Mark Woodward
Center for the Study of Religion and Conflict Arizona State University

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

THE APOTHEOSIS OF SITI KHOTIJAH: ISLAM AND MUSLIMS IN A BALINESE GALACTIC POLITY Mark Woodward
International Journal of Interreligious and Intercultural Studies Vol 1 No 1 (2018): Interreligious and Intercultural Studies
Publisher : UNHI PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1278.298 KB) | DOI: 10.32795/ijiis.vol1.iss1.2018.27

Abstract

This article seeks to describe the way in which Gusti Ayu Made Rai, an eighteenth-century Balinese princess from Badung became Raden Ayu Siti Khotijah, one Indonesia’s few widely recognized female Muslim saints. In so doing I develop an alternative reading of the dynamics of the history of religion in Bali, countering the common view that it is a static monolithically Hindu tradition. Rather than turning inward as the surrounding areas embraced Islam, Balinese kingdoms sought to include Muslims and elements of Islam in scared narratives and geographies. Two distinct theoretical approaches are used in this analysis: the structural approach to indigenous Southeast Asian states pioneered by Robert Heine-Geldern in the early decades of the twentieth century and the performative approach to ritual studies developed by Victor Turner in the 1970s.
RELIGIOUS PLURALISM IN BALI PREMODERN AND CONTEMPORARY PERSPECTIVES Mark Woodward
Aqlam: Journal of Islam and Plurality Vol 4, No 2 (2019)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (656.326 KB) | DOI: 10.30984/ajip.v4i2.1017

Abstract

AbstractThis paper describes two modes of civic religious pluralism in Bali. The first is adaptive pluralism in which elements of Islam were incorporated into pre-modern Balinese states.  Analysis focuses on the way in which Gusti Ayu Made Rai, an eighteenth-century Balinese princess became Raden Ayu Siti Khotijah, one Indonesia’s few widely recognized female Muslim saints. This leads to an alternative reading of Balinese religious history, countering the view that it is a static monolithically Hindu tradition. Rather than turning inward as the surrounding areas embraced Islam, Balinese kingdoms included Muslims and Islam in scared narratives and geographies.  Today this integrative strategy functions only at the local level. Pilgrimage to her grave by Indonesian Muslims integrates Hindu Bali into Indonesian society defined in terms of the national ideology Pancasila. The establishment of Pancasila as a hegemonic symbology has led to a new form of parallel pluralism in which all religions are subject to state regulation.Keywords: Bali, Hinduism, Islam, Female Saints, Pluralism, State Symbologies AbstrakMakalah ini menggambarkan dua bentuk keragaman beragama masyarakat di Bali. Yang pertama adalah  keragaman adaptif di mana unsur-unsur Islam tergabung dalam kerajaan pra-modern Bali. Analisa berfokus pada saat di mana Gusti Ayu Made Rai, seorang puteri kerajaan Bali abad kedelapan belas menjadi Raden Ayu Siti Khotijah, salah seorang wanita Muslim yang dianggap wali di Indonesia. Hal ini mengarah kepada wacana alternatif tentang sejarah agama orang Bali, yang berlawanan dengan pandangan yang meyakini bahwa Bali merupakan tradisi Hindu yang statis secara monolitis. Alih-alih menutup diri saat wilayah-wilayah di sekitarnya memeluk Islam, kerajaan-kerajaan Bali merangkul kaum Muslim dan ajaran Islam dalam kisah-kisah dan kawasan-kawasan sakral. Saat ini strategi integratif tersebut hanya berfungsi di tingkat lokal. Para peziarah Muslim Indonesia ke makam Sang Puteri menyatukan Bali Hindu ke dalam masyarakat Indonesia mempertegas ideologi nasional Pancasila. Pembentukan Pancasila sebagai sebuah simbologi hegemoni telah mengarah kepada bentuk baru keragaman paralel di mana semua agama tunduk kepada peraturan negara.Kata Kunci: Bali, Hinduisme, Islam, Wali perempuan, Keberagaman, Simbol-simbol Negara.
RELIGIOUS PLURALISM IN BALI PREMODERN AND CONTEMPORARY PERSPECTIVES Mark Woodward
Aqlam: Journal of Islam and Plurality Vol 4, No 2 (2019)
Publisher : IAIN Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30984/ajip.v4i2.1017

Abstract

AbstractThis paper describes two modes of civic religious pluralism in Bali. The first is adaptive pluralism in which elements of Islam were incorporated into pre-modern Balinese states.  Analysis focuses on the way in which Gusti Ayu Made Rai, an eighteenth-century Balinese princess became Raden Ayu Siti Khotijah, one Indonesia’s few widely recognized female Muslim saints. This leads to an alternative reading of Balinese religious history, countering the view that it is a static monolithically Hindu tradition. Rather than turning inward as the surrounding areas embraced Islam, Balinese kingdoms included Muslims and Islam in scared narratives and geographies.  Today this integrative strategy functions only at the local level. Pilgrimage to her grave by Indonesian Muslims integrates Hindu Bali into Indonesian society defined in terms of the national ideology Pancasila. The establishment of Pancasila as a hegemonic symbology has led to a new form of parallel pluralism in which all religions are subject to state regulation.Keywords: Bali, Hinduism, Islam, Female Saints, Pluralism, State Symbologies AbstrakMakalah ini menggambarkan dua bentuk keragaman beragama masyarakat di Bali. Yang pertama adalah  keragaman adaptif di mana unsur-unsur Islam tergabung dalam kerajaan pra-modern Bali. Analisa berfokus pada saat di mana Gusti Ayu Made Rai, seorang puteri kerajaan Bali abad kedelapan belas menjadi Raden Ayu Siti Khotijah, salah seorang wanita Muslim yang dianggap wali di Indonesia. Hal ini mengarah kepada wacana alternatif tentang sejarah agama orang Bali, yang berlawanan dengan pandangan yang meyakini bahwa Bali merupakan tradisi Hindu yang statis secara monolitis. Alih-alih menutup diri saat wilayah-wilayah di sekitarnya memeluk Islam, kerajaan-kerajaan Bali merangkul kaum Muslim dan ajaran Islam dalam kisah-kisah dan kawasan-kawasan sakral. Saat ini strategi integratif tersebut hanya berfungsi di tingkat lokal. Para peziarah Muslim Indonesia ke makam Sang Puteri menyatukan Bali Hindu ke dalam masyarakat Indonesia mempertegas ideologi nasional Pancasila. Pembentukan Pancasila sebagai sebuah simbologi hegemoni telah mengarah kepada bentuk baru keragaman paralel di mana semua agama tunduk kepada peraturan negara.Kata Kunci: Bali, Hinduisme, Islam, Wali perempuan, Keberagaman, Simbol-simbol Negara.