ABSTRAKFenomena banjir, genangan dan krisis air akibat perubahan tataguna lahan serta intensitas curah hujan yang tinggi setiap tahun di sebagian besar wilayah Indonesia, terutama di wilayah perkotaan selalu terjadi. Perubahan tataguna lahan dari lahan non terbangun menjadi lahan terbangun di kawasan konservasi air khususnya di Kawasan Bandung Utara mengakibatkan peningkatan koefisien air larian (surface run-off). Berdasarkan alasan diatas, maka dilakukan penelitian Kajian Sistem Hidrologi akibat Perubahan Tataguna Lahan Di Kawasan Bandung Utara dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh perubahan tataguna lahan di Kawasan Bandung Utara terhadap peningkatan jumlah aliran permukaan di DAS Cikapundung, Citeupus, Cibaligo, Cimahi, Cihaur dan Cimeta yang melintasi wilayah administrasi Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat. Hasil penelitian dengan metode analisis spasial menunjukkan bahwa Kawasan Bandung Utara dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun yaitu; tahun 2003 sampai 2014 perubahan lahan resapan menjadi lahan kedap air mencapai 32% (8.618,88 Ha) dari luas tangkapan sebesar 26.934 ha, berdasarkan analisis metode MIKE SHE perubahan tataguna lahan dalam kurun waktu 6 (enam) tahun dari tahun 2006 sampai 2012 sebesar 32% (1.625,9 Ha). Perubahan tata guna lahan ini telah menyebabkan trend peningkatan nilai koeffisien aliran permukaan (C), yaitu dari 0,1341 pada tahun 2003 menjadi 0,1502 pada tahun 2014. Selanjutnya, perhitungan debit banjir puncak dengan metode Hidrograf Satuan Sistensis ITB-1 untuk periode ulang 25 tahun debit banjir Sungai Cimeta 85,42 M3/detik, Sungai Cikapundung 77,06 M3/detik, Sungai Cihaur 41,77 M3/detik, Sungai Citepus 34,50 M3/detik, Sungai Cimahi 29,78 M3/detik dan Sungai Cibaligo 14,05 M3/detik. Perubahan tataguna lahan di Kawasan Bandung Utara telah memicu erosivitas tanah, berdasarkan analisis metode USLE laju erosivitas tanah sebesar 22,96 ton/ha/tahun. Kata kunci : Perubahan tata guna lahan, koeffisien air larian, erosivitas tanah. ABSTRACTThe phenomenon of flooding, inundation and water crises consequent to changes in land use and intensity of heavy rainfall every year in most parts of Indonesia, especially in urban areas always happen. Changes in land use from non awakened land into land awoke in the water conservation area, especially in the area of North Bandung lead to increased water run-off coefficient (surface run-off). Based on the above reasons, the research is conducted Assessment System Hydrology due to changes Land Classification Land In Region North Bandung in order to determine the extent of the effects of changes in land use in the area of North Bandung to the increase of runoff in the watershed Cikapundung, Citeupus, Cibaligo, Cimahi, Cihaur and Cimeta crossing the administrative area of Bandung, Cimahi, Bandung regency and West Bandung regency. Results of the research by the method of spatial analysis shows that North Bandung area within 10 (ten) years ie; 2003 to 2014 changes in catchment land into land watertight reached 32% (8.618,88 ha) of catchment area of 26 934 ha, based on the analysis of MIKE SHE method of land use change within a period of 6 (six) years from 2006 to 2012 by 32 % (1625.9 Ha). Changes in land use have led the trend of increase in the value of the surface flow coefficient (C), from 0.1341 in 2003 to 0.1502 in 2014. Furthermore, the peak flood discharge calculation method Sistensis hydrograph Unit ITB-1 for the period 25 year flood discharge Cimeta River 85.42 M3 sec, Rivers Cikapundung 77.06 M3 / sec, Rivers Tjihaur 41.77 M3 / sec, Rivers Citepus 34.50 M3 / sec, Cimahi River 29.78 M3 / sec and the River Cibaligo 14.05 M3 / sec. Changes in land use in the area of North Bandung has sparked erosivitas land, based on the analysis method USLE soil erosivitas rate of 22.96 tonnes / ha / year. Key words: Changes in land use, water runoff coefficient, erosivitas land.