Mamenun Mamenun
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

VALIDASI DAN KOREKSI DATA SATELIT TRMM PADA TIGA POLA HUJAN DI INDONESIA Mamenun Mamenun; Hidayat Pawitan; Ardhasena Sopaheluwakan
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 15, No 1 (2014)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1057.64 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v15i1.169

Abstract

Prediksi curah hujan cukup sulit dilakukan karena keragamannya sangat tinggi dan banyaknya permasalahan data, seperti minimnya ketersediaan data, data tidak lengkap/kosong, jumlah stasiun kurang tersebar, kurang tenaga pengamat, sistem pengamatan dan pemasukan data masih manual, serta pengumpulan data berjalan lambat. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dapat digunakan satelit hujan yang memiliki resolusi spasial dan temporal tinggi, cakupan wilayah luas, data near real-time, akses cepat, dan ekonomis. Penelitian ini dilakukan untuk validasi dan koreksi data satelit TRMM terhadap data observasi pada tiga pola hujan berbeda di Indonesia. Analisis dilakukan menggunakan analisis statistika, perhitungan galat dan pengembangan faktor koreksi untuk data satelit TRMM di wilayah dengan pola hujan monsun (Lampung, Jawa Timur, Kalimantan Selatan), pola hujan equatorial (Sumatera Utara, Kalimantan Barat), dan pola lokal (Maluku). Hasil validasi data satelit TRMM terhadap data observasi menunjukkan nilai korelasi tinggi di wilayah pola monsun (>0.80), cukup tinggi pada pola equatorial (>0.60) dan pola lokal (>0.75). Nilai RMSE lebih rendah di wilayah pola hujan monsun (RMSE = 58-84), dibandingkan wilayah pola hujan equatorial (RMSE=97-158) dan lokal (RMSE=173). Hasil koreksi data satelit TRMM diperoleh faktor koreksi dengan bentuk persamaan geometrik untuk pola monsun dan equatorial, serta linier untuk pola lokal. Setelah dilakukan koreksi, diperoleh galat data satelit menurun di Lampung 40.3%, Kalimantan Selatan 3.17%, dan meningkat di Jawa Timur 18.9%. Demikian di Kalimantan Barat, galat satelit TRMM menurun 58%, Sumatera Barat 10%, dan Maluku 12.3%. Sedangkan nilai korelasisetelah dilakukan koreksi meningkatdi wilayah pola monsun dan equatorial sebesar 1-2%, dan menurun di wilayah lokal sebesar 1%. Rainfall is difficult to be predicted because of its high variability and other problems such as lack of data availability, data incompletely, less spreading of the station, less observer, and manual data entry. Rainfall satellite can be used to encourage these problems because it has a high temporal and spatial resolution, wide-coverage, near real-time and fast accessibility. This research has been conducted to validate and correct the TRMM data on three rainfall patterns (monsoonal, equatorial, local pattern). The statistical analyses and correction factor development for TRMM data are conducted. Validation showed a high correlation between TRMM and gauge data on the monsoonal pattern (>0.80), a high correlation on equatorial (>0.60) and local pattern (>0.75). The lowest RMSE found on the monsoonal pattern (58-84), equatorial (97-158), and local (173). After correction, the error of corrected TRMM data decreased for three rainfall patterns. While the correlation value increased on the monsoonal and equatorial pattern of 1-2% and decreased in the local pattern of 1%.
ANALISIS MODEL PREDIKSI AWAL MUSIM HUJAN DI SULAWESI SELATAN Alimatul Rahim; Rini Hidayati; Akhmad Faqih; Mamenun Mamenun
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 16, No 2 (2015)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3985.073 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v16i2.269

Abstract

Model prediksi awal musim hujan merupakan salah satu kunci yang dapat digunakan untuk mengurangi resiko kegagalan panen padi yang disebabkan oleh faktor iklim di provinsi Sulawesi Selatan. Model prediksi awal musim hujan dibangun  dengan menggunakan data curah hujan observasi Sulawesi Selatan dan anomali suhu muka laut di kawasan Pasifik dan perairan Sulawesi. Pada studi ini dilakukan analisis pemilihan stasiun hujan observasi, penentuan awal musim hujan, analisis komponen utama dan pengelompokan, analisis korelasi awal musim hujan terhadap anomali suhu muka laut, pembangunan model untuk prediksi awal musimhujan dan verifikasi model.Hasil analisis awal musim hujan menunjukkan setiap stasiun hujan mempunyai perbedaan awal musim hujan dengan rata-rata jatuh pada Julian Date (JD) ke-348 (14 Desember). Berdasarkan hasil analisis PCA dan cluster, diperoleh bahwa di Sulawesi Selatan terbagi menjadi 3 cluster wilayah. Cluster 1 mempunyai pola hujan lokal, sedangkan cluster 2 dan 3 mempunyai pola hujan monsun. Pada peta korelasi antara awal musim hujan di Sulawesi Selatan dan anomali suhu muka laut menunjukkan bahwa terdapat korelasi nyata(r≥0.5) antara kawasan Pasifik dan Laut Sulawesi pada cluster 1 dan 2 pada bulan Juni Juli Agustus September(JJAS). Sedangkan pada cluster 3, korelasi nyata hanya pada bulan Juni di perairan Sulawesi. Model prediksi AMH terbaik, pada cluster 2 terdapat di domain prediktor kawasan pasifik dengan nilai r=0.82, sedangkan pada cluster 1 dan 3, terdapat di domain perairan Sulawesi dengan nilai r=0.78 dan r-0.48. Verifikasi model terpilih pada cluster 3 mempunyai RMSE = 3, sedangkan cluster 1 dan 2, nilai RMSE berturut-turut sebesar 16 dan 29. Model prediction of rainy season onset is one of the keys to reduce the risk of paddy harvest failure because of the climate factor in South Sulawesi province. The model prediction for rainy season onset was build using rainfall data in South Sulawesi and SST anomaly in the Pacific Ocean and Sulawesi Sea. This research is conducted to select the rainfall station, determine onset using rainfall data, analyze PCA and cluster, make a correlation between onset and SST anomaly, develop onset model prediction, and verify the selected model. The onset analysis showed that every rainfall stations have different onset with average is on the 348th of Julian Date (December 14th). Based on the PCA and cluster analysis, there were three clusters of rainfall regions. Cluster 1 has a local pattern, Cluster 2 and 3 have a monsoonal pattern. On the map of correlation between onset in South Sulawesi and SST anomaly showed that there were strong correlations with the Pacific Ocean and Sulawesi Sea in clusters 1 and 2 on JJAS. Moreover, it has a weak correlation in cluster 3 in June in the Sulawesi Sea. The best AMH model prediction for cluster 2 was on the Pacific Ocean domain with r=0.82, on cluster 1 dan 3 was on the Sulawesi sea with r=0.78 and r=0.48. The selected model verification showed that the smallest RMSE (RMSE=3) was on cluster 3, moreover, on clusters 1 and 2, the RMSE model was 16 and 29. 
PREDIKSI ANOMALI CURAH HUJAN BULANAN DI WILAYAH MAKASSAR MENGGUNAKAN TEKNIK STATISICAL DOWNSCALING Mamenun Mamenun
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 13, No 3 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (672.698 KB) | DOI: 10.31172/jmg.v13i3.132

Abstract

Suhu permukaan laut (SST) merupakan salah satu parameter siklus atmosfer global yang mempunyai peran besar dalam pembentukan uap air dan awan di atmosfer hingga terjadinya hujan. Keragaman curah hujan di Indonesia  diduga kuat dipengaruhi oleh suhu permukaan laut. Data anomali suhu permukaan laut pada wilayah grid perairan Sulawesi (ukuran 8x8), grid perairan Indonesia (26x10) dan grid Nino3.4 (26x7) digunakan sebagai prediktor untuk membuat model prediksi anomali curah hujan di Makassar. Teknik statistical downscaling, yaitu model PCR dan PLSR, selanjutnya digunakan untuk mengetahui sensitivitas anomali SST terhadap anomali curah hujan dan untuk memprediksi anomali curah hujan menggunakan model terbaik. Sifat hujan di wilayah Makassar mempunyai pola monsun dengan satu kali puncak hujan. Pada model PCR, nilai korelasi anomali curah hujan dan anomali SST paling tinggi yaitu terdapat pada wilayah grid perairan Indonesia, sedangkan pada model PLSR nilai korelasi paling tinggi terdapat pada wilayah grid perairan Sulawesi. Selanjutnya dilakukan perbandingan antara model PCR dan PLSR pada masing-masing wilayah perairan dimana masing–masing model menunjukkan performa berbeda. Prediksi anomali hujan di wilayah Makassar dipengaruhi lebih kuat oleh suhu permukaan laut di wilayah perairan Sulawesi dengan nilai korelasi tertinggi menggunakan model PLSR. Sea surface temperature (SST) has a huge effect creating water vapor and cloud for precipitation in the atmosphere. Rainfall variability in Indonesia has been influenced by SST. The anomaly of SST data on the Sulawesi Ocean grid, Indonesia Ocean grid and Nino3.4 grid are used as predictors to develop a rainfall anomaly model prediction in Makassar. On this paper, PCR and PLSR models as statistical downscaling technique are used to assess the rainfall sensitivities toward SST. Furthermore, this model will be chosen and will be used to predict rainfall. On the PCR model, correlation value between rainfall and SST anomaly in Indonesia Ocean grid is the highest than the others. Comparison between PCR and PLSR model in each grid has been done in which every model showed different performance. Prediction of rainfall anomaly in Makassar is more influenced by SST anomaly in grid Sulawesi using PLSR model.
ANALISIS MODEL PREDIKSI AWAL MUSIM HUJAN DI SULAWESI SELATAN Alimatul Rahim; Rini Hidayati; Akhmad Faqih; Mamenun Mamenun
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol. 16 No. 2 (2015)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31172/jmg.v16i2.269

Abstract

Model prediksi awal musim hujan merupakan salah satu kunci yang dapat digunakan untuk mengurangi resiko kegagalan panen padi yang disebabkan oleh faktor iklim di provinsi Sulawesi Selatan. Model prediksi awal musim hujan dibangun  dengan menggunakan data curah hujan observasi Sulawesi Selatan dan anomali suhu muka laut di kawasan Pasifik dan perairan Sulawesi. Pada studi ini dilakukan analisis pemilihan stasiun hujan observasi, penentuan awal musim hujan, analisis komponen utama dan pengelompokan, analisis korelasi awal musim hujan terhadap anomali suhu muka laut, pembangunan model untuk prediksi awal musimhujan dan verifikasi model.Hasil analisis awal musim hujan menunjukkan setiap stasiun hujan mempunyai perbedaan awal musim hujan dengan rata-rata jatuh pada Julian Date (JD) ke-348 (14 Desember). Berdasarkan hasil analisis PCA dan cluster, diperoleh bahwa di Sulawesi Selatan terbagi menjadi 3 cluster wilayah. Cluster 1 mempunyai pola hujan lokal, sedangkan cluster 2 dan 3 mempunyai pola hujan monsun. Pada peta korelasi antara awal musim hujan di Sulawesi Selatan dan anomali suhu muka laut menunjukkan bahwa terdapat korelasi nyata(r≥0.5) antara kawasan Pasifik dan Laut Sulawesi pada cluster 1 dan 2 pada bulan Juni Juli Agustus September(JJAS). Sedangkan pada cluster 3, korelasi nyata hanya pada bulan Juni di perairan Sulawesi. Model prediksi AMH terbaik, pada cluster 2 terdapat di domain prediktor kawasan pasifik dengan nilai r=0.82, sedangkan pada cluster 1 dan 3, terdapat di domain perairan Sulawesi dengan nilai r=0.78 dan r-0.48. Verifikasi model terpilih pada cluster 3 mempunyai RMSE = 3, sedangkan cluster 1 dan 2, nilai RMSE berturut-turut sebesar 16 dan 29. Model prediction of rainy season onset is one of the keys to reduce the risk of paddy harvest failure because of the climate factor in South Sulawesi province. The model prediction for rainy season onset was build using rainfall data in South Sulawesi and SST anomaly in the Pacific Ocean and Sulawesi Sea. This research is conducted to select the rainfall station, determine onset using rainfall data, analyze PCA and cluster, make a correlation between onset and SST anomaly, develop onset model prediction, and verify the selected model. The onset analysis showed that every rainfall stations have different onset with average is on the 348th of Julian Date (December 14th). Based on the PCA and cluster analysis, there were three clusters of rainfall regions. Cluster 1 has a local pattern, Cluster 2 and 3 have a monsoonal pattern. On the map of correlation between onset in South Sulawesi and SST anomaly showed that there were strong correlations with the Pacific Ocean and Sulawesi Sea in clusters 1 and 2 on JJAS. Moreover, it has a weak correlation in cluster 3 in June in the Sulawesi Sea. The best AMH model prediction for cluster 2 was on the Pacific Ocean domain with r=0.82, on cluster 1 dan 3 was on the Sulawesi sea with r=0.78 and r=0.48. The selected model verification showed that the smallest RMSE (RMSE=3) was on cluster 3, moreover, on clusters 1 and 2, the RMSE model was 16 and 29.