Basri Na'ali
IAIN Bukittinggi

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Fatwa MUI Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Interest (Studi Terhadap Pemahaman Pedagang Pasar Aur Kuning Kota Bukittinggi) Luthfi Rafi; Basri Na'ali
Islam Transformatif : Journal of Islamic Studies Vol 2, No 1 (2018): Januari-Juni 2018
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (909.178 KB) | DOI: 10.30983/it.v2i1.644

Abstract

Hampir seratus persen pedagang di Pasar Aur Kuning beragama Islam, dan sebagai umat Islam tentunya mereka akan tunduk dengan aturan Islam, termasuk dalam menggunakan jasa bank dalam bertransaksi. Dalam hal ini pada tahun 2004 Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang keharaman bunga bank (interest). Sebagai pedagang yang muslim mestinya fatwa itu dijadikan pegangan oleh pedagang dalam memilih bank tempat bertransaksi. Tetapi dalam kenyataannya sebagian besar pedagang masih bertransaksi menggunakan bank konvensional yang menganut sistem bunga. Oleh karena itu penelitian ini akan menfokuskan kepada pemahaman pedagang Pasar Aur Kuning tentang sebuah fatwa, dan apa faktor-faktor yang menyebabkan mereka tidak mengikuti fatwa MUI tersebut. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Aur Kuning Bukittinggi, dan untuk pengumpulan data memakai instrumen angket. Selanjutnya dilakukan analisa berdasarkan metode mixing metode. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang Pasar Aur Kuning memahami fatwa sebagai sesuatu produk hukum yang boleh diikuti dan boleh juga tidak diikuti. Secara umum yang menjadi faktor mereka tidak mengikuti fatwa tersebut adalah karena ketidaktahuan, tidak lengkapnya fasilitas bank syariah, dan menganggap sama antara bunga dan bagi hasil. Kata kunci: Fatwa, MUI, interest, pedagang
PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN FATWA NOMOR 68/DSN-MUI/III/2008 TENTANG RAHN TASJILY Witra Yosi; Aidil Alfin; Basri Na'ali
Tamaddun Vol 2, No 2 (2018): Juli-Desember 2018
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (659.526 KB) | DOI: 10.30983/fuaduna.v2i2.2071

Abstract

This article discusses the substance of fiduciary guarantees according to Law Number 42 of 1999 concerning fiduciary guarantees with the substance rahn tasjily according to fatwa Number 68 / DSN-MUI / III / 2008. In addition, it is also to find out the legal comparison between fiduciary guarantees according to Law Number 42 Year 1999 and rahn tasjily according to fatwa Number 68 / DSN-MUI / III / 2008. The method used in this research is descriptive comparative analysis. Namely by comparing the substance of fiduciary guarantees according to Law Number 42 of 1999 with rahn tasjily according to DSN Fatwa Number 68 of 2008 as well as the similarities and differences between the two. The conclusion of this research is that the substance of the fiduciary guarantee according to Law No. 42 of 1999 is an agreement in which the debtor binds his agreement to the creditor for the accounts receivable debt which makes proof of ownership of an object to be used as collateral accompanied by an interest. While the substance of rahn tasjily according to fatwa Number 68 / DSN-MUI / III / 2008, namely the rahin binding agreement to the murtahin by using the qardh agreement (accounts receivable debt) accompanied by a collateral / collateral in which the collateral remains in control (utilization) rahin and proof of ownership submitted to the murtahin and ijarah rates in exchange for the cost of maintaining proof of ownership of the collateral. The legal comparison between fiduciary guarantees according to Law Number 42 of 1999 and rahn tasjily according to fatwa Number 68 / DSN-MUI / III / 2008 has similarities in the status of the collateral, the form of the agreement, subject, termination or deletion of the agreement and the method of execution of the object be a collateral object. While the difference lies in the maintenance of objects that are used as collateral for debt, in terms of binding guarantees, in terms of cancellation or transfer of rights by one party, in terms of the transfer of ownership rights and in terms of the mechanism of practice.
Fatwa MUI Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Interest (Studi Terhadap Pemahaman Pedagang Pasar Aur Kuning Kota Bukittinggi) Luthfi Rafi; Basri Na'ali
Islam Transformatif : Journal of Islamic Studies Vol 2, No 1 (2018): Januari-Juni 2018
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (909.322 KB) | DOI: 10.30983/it.v2i1.644

Abstract

Hampir seratus persen pedagang di Pasar Aur Kuning beragama Islam, dan sebagai umat Islam tentunya mereka akan tunduk dengan aturan Islam, termasuk dalam menggunakan jasa bank dalam bertransaksi. Dalam hal ini pada tahun 2004 Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang keharaman bunga bank (interest). Sebagai pedagang yang muslim mestinya fatwa itu dijadikan pegangan oleh pedagang dalam memilih bank tempat bertransaksi. Tetapi dalam kenyataannya sebagian besar pedagang masih bertransaksi menggunakan bank konvensional yang menganut sistem bunga. Oleh karena itu penelitian ini akan menfokuskan kepada pemahaman pedagang Pasar Aur Kuning tentang sebuah fatwa, dan apa faktor-faktor yang menyebabkan mereka tidak mengikuti fatwa MUI tersebut. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Aur Kuning Bukittinggi, dan untuk pengumpulan data memakai instrumen angket. Selanjutnya dilakukan analisa berdasarkan metode mixing metode. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang Pasar Aur Kuning memahami fatwa sebagai sesuatu produk hukum yang boleh diikuti dan boleh juga tidak diikuti. Secara umum yang menjadi faktor mereka tidak mengikuti fatwa tersebut adalah karena ketidaktahuan, tidak lengkapnya fasilitas bank syariah, dan menganggap sama antara bunga dan bagi hasil. Kata kunci: Fatwa, MUI, interest, pedagang