Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

BIOEKOLOGI GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) PADA KONFLIK GAJAH-MANUSIA DI PROVINSI ACEH Kaniwa Berliani; Hadi S. Alikodra; Burhanuddin Masy'ud; Mirza Dikari Kusrini
Prosiding Seminar Nasional Biotik Vol 5, No 1 (2017): PROSIDING SEMINAR NASIONAL BIOTIK V 2017
Publisher : Prosiding Seminar Nasional Biotik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (137.705 KB) | DOI: 10.3126/pbio.v5i1.2118

Abstract

Inventarisasi Konflik manusia-gajah yang terjadi umumnya disebabkan karena kerusakan tanaman pertanian/perkebunan petani. Kerusakan pada tanaman mengakibatkan kerugian sosial ekonomi masyarakat dengan nilai kerusakan terlihat bervariasi di setiap daerah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bioekologi gajah sumatera pada saat masuk ke areal pertanian atau perkebunan sehingga memudahkan upaya dan peran serta masyarakat dalam menanggulangi konflik manusia-gajah di Provinsi Aceh. Penelitian ini dilakukan pada lima kecamatan yang sering terjadi konflik manusia-gajah kecamatan di Provinsi Aceh. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan sering terjadinya konflik manusia-gajah di lokasi tersebut yaitu; Kecamatan Cot Girek, Kecamatan Mane, Kecamatan Meureudu, Kecamatan Sampoiniet dan Kecamatan Pante Ceureumen. Penelitian menggunakan cara wawancara dan pengisian kuesioner. Data diperoleh dari masyarakat sebagai subjek utama penelitian, yakni masyarakat yang secara langsung mengalami konflik atau terkena dampak gangguan gajah karena lahan dan tanaman budidayanya dilewati, dimakan dan/atau dirusak gajah, juga kepada tokoh-tokoh adat dan aparat pemerintah daerah di lima wilayah kecamatan konflik. Data yang dikumpulkan meliputi; waktu, jenis kelamin, kelompok sosial, dan jumlah gajah yang datang merusak pemukiman dan tanaman budi daya masyarakat di daerah konflik manusia-gajah. Hasil penelitian di lima kecamatan konflik manusia-gajah diketahui bahwa; gajah yang masuk ke lahan pertanian/perkebunan sering terjadi pada waktu malam hari, berjenis kelamin jantan dan betina, kelompok sosial gajah yang datang beragam komposisi (gajah jantan sendiri (soliter), induk dengan anaknya dan jantan, induk dan anaknya), dengan jumlah individu yang berbeda (1 ekor, 2-10 ekor, 11-20 ekor dan 20 ekor lebih) bersama-sama merusak atau memakan tanaman budidaya.
UPAYA DAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI KONFLIK MANUSIA-GAJAH (Elephas maximus sumatranus) DI PROVINSI ACEH Kaniwa Berliani; Hadi S. Alikodra; Burhanuddin Masy'ud; Mirza Dikari Kusrini
Prosiding Seminar Nasional Biotik Vol 4, No 1 (2016): PROSIDING SEMINAR NASIONAL BIOTIK IV 2016
Publisher : Prosiding Seminar Nasional Biotik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (212.871 KB) | DOI: 10.3126/pbio.v4i1.2531

Abstract

Konflik manusia-gajah terjadi karena gajah keluar dari kawasan hutan sebagai habitat utamanya lalu melakukan pergerakan masuk ke areal pertanian, perkebunan dan pemukiman masyarakat yang menimbulkan kerusakan yang berdampak kerugian sosial ekonomi. Untuk mengurangi dampak kerusakan tersebut masyarakat telah melakukan berbagai upaya mitigasi yang berbeda pada setiap daerah. Penelitian tentang upaya dan peran serta masyarakat dalam menanggulangi konflik manusia-gajah di provinsi Aceh telah dilakukan dari bulan Agustus 2013 sampai April 2014. Lokasi ditentukan secara purposive sampling dengan memperhatikan daerah yang terkena dampak konflik manusia-gajah, yaitu di Cot Girek-Aceh Utara, Mane-Pidie, Meureudu-Pidie Jaya, Sampoiniet-Aceh Jaya dan Pantai Ceureumen-Aceh Barat. Pengumpulan data dari 150 responden melihat upaya mitigasi konflik manusia-gajah yang dilakukan masyarakat dan peran serta masyarakat dalam menanggulangi konflik manusia-gajah. Upaya mitigasi yang paling banyak dilakukan masyarakat yaitu menghidupkan petasan atau meriam atau obor pada tiga kecamatan yaitu Kecamatan Sampoinet (80%), Cot Girek (53.33%), Mane (53.33%) dan Meureudu (26.67%). Sedangkan di Pante Ceureumen banyak yang membuat pagar berduri (63.33%) untuk melindungi tanaman komoditi dari kerusakan yang dilakukan gajah. Pembuatan parit dilakukan di Cot Girek (3.33%) dan Pante Ceureumen (3.33%). Upaya menghadapi gajah dengan supranatural juga dilakukan oleh masyarakat Meureudu (20%), Pante Ceureumen (13.33%) dan Mane (3.33%). Peran serta masyarakat yang paling aktif dalam pengusiran gajah yaitu masyarakat di Kecamatan Cotgirek (63.33%), Sampoinet (56.67%) dan Mane (53.33%). Pemilihan intervensi dalam upaya mitigasi konflik seharusnya tidak hanya tergantung pada keefektifannya tetapi juga keberlanjutannya. Hal ini harus mengacu pada suatu upaya mitigasi konflik yang strategis yang memihak kepada kesejahteraan manusia dan manajemen konservasi secara optimal.Untuk membuahkan hasil yang maksimal dari mitigasi konflik manusia-gajah diperlukan dukungan, kerjasama secara terbuka dan peranserta aktif dari masyarakat atau pemukim yang terlibat konflik, pemerintah kabupaten, instansi terkait dan lembaga swadaya masyarakat yang perduli terhadap menanggulangi konflik manusia-gajah.