Faisal Nikmatullah
UIN Sultan Maulana Hasnuddin Banten

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Hukum Ayah Menikahi Anaknya dari Hasil Zina (Studi Komparatif Madzhab Hanafi Dan Syafi’i) Faisal Nikmatullah
Syakhsia Jurnal Hukum Perdata Islam Vol 20 No 2 (2019): Juli-Desember
Publisher : Islamic Civil Law Departement of Shari'a Faculty at Islamic State University of Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/syakhsia.v20i2.2358

Abstract

Abstrak Setiap manusia yang dilahirkan di dunia ini tidak ada yang menginginkan terlahir dari akibat perzinahan, sekalipun setiap anak yang dilahirkan tidak mengandung dosa. Anak yang lahit dari hasil perzinahan itu menimbulkan permasalahan dan konsekuensi hukum di dalam status kemahraman hak memperoleh nafkah dan kewarisan, bahkan pada tingkat boleh dan tidak bolehnya melakukan pernikahan dengan ayah biologisnya dalam kasus ini menjadi masalah yang diperselisihkan. Penulis tertarik menguji persoalan ini dalam sebuah skripsi dengan perumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana hukum ayah menikahi anaknya dari hasil zina menurut mazhab Hanafi? 2. Bagaimana hukum ayah menikahi anaknya dari hasil zina menurut mazhab Syafi’i? 3. Bagiamana perbedaan dan persamaan pendapat menurut mazhab Hanafi dan Syafi’i tentang hukum ayah menikahi anaknya dari hasil zina? Penelitian ini merupakan studi kepustakaan (library research) dengan jenis kualitatif. Seluruh data dikumpulkan dengan cara, membaca dan menganalisis sumber-sumber data baik yang bersifat data a. Primer, b. Sekunder dan c. Tersier dianalisis secara induktif dan komparatif. Kesimpulan penelitian: 1. Menurut mazhab Hanafi, anak yang lahir dari hasil perzinahan memiliki hubungan nasab secara syar’i dengan ibu yang melahirkannya, namun anak tersebut menjadi mahram bagi ayah biologisnya karena secara biologis adalah darah dari dagingnya sendiri. Untuk itu anak yang dilahirkan dari hasil perzinahan menjadi mahramnya (tidak boleh dinikahi) bahkan berkewajiban untuk menafkahinya dan saling mewarisi. 2. Menurut mazhab Syafi’i, anak yang lahir dari hasil perzinahan boleh menikah dengan ayah biologisnya, karena tidak ada nasab dengan ayahnya. Karena tidak terlahir bukan dari pernikahan yang sah, karena timbulnya status kemahramannya terjadi karena sebab pernikahan. 3. Mazhab hanafi mengharamkan menikah dengan anak perempuanya yang berasal dari hasil zina. Sementara mazhab Syafi’i membolehkan menikah dengan anak perempuanya yang berasal dari hasil zina, walaupun sebaian ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa perbuatan tersebut makruh. Persamaan pendapat antara keduanya adalah masalah perwalian. Anak yang dilahirkan dari hasil zina tidak mempunyai hak perwalian dari bapak biologisnya, bapak biologis tidak berhak menjadi wali baginya karena telah terputus nasab syar’i di antara keduanya yang menjadi syarat ditetapkannya hak perwalian. Adapun yang berhak menjadi walinya adalah hakim. Kata Kunci: Hukum Menikahi, Zina, Nasab