Bantengan art is an art featuring dance, music, or spells with magical and philosophical nuances. This art is a development of the art of pencak silat which finally stood alone as a typical culture of East Java. In 2019, Bantengan art was designated as an Intangible Cultural Heritage by the Ministry of Education and Culture with the category of performing arts represented by Pasuruan Regency and Batu City. The development of bantengan art cannot be separated from the role of the community, especially associations and cultural actors. As discussed in this research, the researcher tries to describe how the efforts to preserve banteng art in the Prigen area were analyzed using descriptive qualitative methods. The research subjects were members of the Bantengan Budi Mulyo group and the community who were selected using purposive sampling technique. The results showed that the activities carried out by Budi Mulyo Bantengan Group were classified as directed, organized, and of social value. This is in accordance with the theory of social action put forward by Max Weber where an action has a meaning or subjective meaning that is directed to the actions of others. The research also found that Budi Mulyo's bantengan group acts as a unifying tool for people who love and want to preserve Bantengan art in the Prigen area. Kesenian Bantengan merupakan seni yang menampilkan tarian, musik, atau mantra bernuansa magis dan filosofis. Kesenian ini merupakan pengembangan dari kesenian pencak silat yang akhirnya berdiri sendiri sebagai sebuah kebudayaan khas Jawa Timur. Pada tahun 2019, kesenian Bantengan ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan kategori seni pertunjukkan diwakili oleh Kabupaten Pasuruan dan Kota Batu. Berkembangnya kesenian bantengan tidak lepas dari peran masyarakat, terutama paguyuban dan pelaku budaya. Seperti yang dibahas dalam penelitian ini, dimana peneliti berusaha mendeskripsikan bagaimana upaya pelestarian kesenian bantengan di wilayah Prigen yang dianalisis menggunakan metode kualitatif deskriptif. Subjek penelitian adalah anggota kelompok Bantengan Budi Mulyo dan masyarakat yang dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh Kelompok Bantengan Budi Mulyo tergolong terarah, terorganisir, serta bernilai sosial. Hal ini sesuai dengan teori tindakan sosial yang dikemukakan oleh Max Weber dimana suatu tindakan yang memiliki makna atau arti subjektif yang diarahkan kepada tindakan orang lain. Dari penelitian ditemukan pula bahwa kelompok Bantengan Budi Mulyo berperan sebagai alat pemersatu masyarakat yang mencintai dan ingin melestarikan seni Bantengan di kawasan Prigen.