Afandi
STIT AL Ibrohimy Bangkalan

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

MEMBUMIKAN NILAI NILAI AKHLAQ DALAM KITAB AL-FIYAH IBNU MALIK DI PONDOK PESANTREN ROUDHLATUL MUTAALLIMIN AL AZIZIYAH II SEBANEH BANCARAN BANGKALAN Afandi; Moh. Lutfi
Attaqwa: Jurnal Ilmu Pendidikan Islam Vol. 17 No. 02 (2021): September
Publisher : Prodi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Daruttaqwa Gresik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54069/attaqwa.v17i02.157

Abstract

The word moral comes from Arabic which has become an uptake language. It is the plural form of Khuluqun which means "temperament, character, custom, and so on. While the notion of morals according to the term is the will of the human soul that gives rise to an action easily because of habit without requiring consideration of the mind first. Ibn Malik's book of alfiyah is an Arabic grammar, syntext, and morphology compiled by the famous scholars' Sheikh Jamaluddin muhammad Bin Abdullah Bin Malik Al Andalusi. This research has a focus on discussing the value of akhlaq value contained in the book of alfiyah ibn malik. This study was conducted at Pondok Pesantren Roudhlatul Muta'allimin Al Aziziyah II Sebaneh, Bancaran, Bangkalan using descriptive qualitative research, data sources produced through unstructured interviews, participant observations and documentation. The informant was the caretaker and Manager of Pondok Pesantren Roudhlatul Mutaallimin al-Aziziyah II Sebaneh Bancaran Bangkalan. The results of the study show that: contained in the book of Alfiyah Ibn Malik not only qoidhah gramatic Arabic but the beauty of language and beauty of stacking can absorb some knowledge by understanding the lafad lafad baitnya and by living the meaning of the express will arise the meaning of the meaning implied in it.
DINAMIKA DAN PERUBAHAN SOSIO-RELEGIO KULTURAL PONDOK PESANTREN SALAFIYAH DAN SALAFI Afandi; Moh Amiril Mukminin; Ishaq Syahid
AL - IBRAH Vol 6 No 1 (2021)
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al - Ibrohimy Bangkalan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61815/alibrah.v6i1.124

Abstract

Eksistensi pesantren memang telah tumbuh jauh sebelum kemerdekaan Indonesia.Pertumbuhan dan perkembangan pesantren sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan Agama Islam di Indonesia.Perjalanan pesantren sebagai lembaga pendidikan sangat menakjubkan.Pada era berdirinya kerajaan Islam, pesantren memperoleh tempat utama sebagai tempat masyarakat belajar berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi serta ilmu agama Islam.Selanjutnya di jaman penjajahan, Belanda memperkenalkan sistem pendidikan barat yang dinamakan sekolah. Sekolah ini yang kemudian dipandang masyarakat sebagai sarana untuk menuju masyarakat modern, sedangkan pesantren dianggap mempertahankan tradisi kolot. Kondisi ini sengaja diciptakan untuk menggerus pengaruh pesantren, karena pesantren oleh penjajah dianggap sebagai basis para pejuang kemerdekaan. Sedangkan pondok pesantren secara terminologi adalah lembaga pendidikan agama Islam, umumnya kegiatan tersebut diberikan dengan cara non klasikal (bandongan dan sorogan) dimana seorang kyai mengajar para santrinya berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh para ulama besar sejak abad pertengahan, sedangkan para santri biasanya tinggal di asrama tersebut. Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam pertama di Indonesia. Menurut Agus Sunyoto, Menjelang akhir Majapahit, pesantren-pesantren yang menggantikan asrama dan dukuh Syiwa-buddha telah tumbuh berkembang menjadi lembaga pendidikan tempat siswa menuntut ilmu. Menurut Abdurrahman Wahid pesantren adalah lembaga yang diambil dari sistem mandala, lembaga pendidikan pra Islam di jaman Majapahit. Pondok pesantren Salafiyah (PPS) oleh para Sosiolog sering disebut dengan pondok pesantren “tradisional”, artinya pondok pesantren yang selalu melestarikan tradisi masa lalu, sebagai istilah yang lebih menunjukkan pada makna yang lebih umum dan mungkin juga lebih dominannya warna lokal dari pada Timur Tengah. Sedangkan gerakan pondok pesantren Salafi tidak lepas dari istilah gerakan Wahabi. Nama gerakan Wahabi adalah sebuah kelompok yang di-nisbah-kan kepada Muhammad ibn Abdul Wahāb. Asimilasi sosio-kultural yang dilakukan adalah membumikan Islam sesuai budaya setempat, mengislamkan anasir Hindu, memanfaatkan ajaran Kapitayan.Mendirikan lembaga pendidikan seperti asrama syiwa-budha yang nanti disebut pesantren, mengubah ajaran Bhairawa-Tantra dan mengubah kebiasaan dan tradisi keagamaan.
MEMBUMIKAN NILAI NILAI AKHLAQ DALAM KITAB AL-FIYAH IBNU MALIK DI PONDOK PESANTREN ROUDHLATUL MUTAALLIMIN AL AZIZIYAH II SEBANEH BANCARAN BANGKALAN Afandi; Moh. Lutfi
Attaqwa: Jurnal Ilmu Pendidikan Islam Vol. 17 No. 02 (2021): September
Publisher : Prodi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Daruttaqwa Gresik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54069/attaqwa.v17i02.157

Abstract

The word moral comes from Arabic which has become an uptake language. It is the plural form of Khuluqun which means "temperament, character, custom, and so on. While the notion of morals according to the term is the will of the human soul that gives rise to an action easily because of habit without requiring consideration of the mind first. Ibn Malik's book of alfiyah is an Arabic grammar, syntext, and morphology compiled by the famous scholars' Sheikh Jamaluddin muhammad Bin Abdullah Bin Malik Al Andalusi. This research has a focus on discussing the value of akhlaq value contained in the book of alfiyah ibn malik. This study was conducted at Pondok Pesantren Roudhlatul Muta'allimin Al Aziziyah II Sebaneh, Bancaran, Bangkalan using descriptive qualitative research, data sources produced through unstructured interviews, participant observations and documentation. The informant was the caretaker and Manager of Pondok Pesantren Roudhlatul Mutaallimin al-Aziziyah II Sebaneh Bancaran Bangkalan. The results of the study show that: contained in the book of Alfiyah Ibn Malik not only qoidhah gramatic Arabic but the beauty of language and beauty of stacking can absorb some knowledge by understanding the lafad lafad baitnya and by living the meaning of the express will arise the meaning of the meaning implied in it.