Ana Suheri
Unknown Affiliation

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PENYELESAIAN SENGKETA HARTA GONO-GINI DILIHAT DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BERDASARKAN KOMPILASI HUKUM ISLAM Ana Suheri
MORALITY: Jurnal Ilmu Hukum Vol 2 No 2 (2015): Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas PGRI Palangkaraya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (226.326 KB)

Abstract

Pada prakteknya biasanya sebelum terjadi gugatan perceraian atau masih dalam pertengkaran rumah tangga, salah satu pihak atau masing-masing pihak sudah menjual harta tersebut tanpa sepengetahuan dari suami atau isteri. Dari sinilah biasanya terjadi sengketa harta bersama setelah terjadinya perceraian dikarenakan salah satu pihak tidak puas dengan pembagian tersebut atau dikarenakan salah satu pihak merasa dialah yang paling banyak mengumpulkan harta bersama tersebut. Salah satu pihak dalam gugatan perceraian bisa meminta kepada Pengadilan Agama untuk meletakkan sita jaminan terhadap harta bersama tersebut demi keamanan dari pada harta bersama tersebut. Dalam masa sita jaminan terhadap harta bersama tersebut juga bisa dilakukan penjualan-penjualan terhadap terhadap harta bersama tersebut tetapi atas persetujuan dari pengadilan agama. Kemudian dasar hukum dari salah satu pihak untuk dapat menjual harta bersama tersebut atas persetujuan Pengadialan Agama terdapat dalam Pasal 95 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi, “Selama masa sita dapat dilakukan penjualan atas harta bersama untuk kepentingan keluarga dengan izin pengadilan agama”. Dalam prakteknya di Pengadilan Agama dalam kasus gugatan perceraian yang menimbukan harta bersama dijual oleh salah satu pihak (suami atau isteri), hakim membagi dua harta bersama tersebut berdasarkan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi, “Janda atau duda cerai hidup, masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perkawinan”. Tetapi apabila harta bersama tersebut dijual oleh salah satu pihak sebelum terjadinya putusan pengadilan agama maka, hakim memutuskan untuk memperhitungkan harta bersama yang dijual ditambah dengan harta bersama yang masih tersisa kemudian dibagi dua. Maksud disini dengan mempertimbangkan dibagi dua harta bersama tersebut adalah harta bersama yang dijual suami maupun isteri yang belum putusan pengadilan dipertimbangkan siapa yang menjual harta tersebut bagian hartanya akan dipotong sesuai dengan harga jual dari harta bersama yang berlum terjual atau masih dalam tahap sengketa.
WUJUD KEADILAN DALAM MASYARAKAT DI TINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM NASIONAL Ana Suheri
MORALITY: Jurnal Ilmu Hukum Vol 4 No 1 (2018): Jurnal Ilmu Hukum Morality
Publisher : Fakultas Hukum Universitas PGRI Palangkaraya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (177.739 KB)

Abstract

Sebagaimana diketahui bahwa keadilan dan ketidakadilan tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai orang yang “main hakim sendiri”, sebenarnya perbuatan itu sama halnya dengan perbuatan mencapai keadilan yang akibatnya terjadi ketidakadilan, khususnya orang yang dihakimi itu. Keadilan sosial menyangkut kepentingan masyarakat dengan sendirinya individu yang berkeadilan sosial harus menyisihkan kebebasan individunya untuk kepentingan Individu yang lainnya
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANAH ADAT KALIMANTAN TENGAH DALAM KERANGKA NEGARA HUKUM Ana Suheri
MORALITY: Jurnal Ilmu Hukum Vol 4 No 2 (2018): Morality : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas PGRI Palangkaraya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.425 KB)

Abstract

Hukum adat adalah salah satu bagian dari hukum adat di Indonesia yang berlaku dikalangan suku-suku adat yang tinggal di seluruh kepulauan Indonesia. Hukum adat tersebut adalah Hukum yang hidup (the living law) atau sebagaimana yang diungkapkan oleh Lon Fuller (1902-1978) hukum itu tidak ditemukan sebagai sesuatu yang tersurat dalam aturan yang tersurat tetapi sesuatu yang inheren (melekat, berhubungan erat) dengan perilaku manusia. Karena itu hukum harus dilihat sebagai suatu dimensi dalam kehidupan manusia (Fuller, 1969;9).
HUKUM ADAT SEBAGAI PRANATA HUKUM PENANGKAL ARUS GLOBALISASI Ana Suheri
MORALITY: Jurnal Ilmu Hukum Vol 3 No 2 (2017): Jurnal Ilmu Hukum Morality
Publisher : Fakultas Hukum Universitas PGRI Palangkaraya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (321.995 KB)

Abstract

Abstract : Globalization is an age in which the increasingly border territorial, economic, political, cultural and other boundaries between a national entity in the international world. Globalization is usually followed by a modernization, modernization as a social movement is actually revolutionary, from which tradition originally became modern. In addition, modernization also has a complex, systematic nature, a global movement that will affect all human beings, through a gradual process toward hemogenisation and progressive nature. The negative impacts of globalization, and of course also modernization, will be even more obvious if we do more specific observations of the village community. However, as the economy began to improve, supported by the increase of infrastructure, the existing cultural values began to fade and adherence to the customary law began to fade, but this has not been accompanied by awareness and dherence to the high state law. It certainly becomes a negativistic transition, where the peculiarities of indigenous peoples begin to be eroded by globalization and modernity. Keywords : The Characteristics of Indigenous Law In the Flow of Globalization