Pulau Weh merupakan salah satu pulau terluar yang menjadi wilayah yang sangat penting di Indonesia sebagai pusat kawasan maritim, dipengaruhi oleh kondisi dipole mode di Samudera Hindia dan beberapa lautan seperti Laut Andaman dan Selat Malaka. Pada waktu tertentu terjadi anomali suhu yang berubah drastis yang menyebabkan tingginya level kematian karang yang diawali dengan kejadian bleaching. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi kematian karang disebabkan oleh anomali suhu yang dibangkitkan oleh Indian Ocean Dipole (IOD) dan faktor antropogenik. Suhu permukaan laut regional dianalisis secara spasial dan statistik dalam bentuk data deret waktu. Metode Line Intercept Transect (LIT) untuk menilai tutupan dan kondisi karang dalam bentuk persen tutupan, indeks mortalitas, dan juga dokumentasi pemutihan karang, yang dilakukan di tiga (3) stasiun observasi (Keunekai, Ie Meulee, dan Batee Glah). Selama 5 tahun, tren suhu meningkat sebesar ±3 0C karena kondisi dipole mode sepanjang tahun. Pada Tahun 2016, dipole mode menunjukkan nilai negatif yang menyebabkan suhu hangat melalui Laut Andaman dan berdampak pada perairan Pulau Weh. ENSO memiliki peran dalam mendukung sebaran suhu yang lebih tinggi di pesisir barat Sumatera. Persen tutupan karang pada tiga (3) stasiun observasi mencapai 9,1 %, 34,4 %, dan 14,7 % yang dikategorikan buruk hingga sedang. Berdasarkan perhitungan indeks mortalitas, dikategorikan tinggi hingga sangat tinggi. Dampak paling berbahaya adalah kejadian bleaching yang sangat mengkhawatirkan di perairan Keunekai dan Batee Glah, mengindikasikan bahwa karang telah terancam oleh degradasi suhu.