Bali sejak dahulu terkenal dengan budayanya, dan khasanah budaya itu telah menjadikan Bali sebagai pulau yang sangat indah di dunia. Beberapa julukan telah disandang Bali, menjadikan Bali sebagai sorga yang terakhir. Akar budaya Bali adalah bahasa, sastra dan aksara Bali, yang merupakan satu kesatuan dalam tradisi orang Bali dalam kiprah kebudayaannya. Hal ini menunjukkan betapa bahasa Bali memiliki peranan yang sangat besar dalam mendukung taksu budaya Bali, yang pada akhirnya membawa Bali menjadi terkenal ke manca negara. Namun dibalik itu, kebudayaan Bali yang dalam hal ini bahasa Bali tidak mungkin terhindar dari pengaruh modernisasi ataupun globalisasi. Selain itu tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan penduduk Bali yang berbahasa Bali secara prosentase semakin menurun, terdesak oleh penduduk pendatang yang sebagian besar beragama Islam, dan agama lainnya. Kondisi ini tentu kurang menguntungkan karena antara jumlah penduduk yang beragama Hindu berkorelasi positif terhadap penggunaan bahasa Bali. Sedangkan kedatangan penduduk yang beragama islam dan agama lainnya, berkorelasi negatif terhadap penggunaan bahasa Bali. Hal ini disebabkan, karena para pendatang dari luar Bali pada umumnya sangat konsern mempertahankan bahasa daerah asalnya terutama dalam berkomunikasi dengan sesama pendatang. Tetapi untuk berkomunikasi dengan penduduk lokal (Bali) mereka menggunakan bahasa Indonesia yang dicampur dengan bahasa daerah asalnya. Sadar akan keberadaan bahasa Bali yang semakin tenggelam tergerus arus globalisasi, Pemerintah Provinsi Bali menerbitkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018, tentang bahasa, aksara dan sastra Bali serta penyelenggaraan bulan bahasa Bali. Hasil yang diharapkan dari pernerbitan Peraturan Gubernur ini, saaat ini memang belum menampakkan hasil, namun sitidak-tidaknya dapat menjadi tonggak bangkitnya kesadaran masyarakat Bali untuk mencintai dan bangga berbahasa Bali, karena bahasa Bali merupakan bahasa ibu dan roh dari kebudayaan Bali.