Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Pengertian Wajah TUHAN dalam Alkitab Josapat Bangun; Nathanail Sitepu
JURNAL LUXNOS Vol. 8 No. 1 (2022): LUXNOS: JURNAL SEKOLAH TINGGI TEOLOGI PELITA DUNIA EDISI JUNI 2022
Publisher : STT Pelita Dunia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47304/jl.v8i1.215

Abstract

Abstract: This paper aims to describe the metaphor of "the face of God" in the language of anthropomorphism by using a qualitative approach through literature study. Anthropomorphic language is not commonly used in everyday conversation because it will make it difficult to understand; it is a style of language often used in literary language. The Bible uses anthropomorphism to describe the abstract person of the LORD in a concrete language to make it easier for readers of that era to understand the person of the LORD. Furthermore, today's Bible readers often have difficulty understanding the meaning of anthropomorphic language. It is as if the LORD has eyes, ears, mouth, hands, feet, and a face. The face of the LORD represents both positive and negative meanings; the positive meanings refer to His love, blessing, care, and protection. While the negative meanings related to His activities to destroy, punish, and forsake humans because they continue to live in sin and wickedness. Abstrak: Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan metafora “wajah TUHAN” dalam bahasa antropomorfisme dengan mengunakan pendekatan kualitatif melalui studi literatur. Bahasa Antropomorfisme bukanlah bahasa yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari karena akan menimbulkan kesulitan untuk dipahami, itu adalah gaya bahasa yang sering digunakan dalam bahasa sastra. Alkitab menggunakan antropomorfisme untuk menggambarkan pribadi TUHAN yang abstrak ke dalam bahasa yang konkret untuk memudahkan pembaca pada zaman itu memahami pribadi TUHAN. Lebih jauh lagi, para pembaca Alkitab masa kini sering mengalami kesulitan memahami arti bahasa antropomorfisme. Seolah-olah TUHAN memiliki mata, telinga, mulut, tangan, kaki, dan wajah. Wajah TUHAN mewakili makna positif dan negatif, makna positif mengacu pada kasih, berkat, perhatian, dan perlindungan-Nya. Sedangkan makna negatifnya berkaitan dengan kegiatan-Nya untuk membinasakan, menghukum, dan meninggalkan manusia karena terus hidup dalam dosa dan kefasikan.
Makna Garam Dan Terang Dalam Matius 5:13-16 Bagi Pengikut Kristus Nathanail Sitepu
HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen Vol 7, No 2 (2022): Teologi dan Kepemimpinan Kristen - Desember 2022
Publisher : STTI Harvest Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (342.132 KB) | DOI: 10.52104/harvester.v7i2.108

Abstract

Jesus' Sermon on the Mount about the Salt and Light of the world in the Gospel of Matthew 5:13-16 is a figurative expression, so it is not possible to interpret it through literal or literal understanding. In this article the author uses a descriptive method, namely literature review, collecting data and analyzing verses 13-16 through word cases and translations from Greek and various Bible translations. Based on this research, it can be concluded that the meaning of salt and light refers to the identity of followers of Jesus Christ which is attached wherever they go and wherever they are.AbstrakKhotbah Yesus di Bukit tentang Garam dan Terang dunia dalam Injil Matius 5:13-16 merupakan suatu ungkapan figuratif, sehingga untuk memaknainya tidak boleh melalui pemahaman secara hurufiah atau literal. Dalam artikel ini penulis menggunakan metode deskriptif yaitu kajian literatur, mengumpulkan data-data dan menganalisis ayat 13-16 melalui kasus kata dan terjemahan dari bahasa Yunani dan berbagai terjemahan Alkitab. Berdasarkan penelitian ini disimpulkan bahwa makna garam dan terang menunjuk kepada identitas pengikut Yesus Kristus yang melekat kemanapun mereka pergi dan dimanapun mereka berada.
Urgensi Menemukan Model Pemuridan Sesuai Tipe Spiritualitas Jemaat Nathanail Sitepu
HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen Vol 5, No 2 (2020): Teologi dan Kepemimpinan Kristen - Desember 2020
Publisher : STTI Harvest Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (249.91 KB) | DOI: 10.52104/harvester.v5i2.44

Abstract

God wants His church to experience growth both in quantity and quality. One of the ways to achieve church growth is through the discipleship process. Through discipleship, every church member is encouraged to experience growth in his spiritual life towards spiritual maturity, that is, like Christ. A spiritually mature believer will have a desire to serve, testify to spread the good news so that many people can become part of the community of faith in the Lord Jesus, thus impacting the growth of the church. This paper intends to describe church growth, a model for spirituality and discipleship. By using literature study, which is to explore the relevant literature to answer the discussion, then the results are presented descriptively. From this discussion, it can be concluded that the type of church spirituality can be an alternative answer for determining the model of discipleship in the church.AbstrakTuhan menghendaki gereja-Nya mengalami pertumbuhan baik secara kuantitas maupun kualitas. Salah satu cara untuk mencapai pertumbuhan gereja adalah melalui proses pemuridan. Melalui pemuridan, setiap anggota gereja didorong untuk mengalami pertumbuhan dalam kehidupan rohaninya menuju kedewasaan rohani, yakni serupa dengan Kristus. Orang percaya yang dewasa rohani akan memiliki kerinduan untuk melayani, bersaksi untuk mewartakan kabar baik sehingga banyak orang dapat menjadi bagian dari komunitas iman pada Tuhan Yesus, sehingga berdampak pada pertumbuhan gereja. Tulisan ini bermaksud mendeskripsikan pertumbuhan gereja, model spiritualitas dan pemuridan. Dengan menggunakan studi pustaka yaitu menggali literatur yang relevan untuk menjawab pembahasan tersebut kemudian hasilnya disajikan secara deskriptif. Dari pembahasan tersebut, dapat simpulkan bahwa tipe spiritualitas jemaat dapat menjadi alternatif jawaban untukmenentukan model pemuridan di gereja.