Subejo Subejo
Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Persepsi Pembudidaya Udang dalam Pengembangan Usaha Tambak Berkelanjutan di Pantai Selatan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah Perbawa Agung Iman Tohari; Suadi Suadi; Subejo Subejo
Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada Vol 22, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (538.622 KB) | DOI: 10.22146/jfs.36520

Abstract

Perkembangan teknologi budidaya dan permintaan pasar udang yang meningkat terus mendorong ekspansi budidaya udang termasuk di lahan berpasir atau lahah marjinal di Pantai Selatan Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tenggah (Jateng). Budidaya udang ini di satu sisi memberikan kontribusi positif bagi perekonomian masyarakat pesisir dan negara, di sisi lain menghasilkan eksternalitas negatif terhadap lingkungan karena pengelolaan yang kurang bertanggungjawab. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pembudidaya udang tentang pola budidaya udang yang berkelanjutan dan sikap serta tindakan mereka dalam pengelolaan usaha budidaya udang secara berkelanjutan di DIY dan Jateng. Penelitian dilakukan di lokasi terpilih, yaitu: (1) Pantai Pandansimo, Desa Poncosari, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul; (2) Pantai Pasir Kadilangu, Desa Jangkaran, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo; dan (3) Pantai Keburuhan, Desa Keburuhan, Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, dengan total responden 80 pembudidaya udang. Persepsi diukur dengan Skala Likert yang meliputi empat dimensi budidaya udang berkelanjutan, yang meliputi 5 (lima) aspek: teknis (7 sub-indikator), ekonomi (9 sub-indikator), lingkungan (7 sub-indikator), dan sosial (6 sub-indikator) serta kelembagaan (5 sub-indikator). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek ekonomi secara akumulatif memiliki nilai tertinggi (0,73), sebaliknya aspek kelembagaan dan lingkungan dengan nilai terendah, yaitu masing-masing 0,64 dan 0,67. Hasil ini menunjukkan bahwa perhatian utama usaha ini masih pada aspek ekonomi, sedangkan aspek lingkungan dan kelembagaan masih belum menjadi prioritas.  Karena itu, pemahaman terhadap praktek budidaya udang berkelanjutan masih perlu ditingkatkan.
Strategi Pemberdayaan Ekonomi Petani Garam Melalui Pendayagunaan Aset Tanah Pegaraman Ihsannudin Ihsannudin; Sukmo Pinujib; Subejo Subejo; Bertus Sumada Bangko
Economics Development Analysis Journal Vol 5 No 4 (2016): Economics Development Analysis Journal
Publisher : Economics Development Department, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/edaj.v5i4.22177

Abstract

Madura bernilai strategis dalam produksi garam nasional, namun kenyataannya kondisi petani garam masih hidup di bawah garis kemiskinan. Penelitian bertujuan merumuskan strategi pemberdayaan petani garam melalui pendayagunaan aset pertanahan dengan pendekatan subsistem budaya-kelembagaan dan subsistem ekonomi. Guna mencapai hal tersebut, perlu diketahui kondisi subsistem budaya-kelembagaan dan subsistem ekonomi petani garam. Selain itu, dikaji faktor-faktor penyebab ketidakberdayaan petani. Hasil analisis menunjukkan subsistem budaya menunjukkan bahwa usaha pegaraman adalah bagian budaya masyarakat yang mengakar dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Madura. Sementara dari subsistem kelembagaan menunjukkan petani garam dikelompokkan menjadi petani pemilik tanah dan petani penggarap (mantong). Pendekatan subsistem ekonomi menunjukkan bahwa produksi garam sangat tergantung iklim dan cuaca dan masih menggunakan teknologi tradisional. Strategi pemberdayaan bagi petani pemilik tanah adalah dengan mengupayakan sertifikasi tanah untuk mendukung akses permodalan. Sementara untuk mantong diarahkan memperoleh redistribusi tanah oyek landreform yang kemudian disertifikasi. Tanah tanah yang telah disertifikasi tersebut nantinya dapat dilakukan konsolidasi tanah yang berperan pada peningkatan kuantitas dan kualitas produksi garam serta mereduksi biaya transportasi. Tanah yang telah tersertifikasi juga dapat digunakan untuk agunan guna mengakses modal. Madura has an important role in the national salt production. unfortunately, most of salt farmers in Madura are living under the poverty line. This paper discuss about the strategies to empower salt farmers through improving the access of lands, proposing culture-institutional and economic subsytem approch. This strategy can be formulated by investigate the condition of the cultural- institutional and economic subsystem of salt farmers. In addition, also discussed the factors that cause the incapacities of the farmers to improve their welfare. The result based on cultural subsystem show that salt production is part of the Madura culture that deeply entrenched. Then, based on institutional subsystem show salt farmers can be divided into two type: the farmers that own their lands and peasant farmers (mantong). Meanwhile, based on economic sub system describe the existing salt production system is traditionally managed, highly dependent on the weather and climate condition. An empowerment strategy for the landowners is to get land registration to access the capital. While empowering for mantong directed to acquire redistribution on land reform object. Salt land that has been certified can be consolidated which contribute to increasing the quantity and quality of salt production and reduce transportation costs. Then salt that has been certified can be be used for collateral in order to access capital.
PESANTREN DAN PROGRAM DERADIKALISASI AGAMA Arkanudin Budiyanto; Subejo Subejo; Samsul Maarif
Al-A'raf : Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat Vol. 16 No. 1 (2019)
Publisher : UIN Raden Mas Said Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22515/ajpif.v16i1.1692

Abstract

This study tries to describe responses of the pesantren community on the deradicalization program carried out by the Indonesian government in the Sukoharjo Regency, Central Java along with various factors that influence to those responses. Through the qualitative approach, the results of studies show that pesantren have a strategic role in supporting the success of deradicalization program. Pesantren, which have been united with the community, are trusted and believed by the community as an institution capable of making changes to the outlook as well as the religious model of the community. However, the involvement of pesantren needs to pay attention based on the cultural factors that exist in the pesantren environment. This cultural frame will then be able to support the appropriate deradicalization communication patterns, and the right acceptance of the government in running the deradicalization program.