Penelitian ini berfokus pada kebijakan justice collaborator yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang mengatur tentang pengetatan remisi kepada narapidana. Kebijakan dalam aturan tersebut menimbulkan terjadinya kontradiktif pada konsepsi pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan dalam mengatur sistem pembinaan menjelaskan persamaan perlakuan dan pelayanan kepada narapidana, hal tersebut menjelaskan bahwa tidak boleh adanya diskriminasi yang dilakukan kepada narapidana. Dalam PP 99 Tahun 2012 pada prinsipnya mengatur adanya perbedaan perlakuan dan pelayanan kepada narapidana, hal tersebut sangat bertentang dengan konsepsi pemasyarakatan.Dalam penerapan kebijakan justice collaborator, penulis memperhatikan bagaimana jalannya proses pelaksanaan pelayanan dan pembinaan kepada narapidana dengan diberlakukannya kebijakan tersebut, sikap petugas pemasyarakatan dalam proses pelaksanaan pelayanan dan pembinaan dengan diberlakukan kebijakan tersebut dan konsep ideal dalam penerapan kebijakan justice collaborator. Selain itu, adanya 2 rezim aturan yang berlaku dalam pelayanan pemberian remisi menjadi fokus lain dalam penelitian ini.Berdasarkan hasil penelitian, masih adanya perbedaan pandangan pada aparat penegak hukum yakni kepolisian, kejaksaan, pengadilan dalam kebijakan justice collaborator yang terdapat pada PP 99 Tahun 2012. Selain itu, pelaksanaan justice collaborator yang seharusnya terletak pada ranah pra ajudikasi. Hasil penelitian membuktikan bahwa polisi, jaksa dan hakim tidak mengetahui tentang hubungan antara pelayanan pemberian remisi dengan justice collaborator sehingga bagaimana mungkin mereka bisa mendukung kebijakan tersebut.Dalam penulisan Artikel ini, penulis memberikan saran mengenai diberlakukannya kebijakan justice collaborator bahwa kebijakan tersebut harus direvisi kembali atau dihapuskan. Kebijakan dalam PP 99 Tahun 2012 merupakan kebijakan yang diambil tanpa memperhatikan undang-undang yang berlaku, khususnya UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Selain itu peraturan tersebut banyak menimbulkan permasalahan kepada narapidana khususnya pemasyarakatan. Banyak narapidana yang terdampak dan dirugikan karena peraturan tersebut. Proses pelaksanaan pelayanan dan pembinaan di Lapas perlu ditingkatkan kualitas dan kuantitas dalam pelaksanaanya, karena hal tersebut membantu meminimalisir narapidana mengalami tekanan psikis.