Mochamad Arief Soendjoto
Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Practicality Pocketbook “Keanekaragaman Lepidoptera Di Hutan Mangrof” Fadil Ramadhan; Mochamad Arief Soendjoto; Dharmono Dharmono
BIO-INOVED : Jurnal Biologi-Inovasi Pendidikan Vol 2, No 2 (2020): October 2020
Publisher : Master Program of Biology Education, Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (415.333 KB) | DOI: 10.20527/bino.v2i2.8551

Abstract

Students are expecting to receive contextual material to make it easier for them to understand what they have learned. The solution to support this method is a teacher must make the teaching material with local wisdom. Booklet "Keanekaragaman Lepidoptera di Hutan Mangrof" is an example of a book containing material with insight into local potential. The existence of a pocketbook with local potential will expect to make students easier for learning because the small design makes the book practical for students to use. This study aims to evaluate the practicality of the Booklet "Keanekaragaman Lepidoptera di Hutan Mangrof." The research is development research with Tessmer's formative evaluation model that focuses on the practice of the developed Pocket Book. The technique of collecting data is with the practicality of pocketbook practicality tested by students in a small group test and the actual practicalities of data collection in a field test using a student response questionnaire. The data of the practicalities questionnaire instrument has filled in then analyzed quantitatively by calculating the total score for all indicators that then analyzed with a formula to find out the practicality value. Based on the results of the practicality test, it shows that the media developed are included in the category very practice.AbstrakSiswa diharapkan menerima materi yang bersifat kontekstual agar lebih memudahkan mereka memahami pembelajaran. Untuk menunjang materi diperlukan sebuah bahan ajar yang bermuatan potensi lokal. Buku saku Keanekaragaman Lepidoptera di Hutan Mangrof merupakan salah satu contoh buku yang berisikan materi berwawasan potensi lokal. Adanya buku saku yang bermuatan potensi lokal diharapkan dapat mempermudah siswa dalam belajar karena desainnya yang kecil akan membuat buku tersebut praktis digunakan siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kepraktisan Buku Saku Keanekragaman Lepidoptera di Hutan Mangrof. Penelitian ini merupakan peneltian pengembangan dengan model evaluasi formatif Tessmer yang berfokus pada kepraktisan Buku Saku yang dikembangkan. Untuk. Teknik pengumpulan data kepraktisan harapan melalui angket uji kepraktisan buku saku oleh siswa pada uji kelompok kecil dan pengumpulan data kepraktisan aktual pada uji lapangan dengan menggunakan angket respon siswa. Data pada instrumen angket uji kepraktisan yang telah diisi kemudian dianalisis secara kuantitatif dengan melakukan perhitungan skor total untuk seluruh indikator yang kemudian dianalisis dengan rumus untuk mengetahui nilai kepraktisannya. Berdasarkan hasil uji kepraktisan dapat diketahui bahwa media yang dikembangkan termasuk dalam kategori sangat Praktis.
PERLINDUNGAN FLORA DAN FAUNA OLEH MASYARAKAT DAYAK MERATUS DI KALIMANTAN SELATAN Olivia Pascallina Depriyanti; Kissinger Kissinger; Mochamad Arief Soendjoto
Jurnal Sylva Scienteae Vol 6, No 2 (2023): Jurnal Sylva Scienteae Vol 6 No 2 Edisi April 2023
Publisher : Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jss.v6i2.8633

Abstract

The Dayak Meratus Mountains community believes that forests and customary lands are able to provide them with a good livelihood, so that customary rules provide protection for forest components in the form of flora and fauna. This study aims to analyze the species of flora and fauna that are protected by the Meratus Dayak community. The research location is in the village of Hinas Kiri, South Hulu Sungai Regency, South Kalimantan. The research method was carried out by semi-structured interviews with several selected informants. Data analysis was carried out descriptively and presented in narrative and tabular form. The results showed that there were 8 species of flora protected by adat, namely Agathis dammara, Aquilaria malaccensis, Ficus benjamina, Dipterocarpus retusus, Baccaurea macrocarpa, Eusideroxylon zwageri, Nephelium mutabile and Eurycoma longifolia and 14 species of flora protected by adat, namely proboscis Nasalis larvatus, Lutra lutra, Ursus arctos, Varanus salvator, Pteridophora alberti, Anorrhinus galeritus, Tragulus kanchil, Muntiacus atherodes, Nycticebus menagensis, Trachypithecus auratus, Panthera javanicus, Tragulus javanicus, Manis javanica, and Hylobates albibarbis. This result is that the Meratus Dayak community has conservation flora and fauna through applicable customary regulations.Masyarakat Dayak Pegunungan meratus meyakini bahwa hutan dan tanah adat mampu memberikan penghidupan yang baik bagi mereka, sehingga aturan adat memberikan perlindungan terhadap komponen hutan berupa flora dan fauna. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis jenis-jenis flora dan fauna yang dilindungi oleh masyarakat Dayak Meratus. Lokasi penelitian berada di desa Hinas Kiri Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan. Metode penelitian dilakukan dengan metode wawancara semi terstruktur terhadap beberapa informan terpilih. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk naratif dan tabulatif. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 8 jenis flora yang dilindungi oleh adat yaitu damar (Agathis dammara), gaharu (Aquilaria malaccensis), kariwaya (Ficus benjamina), keruing (Dipterocarpus retusus) kapul (Baccaurea macrocarpa), ulin (Eusideroxylon zwageri), kapulasan (Nephelium mutabile) dan pasak bumi (Eurycoma longifolia) dan terdapat 14 jenis fauna yang dilindungi oleh adat yaitu bekantan (Nasalis larvatus), berang-berang (Lutra lutra), beruang (Ursus arctos), biawak (Varanus salvator), burung bainah (Pteridophora alberti), burung enggang (Anorrhinus galeritus), kancil (Tragulus kanchil), kijang (Muntiacus atherodes), kukang (Nycticebus menagensis), lutung (Trachypithecus auratus), macan (Panthera javanicus), pelanduk (Tragulus javanicus), trenggiling (Manis javanica) dan uwa-uwa (Hylobates albibarbis). Hasil ini mengindikasikan bahwa masyarakat Dayak Meratus telah melakukan perlindungan terhadap flora dan fauna melalui peraturan adat yang berlaku
PERILAKU KONSERVASI PADA MASYARAKAT DI AREAL AGROFORESTRI KECAMATAN KARANG INTAN KABUPATEN BANJAR Aprilian Putri Dian Kristinawati; Mochamad Arief Soendjoto; Eko Rini Indrayatie
Jurnal Sylva Scienteae Vol 6, No 5 (2023): Jurnal Sylva Scienteae Vol 6 No 5 Edisi Oktober 2023
Publisher : Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jss.v6i5.10652

Abstract

Agroforestry carried out by the community is a legacy from their parents or ancestors, from these activities the community has carried out conservation activities unconsciously in maintaining and balancing natural sustainability. There is a cycle of interdependence between the use of natural resources and conservation actors which results in conservation behavior. Data was collected through interviews with 30 respondents and direct observation in three villages, namely Kiram Village, Bi'ih Village, and Pulau Nyiur Village, then classified and tabulated based on the existing categories. The components implemented by the village community in Karang Intan District are the Agrisilviculture, Silvopastura, and Agrosilvopastura components. Based on the components applied for land management, the techniques or methods are the same, including land management, seed procurement, planting, maintenance, eradication of pests and diseases, harvesting and utilization of forest products or livestock. Conservation activities carried out by the village community range from land clearing by slashing, conservation protection of wild animals, carrying out scorching, embroidery, and caring for newly planted seeds using organic fertilizers.Agroforestri yang dilakukan masyarakat merupakan warisan dari orang tua atau leluhurnya, dari kegiatan tersebut masyarakat telah melakukan kegiatan konservasi secara tidak sadar dalam menjaga dan menyeimbangkan kelestarian alam. Adanya siklus saling ketergantungan antara pemanfaatan sumberdaya alam dengan pelaku konservasi yang mengakibatkan timbulnya perilaku konservasi. Data dikumpulkan melalui hasil wawancara dengan 30 responden serta observasi langsung pada ketiga desa yaitu Desa Kiram, Desa Bi’ih, dan Desa Pulau Nyiur kemudian diklasifikasikan dan ditabulasikan berdasarkan kategori yang ada. Komponen yang diterapkan oleh masyarakat desa di Kecamatan Karang Intan yaitu komponen Agrisilvikultur, Silvopastura, dan Agrosilvopastura. Berdasarkan komponen yang diterapkan untuk pengelolaan lahan memiliki teknik atau cara yang sama meliputi pengelolaan tanah, pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan, pemberantasan hama dan penyakit, pemanenan dan pemanfaatan hasil hutan ataupun ternak. Kegiatan konservasi yang dilakukan oleh masyarakat desa mulai dari pembukaan lahan dengan cara menebas, perlindungan konservasi pada satwa liar, melakukan pendangiran, melakukan penyulaman, dan perawatan pada bibit yang baru di tanam menggunakan pupuk organik
TUMBUHAN BAWAH DI AREA REVEGETASI PASCA TAMBANG BATUBARA DAN POTENSINYA SEBAGAI BAHAN OBAT Elsa Lenia Lefi; Mochamad Arief Soendjoto; Kissinger Kissinger
Jurnal Sylva Scienteae Vol 7, No 3 (2024): Jurnal Sylva Scienteae Vol 7 No 3 Edisi Juni 2024
Publisher : Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jss.v7i3.9087

Abstract

Pemulihan ekosistem yang umum dilaksanakan pada area pasca tambang yaitu reklamasi dan revegetasi lahan. keberhasilan kegiatan reklamasi dan revegetasi dapat diukur dengan jumlah tanaman pokok yang tumbuh. Selain tanaman pokok, tumbuhan bawah yang hadir secara alami yang dapat memberikan dampak positif terhadap revegetasi awal lahan pasca tambang dan lingkungan sekitarnya, seperti tempat tinggal dan sumber pakan bagi fauna serta digunakan sebagai obat-obatan oleh manusia. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis komposisi jenis, indeks keragaman jenis dan indeks kemiripan komunitas serta tumbuhan bawah yang berkhasiat obat beserta manfaatnya. Pelaksanaan penelitian ini di PT Adaro Indonesia, Kalimantan Selatan menggunakan metode purposive sampling. lokasi penelitian yang digunakan sebanyak 4 titik. Jalur plot yang dipakai sepanjang 200 m dan lebar 2 x 2 m² untuk jenis rumput dan paku serta 5 x 5 m² untuk jenis semak herba dan liana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ditemukan sebanyak 27 famili tumbuhan bawah yang terdiri dari 57. Potensi individu spesies yang dominan yaitu Kerisan (Scleria bancana), Paku tertutup (Davallia denticulata), Lulampuyangan (Pennisetum purpureum), Paku harupat (Nephrolepis bisserata), dan Ara sungsang (Asystasia gangetica). Indeks Keragaman (H’) tumbuhan bawah di empat lokasi pengamatan masuk dalam kriteria “Sedang” dapat diartikan bahwa pertumbuhan tumbuhan bawah dalam kondisi yang cukup baik dan cukup beragam. Tumbuhan bawah yang berkahsiat obat ditemukan sebanyak 34 spesies (62.96%) dari 4 lokasi pengamatan. 33 spesies tumbuhan obat berkhasiat untuk mengobati penyakit dengan kategori ringan hingga berat dan 1 spesies tumbuhan obat dijadikan sebagai obat vitalitas dan dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
TUMBUHAN BERKHASIAT OBAT PADA KAWASAN AGROFORESTRI DUKUH KECAMATAN KARANG INTAN KABUPATEN BANJAR Febrianto Akhmad Syam Jongka; Mochamad Arief Soendjoto; Mufidah Asy'ari
Jurnal Sylva Scienteae Vol 7, No 4 (2024): Jurnal Sylva Scienteae Vol 7 No 4 Edisi Agustus 2024
Publisher : Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jss.v7i4.8816

Abstract

Agroforestry practiced by the community in Karang Intan District holds the potential for plant species that are believed to have various medicinal benefits for the community. The local community living around the agroforestry area has indigenous knowledge of utilizing forest plants for traditional medicine. This practice has been passed down from generation to generation indirectly since ancient times. This research aims to analyze the potential and utilization of medicinal plants by the community within the agroforestry area in Karang Intan District. The research was conducted in three villages in Karang Intan District, namely Kiram Village, Bi'ih Village, and Pulau Nyiur Village. Data collection was done through guided interviews, direct field observations, and a literature study. The selection of key informants was determined through Purposive Sampling and Snowball Sampling. The total number of key informants was 20 people. The results of the research show that there are 34 medicinal plant species from 24 families utilized by the community and 27 medicinal plant species from 21 families whose benefits are known from literature studies. The dominant plant species used as medicine belong to the Euphorbiaceae family. It was found that 32% of medicinal plants have multiple parts utilized for medicinal purposes.Agroforestri yang dimiliki masyarakat Kecamatan Karang Intan menyimpan potensi jenis tumbuhan yang diduga memiliki berbagai manfaat sebagai obat bagi masyarakat. Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan agroforestri memiliki kearifan lokal dalam pemanfaatan tumbuhan hutan untuk pengobatan secara tradisional. Masyarakat melakukannya sudah sejak jaman dulu, diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi secara tidak langsung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi dan pemanfaatan tumbuhan obat yang dilakukan oleh masyarakat yang terdapat pada kawasan agroforestri dukuh di Kecamatan Karang Intan. Penelitian ini dilakukan pada 3 desa di Kecamatan Karang Intan yaitu desa Kiram, desa Bi’ih dan desa Pulau Nyiur. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dengan panduan wawancara, pengamatan langsung dilapangan dan studi pustaka. Pemilihan informan kunci ditentukan dengan cara Purposive Sampling dan Snowball Sampling. Jumlah informan kunci sebanyak 20 orang. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa terdapat 34 jenis tumbuhan berkhasiat obat dari 24 famili yang dimanfaatkan masyarakat dan 27 jenis tumbuhan berkhasiat obat dari 21 famili yang diketahui manfaatnya dari studi pustaka. Jenis tumbuhan yang mendominasi digunakan sebagai obat berasal dari famili Euphorbiaceae. Bagian tumbuhan berkhasiat obat yang sering dimanfaatkan sebagai obat lebih dari satu bagian yaitu sebanyak 32%.
AVIFAUNA PADA TIGA TIPE HABITAT DI KEBUN RAYA BANUA, BANJARBARU, INDONESIA Ali Yasin; Mochamad Arief Soendjoto; Eko Rini Indrayatie
Jurnal Sylva Scienteae Vol 7, No 2 (2024): Jurnal Sylva Scientea Vol 7 No 2 Edisi April 2024
Publisher : Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jss.v7i2.12314

Abstract

There is no available and published data on the avifauna (birds) that inhabit the Banua Botanical Gardens, Banjarbaru. The research was carried out with the aim of identifying the birds in the botanical gardens, measuring species diversity, and comparing the similarities of bird communities to habitat types in the botanical gardens. Two observation plots were each placed on the type of habitat in the form of open land, mixed plants, and acacia vegetation. Birds were observed within an observation radius of 50 m in open land and 30 m in mixed plants and acacia vegetation with binocular assistance at 07.00-10.00 and 15.30-17.30 for 3 replications. Data in the form of bird species names and the number of individuals for 3 replications were processed in order to obtain the Shannon-Wienner species diversity index and Dice similarity index or its modification. Twenty-four of the 25 bird species were found in open fields, 23 in mixed crops, and 22 in acacia vegetation. The community similarity index ranged from 0.89 to 0.98 when calculated based on the presence of species or from 0.97 to 0.99 when based on the number of individuals. Based on the difference in the number of bird species which is only 1-2 between habitat types, the similarity index of bird communities between habitat types that is closer to 1, and also field conditions related to the area and location of the habitat type and the availability of bird food in those habitat types, habitat types are not qualitatively significant. In other words, in subsequent bird research, only one type of habitat should be considered in the Banua Botanical Gardens, especially since this botanical garden is still under construction in the next 10 yearsBelum ada data tersedia dan terpublikasi tentang avifauna (burung) yang menghuni Kebun Raya Banua, Banjarbaru. Penelitian dilaksanakan dengan tujuan mengidentifikasi burung di kebun raya itu serta mengukur keragaman spesies dan membandingkan kemiripan komunitas burung pada tipe-tipe habitat di kebun raya itu. Dua plot pengamatan masing-masing diletakkan pada tipe habitat yang berupa lahan terbuka, tanaman campuran, dan vegetasi akasia. Burung diamati dalam radius pengamatan 50 m pada lahan terbuka serta 30 m pada tanaman campuran dan vegetasi akasia diamati dengan bantuan binokuler pada jam 07.00- 10.00 dan 15.30-17.30 selama 3 kali ulangan. Data yang berupa nama spesies burung dan jumlah individu selama 3 kali ulangan diolah sehingga diperoleh indeks keragaman spesies Shannon-Wienner dan indeks kemiripan Dice atau modifikasinya. Dua puluh empat dari 25 spesies burung ditemukan di lahan terbuka, 23 di tanaman campuran, dan 22 di vegetasi akasia. Indeks kemiripan komunitas berkisar 0,89‒0,98 bila dihitung berdasarkan pada kehadiran spesies atau 0,97‒0,99 bila berdasarkan pada jumlah individu. Berdasarkan pada selisih jumlah spesies burung yang hanya 1-2 antara tipe habitat, indeks kemiripan komunitas burung antar-tipe habitat yang mendekati 1, dan juga kondisi lapangan terkait dengan luas dan letak tipe habitat serta ketersediaan makanan burung pada tipe habitat itu, tipe-tipe habitat secara kualitatif tidak berbeda signifikan. Dengan kalimat lain, dalam penelitian burung berikutnya, hanya satu tipe habitat saja yang sebaiknya dianggap ada di Kebun Raya Banua, apalagi kebun raya ini masih dalam pembangunan dalam 10 tahun ke depan