Pada skripsi ini penulis membahas tentang prtimbangan hakim dalam menentukan sanksi pidana bagi pecandu narkoba residivis yang ada di kota Malang. Hal ini dilatarbelakangi dengan maraknya kasus pecandu narkoba residivis khususnya yang ada di Kota Malang. Terkait dengan hal ini tujuan penulis yakni untuk mengathui dan mendeskripsikan tentang pertimbangan hakim dalam menangani kasus pecandu narkoba residivis.Dalam rangka mengetahui kendala penegak hukum khusunya hakim terhadap tindak pidana pecandu residivis, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris. Melalui pendekatan penelitian yuridis sosiologis. Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri Malang dengan data primer yang diperoleh dengan wawancara kepada hakim yang menangani kasus tindak pidana pecandu narkoba residivis di Pengadilan Negeri Malang. Sedangkan data sekunder penulis peroleh dari dokumen dan putusan hakim Pengadilan Negeri Malang. Kemudian penulis menggunakan teknik deskriptif kualitatif.Berdasarkan hasil penelitian, terkait dengan dasar pertimbangan hakim dalam menentukan sanksi pidana yakni aspek yuridis dan aspek non yuridis. Aspek yuridis didasarkan pada faktor-faktor terungkap dalam persidangan yang terkandug dalam dakwaan jaksa penuntut umum, keterangan saksi, keterangan terdakwa dan penemuan barang bukti , sedangkan aspek non yuridis didasarkan pada faktor dampak perbuatan terdakwa dan kondisi diri terdakwa. Dalam hal lain penulis menemukan kendala dalam hakim memberikan pertimbangan pada kasus tindak pidana pecandu narkoba residivis yakni kendala yuridis, kendala teknis dan kendala struktur. Kendala yuridis yakni hakim berhak memilih undang-undang mana yang akan dipakai ataupun pasal mana yang akan dipakai secara tegas mengenai hukuman yang dibebankan pada pecandu narkoba residivis apabila bersalah. Sedangkan kendala teknis yakni kendala ini timbul karena lembaga rehabilitasi tidak dapat mengontrol terpidana yang telah menjalani pengobatan atau perawatan (biaya mahal). Kemudian terkait dengan kendala struktur yakni kendala ini muncul karena tidak adanya koordinasi para aparat penegak hukum antara kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga rehabilitasi.