NFN Mukhamdanah
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Pilihan dan Sikap Bahasa Masyarakat di Perbatasan Indonesia dan Timor Leste NFN Mukhamdanah; Retno Handayani
Ranah: Jurnal Kajian Bahasa Vol 9, No 2 (2020): Ranah: Jurnal Kajian Bahasa
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/rnh.v9i2.2923

Abstract

The border community in Malacca Regency, East Nusa Tenggara consists of two groups of people, namely indigenous groups who have lived for a long time and groups of people who choose to join the Unitary State of the Republic of Indonesia. The existence of social contact by people who live in border areas certainly leads to language contact which allows them to choose a language to communicate. The purpose of this study was to determine the tendency of language choices and attitudes of the RI-RDTL border communities, namely what languages are actively used by border communities and how the attitudes of the community's language towards regional languages, Indonesian, foreign languages, and languages of neighboring countries. This research uses quantitative and qualitative research methods. Data analysis on language use was associated with language choice by the community. A language that is actively used indicates that the language is chosen by the speaker. The results show that Indonesian is the language chosen and most actively used in border areas and the language attitude of the border community towards Indonesian is still very positive compared to regional languages, foreign languages, and languages of neighboring countries. AbstrakMasyarakat perbatasan yang berada di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur terdiri atas dua kelompok masyarakat, yaitu kelompok masyarakat asli yang telah lama menetap dan kelompok masyarakat yang memilih bergabung ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adanya kontak sosial oleh masyarakat yang menetap di wilayah perbatasan tentunya menyebabkan terjadinya kontak bahasa yang memungkinkan mereka untuk memilih suatu bahasa dalam berkomunikasi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kecenderungan pilihan dan sikap bahasa masyarakat perbatasan RI-RDTL, yaitu bahasa apa yang aktif digunakan oleh masyarakat perbatasan dan bagaimana sikap bahasa masyarakat terhadap bahasa daerah, bahasa Indonesia, bahasa asing, dan bahasa negara tetangga. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Analisis data pada penggunaan bahasa dikaitkan dengan pilihan bahasa oleh masyarakat. Suatu bahasa yang aktif digunakan menandakan bahwa bahasa itu dipilih oleh penutur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa Indonesia menjadi bahasa yang dipilih dan paling aktif digunakan di wilayah perbatasan dan sikap bahasa masyarakat perbatasan terhadap bahasa Indonesia masih sangat positif dibandingkan dengan bahasa daerah, bahasa asing, dan bahasa negara tetangga.
TUTURAN PENOLAKAN OLEH PENUTUR BAHASA KOMERING DI PULAU GEMANTUNG, OGAN KOMERING ILIR NFN Mukhamdanah; NFN Inayatusshalihah
Widyaparwa Vol 48, No 2 (2020)
Publisher : Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (166.615 KB) | DOI: 10.26499/wdprw.v48i2.542

Abstract

Refusal is the form of speech act that has the most potential threat to the face, both the listeners and speakers. In communication, if the rules that apply to society are not obeyed, it will have an impact. This study explains how the speech acts taken by Komering speakers in Ogan Komering Ilir, South Sumatra when rejecting children's requests. By involving several parents who already have children, the data is collected through questionnaires and open-ended data. The data are classified and analyzed based on the form and pattern of refusal speech realization. Determination of the form and speech realization is done by using the basic technique in the form of a deciding element, namely classifying the elements that determine the form and pattern of speech realization used by respondents in rejecting requests. The form of speech here is related to sentence construction, i.e. declarative, interrogative or imperative, while the realization is related to various forms of refusal speech used by the speakers. As a result, although it has relative power and a higher level of imposition compared to speech partners, the use of hedges to soften the power of refusal continues. Parents tend to use speech acts that employ greetings and apologies also give reasons for rejection and alternatives. Values for respecting speech partners with relative power and lower levels of imposition are still transmitted by people to their children.Tindak tutur penolakan merupakan bentuk tindak tutur yang paling berpotensi mengancam muka, baik petutur maupun penutur. Dalam sebuah komunikasi, jika aturan-aturan yang berlaku pada masyarakat tidak dipatuhi, maka akan menimbulkan dampak. Kajian ini menjelaskan bagaimana bentuk tindak tutur yang dilakukan penutur bahasa Komering di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan ketika menolak permintaan anak. Dengan melibatkan beberapa orang tua yang telah memiliki anak, data dijaring melalui kuesioner dan pertanyaan terbuka. Data diklasifikasikan dan  dianalisis  berdasarkan bentuk dan pola realisasi tuturan penolakan. Penentuan bentuk dan realisasi tuturan menggunakan teknik dasar berupa pilah unsur penentu, yakni mengklasifikasi unsur yang menentukan bentuk dan pola realisasi tuturan yang digunakan responden dalam menolak permintaan. Bentuk tuturan di sini berkaitan dengan konstruksi kalimat, deklaratif, interogatif, atau imperatif, sedangkan realisasi berkaitan dengan berbagai wujud tuturan penolakan yang digunakan oleh penutur. Hasilnya, meskipun mempunyai kekuasaan relatif dan tingkat imposisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mitra tutur, penggunaan pagar (hedge) untuk memperlunak daya penolakan tetap dilakukan. Orang tua cenderung menggunakan bentuk tindak tutur yang menggunakan kata sapaan, permintaan maaf, memberikan alasan penolakan dan alternatif pengganti. Nilai-nilai untuk menghargai mitra tutur dengan kekuasaan relatif dan tingkat imposisi yang lebih rendah tetap ditransmisikan oleh orang tua ke anak-anaknya.