Adi Nugroho Setiarso
Unknown Affiliation

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Analisis Yuridis Terhadap Keadaan Insolvensi Dalam Kepailitan (Studi Normatif Pasal 2 ayat 1 Undang-undang No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) Adi Nugroho Setiarso
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2013
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (335.342 KB)

Abstract

ABSTRAKSIPenulis membahas tentang akibat hukum ketidakjelasan pengaturan mengenaiinsolvensi khususnya bagi debitor yang berbentuk Perseroan Terbatas dimana keadaan suatu perusahaan yang masih solven tetapi dapat dipailitkan oleh pengadilan niaga. Dikarenakan pengaturan untuk memailitkan suatu debitur sangat sederhana hanya dengan minimal dua kreditor dan salah satu utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dari permasalahan ini penulis mencoba menganalisis Keadaan Insolvensi Dalam Kepailitan (Studi Normatif Pasal 2ayat 1 Undang-undang No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) Adapun tujuan penulis mengangkat topik permasalahan ini Untuk mengetahui akibat hukum dengan ketidak jelasan pengaturan mengenai insolvensi khususnya bagi debitur yang berbentuk Perseroan Terbatas. Jenis penelitian yang dilakukan penulis ini adalah  penelitian hukum normatif, karena penulis akan melakukan penelitian dengan menganalisis perundang – undangan dan peraturan – peraturan yang berlaku mengenai hukum kepailitan di Indonesia. Kemudian, dianalisis sesuai dengan undang– undang dan peraturan yang ada dan kemudian ditarik kesimpulanyang berkaitan dengan masalah yang diteliti apakah perusahaan yang masih solven dapat di pailitkan. Sedangkan Pendekatan yang digunakan adalah Pendekatan Perundang-undangan dan Pendekatan Konsep. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis ini ialah bahwa Dalam hal pelaksanaannya, Undang-undang kepailitan seharusnya menentukan pembatasan jumlah minimal utang yang dapat dijadikan dasar untuk mengajukan permohonan pailit baik kepailitan terhadap orang perorangan maupun terhadap perseroan terbatas, serta ketentuan yang menyatakan bahwa subjek hukum khususnya perseroan terbatas dapat dipailitkan apabila jumlah total seluruh utang melebihi asset perseroan terbatas yang berarti bahwa pasiva perseroan melebihi aktiva perseroan terbatas dan berkaitan dengan prinsip commercial exit from finsancial distress, maka perlunya Undang-undang kepailitan menerapkan ketentuan insolvency test sebelum permohonan pailit diperiksa oleh hakim. Hal ini untuk melakukan perlindungan hukum terhadap perusahaan yang sangat solven dan tidak ada masalah dengan kinerja keuangannya dapat dinyatakan pailit karena syarat yang terlalu sederhana yaitu minimal ada dua kreditur dan utangnya sudah jatuh tempo dan dapat ditagih. Dengan kata lain, kepailitan bisa digunakan untuk membangkrutkan perseroan dan bukan sebaliknya sebagai alternatif solusi penyelesaian kebangkrutan perseroan. Inilah kesalahanterbesar dari filosofi kepailitan yang ditanamkan dalam Undang-undang kepailitan di Indonesia. Perlunya Undang-undang kepailitan mengatur mengenai bubarnya perseroan terbatas adalah antara lain karena tidak cukupnya harta perseroan untuk melunasi utang-utang perseroan terbatas yang pailit serta karena perseroan terbatas memasuki fase insolvensi dalam proses kepailitan