq", while in Malaysia, sweet type of martabak known as "apam balik". AbstractMartabak adalah jajanan popular yang mudah dan banyak ditemukan di negara India, Indonesia, Arab Saudi, dan Malaysia. Awal mulanya martabak diperkenalkan di negara India, tepatnya di wilayah Kerala. Makanan ini diperkenalkan sebagai hidangan pembuka, hidangan sampingan, atau sejenis kudapan. Para pedagang dan warga India yang bermigrasi ke negara lain membawa dan memperkenalkan hidangan ini dan menjadi sebuah proses akulturasi budaya pangan. Martabak sendiri diperkenalkan dari India sebagai sajian roti goreng yang diberi isian seperti daging dan sayur dan bahan utama telur. Di Indonesia, budaya pangan martabak disesuaikan dan dimodifikasi hingga terbentuknya martabak manis seperti panekuk yang memiliki tekstur lebih tebal dari martabak asin. Di Arab Saudi, martabak juga dikenal dua jenis, yaitu manis dan asin yang sering disebut sebagai “mutabbaq”, sedangkan di Malaysia, martabak berjenis manis dikenal dengan “apam balik”.