Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

KAJIAN DETEKSI DEGRADASI HUTAN DENGAN DATA MODIS DAN LANDSAT DALAM MEMAHAMI SKENARIO PENERAPAN REDD Widjojo, Suharto; Darmawan, Mulyanto; Poniman, Aris; Maulia, Nita; Sutanto, Ari
MAJALAH ILMIAH GLOBE Vol 13, No 2 (2011)
Publisher : Badan Informasi Geospasial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (297.025 KB) | DOI: 10.24895/MIG.2011.13-2.95

Abstract

Dalam studi ini data multi temporal satelit Landsat resolusi spasial 30 meter periodetahun 2003, 2006 dan 2009 dan data MODIS tahun 2003 dan 2008 digunakan untuk deteksi degradasi hutan wilayah Kalimantan, khususnya Kalimantan Timur. Deteksi level degradasi hutan menggunakan metode deteksi perubahan (change detection) dan analisa fragmentasi (fragmentation analysis). Kategori fragmentasi ditentukan berdasar pengelompokkan hutan dengan klas edge, perforated dan patch, sementara hutan alami dikelompokkan atas dalam hutan core pada buffer 250 sampai 500 acre. Selanjutnya dilakukan analisa faktor dasar (baseline factor) untuk memahami penerapan REDD sebagai respon terjadinya degradasi hutan. Hasil analisa data MODIS 2003-2008 menunjukkan terjadinya kecenderungan perubahan penurunan luas hutan sebesar 23,5% (7.256.931 ha). Dari 23,5% tersebut, sekitar 70,0% (5.089.851,7 ha) berupa perubahan penurunan pada hutan alami dan sekitar30,0% (2.167.079,3 ha) berupa penambahan hutan yang terkategori degradasi. Sebaliknya terjadi pula penambahan pada areal bukan hutan sekitar 30% (2.167.079,3 ha). Sementara analisa dengan data Landsat menunjukkan hasil kebalikan, yaitu selama periode 2003 – 2009 terjadi kenaikan jumlah hutan alami sebesar 3,5% (961.313 ha). Dari jumlah 3,5% tersebut, sebesar 7,8% (1.519.694 ha) berupa penambahan pada luasan hutan alami, dan berupa penurunan hutan terkategori degradasi sebesar 6,8% (558.381 ha) dan penurunan atas area bukan hutan sebesar 3,7% (961.313 ha). Adaptasi REDD pada masyarakat Kalimantan timur tersebar pada kelompok hutan terdegradasi (Patch, Perforated dan Edge). Kata Kunci: Hutan Tropis Basah, MODIS, Landsat, REDD, Hutan TerdegradasiABSTRACTSThis study used multi-temporal satellite Landsat imageries with 30-meter spatialresolution period in 2003, 2006 and 2009 and MODIS data in 2003 and 2008 for detection of forest degradation in Kalimantan region, especially East Kalimantan. Detection of degradation level was done using change detection method and fragmentation analysis. Categories were determined by grouping of forest fragmentation by class of edge, perforated and patches, while natural forests in the forest cores were grouped on the buffer 250 to 500 acres. Further analysis was conducted on baseline factors to understand the application of REDD as a response to forest degradation. Analysis result of MODIS data in 2003-2008 shows a trend of decreased forest area by 23.5% (7,256,931 ha). Of 23.5%, approximately 70.0% (11,793,319 ha) were in the form of changes to a decrease in natural forest and approximately 30.0% (4,536,388 ha) of forests are categorized addition of degradation. In contrast, there were also addition to non-forest area of about 30% (7,252,525 ha). Meanwhile, Landsat data analysis shows the opposite result. For example, during the period 2003 – 2009 there was an increase of 3.5% (961,313 ha) of natural forests. Out of the total 3.5% of these, 7.8% (1,519,694 ha) were in the form of addition to the natural forest area, and a decrease in forest degradation as many as 6.8% (558,381 ha) and a decrease of nonforest area of 3.7% (961,313 ha). Adaptation of REDD in East Kalimantan communities scattered in groups of degraded forests (Patch, Perforated and Edge).Keywords: Tropical Rain Forest, MODIS, Landsat, REDD, Degraded Forest
Faktor-Faktor Keterbengkalaian Benteng Toboali Sebagai Bangunan Bersejarah Sutanto, Ari
JURNAL PEMBANGUNAN WILAYAH & KOTA Vol 10, No 1 (2014): JPWK Vol 10 No 1 March 2014
Publisher : Magister Pembangunan Wilayah dan Kota,Undip

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1642.061 KB) | DOI: 10.14710/pwk.v10i1.7636

Abstract

Buildings and areas that have historical significance should essentially be seen as an object of cultural heritage that needs to be protected and preserved. Cultural significance in Fort Toboali also affects its condition now abandoned so this research aim to determine the factors that influence the abandonment of Toboali Fort as a historical building by cultural significance. This research uses quantitative deductive rationalistic through questionnaires distributed to respondents consisting of government and the people living around Toboali Fort to find the cultural significance of Fort Toboali and performed statistical analysis using factor analysis with SPSS 17 so that the newly discovered factors that influence the abandonment of Toboali Fort as historical building. Based on factor analysis , found 4 factors that influence the neglligence of Toboali Fort as a historical building that is 1) function, 2) aesthetic, 3) preservation supporting and 4) historical factor, the main factor is the factor function that gives the biggest influence (34,99%). Reseach finding of this study supports the theory that is used, namely the neglect of cultural significance lead to the abandonment of a historical building, but the abandonment of Toboali Fort more affected by the neglect of scientific, social, economic value and adapted reuse that  refer to Function Factor of Toboali Fort.
PENDEKATAN OTOMATISASI EVALUASI KUALITAS KELENGKAPAN PADA INFORMASI GEOSPASIAL Sutanto, Ari; Aditya, Trias
Jurnal Geosaintek Vol. 7 No. 1 (2021)
Publisher : Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Program percepatan penyediaan informasi geospasial skala besar harus diimbangi dengan percepatan proses evaluasi kualitas. Evaluasi kualitas kelengkapan informasi geospasial skala besar masih dilakukan secara visual. Evaluasi dilakukan dengan pencocokan terhadap sumber data berupa data mozaik orthophoto. Evaluasi secara visual membutuhkan waktu yang cukup lama dan tidak akan mampu mengimbangi kegiatan percepatan penyediaan informasi geospasial skala besar. Penelitian ini bertujuan untuk mencari pendekatan evaluasi kualitas kelengkapan data spasial yang terstandar dan berjalan secara otomatis. Evaluasi dilakukan terhadap layer bangunan berbentuk poligon yang merupakan salah satu produk informasi geospasial dasar skala besar. Kelengkapan data diukur dari jumlah kelebihan data (commission) dan kekurangan data (omission). Pendekatan evaluasi kualitas dilakukan dengan pembangunan tools deteksi kelengkapan (omission) dan commission). Tools deteksi menggunakan metode pencocokan pada level unsur dengan membandingkan seluruh data uji terhadap referensi. Ada 4 skenario yang digunakan dalam menguji kemampuan tools evaluasi berdasarkan bentuk data pembanding dan matching option. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pembanding poligon memperoleh true commission dan true omission yang lebih baik dibanding menggunakan pembanding point (radius 2,5 meter) pada opsi pencocokan “intersect” dan “Have Their Center In”. Pendekatan evaluasi kelengkapan secara otomatis masih memiliki kesalahan deteksi omission dan commission. Untuk mendukung percepatan pengadaan informasi geospasial skala besar, diusulkan prosedur evaluasi kualitas semi otomatis yang menggabungkan deteksi otomatis dan validasi visual untuk memperoleh hasil evaluasi kualitas kelengkapan yang lebih baik.