Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Application For Bankruptcy By Creditors Perspective Of Law Number 37 Of 2004 Concerning Bankruptcy And Suspension Of Debt Payment Obligations(Study of Decision Number 3/Pdt.Sus-Pailit/2021/PN Niaga Jkt. Pst) Muhammad Nurohim; Yusuf Hanafi; Asmaiyani Asmaiyani
LEGAL BRIEF Vol. 11 No. 2 (2022): Law Science and Field
Publisher : IHSA Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (375.372 KB)

Abstract

Settlement of debtors' debts to creditors through the bankruptcy process must meet the elements and requirements in filing an application for bankruptcy. In this case, the law requires that there must be two or more creditors and the non- payment of debts due to at least one creditor. The mechanism for the settlement of debtor assets in the event of bankruptcy is carried out by the Curator through several stages, namely: bankruptcy, verification meeting, making a list of debts and receivables of Bankruptcy, reconciliation and the stage of settlement of bankrupt assets. The basis for the judge's consideration in imposing a bankruptcy decision is in Decision Number 3/Pdt.Sus-Pailit/2021/PN Niaga Jkt. Pst, namely considering whether or not the conditions in the bankruptcy petition are fulfilled by the bankruptcy applicants. Apart from taking into account the circumstances in which the Bankrupt Respondent was proven to have completely failed to pay its due debt to at least one creditor.
RIGHTS OF BANKRUPT DEBTORS IN THE MANAGEMENT AND SETTLEMENT PROCESS IN ACCORDANCE WITH LAW NUMBER 37 OF 2004 CONCERNING BANKRUPTCY AND PKPU Muhammad Nurrohim; Zetria Erma
PENA LAW: International Journal of Law Vol. 1 No. 3 (2023): January
Publisher : Yayasan Pusat Cendekiawan Intelektual Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56107/penalaw.v1i3.78

Abstract

The debtor's rights in the process of settling bankruptcy assets are very weak, where the debtor will lose his rights to control and manage his assets which are included in bankruptcy assets as stipulated in Article 24 Paragraph (1) of the Bankruptcy Law. However, in the event that the debtor is declared bankrupt, the law gives the debtor the right to submit a reconciliation plan, submit a postponement of debt payment obligations and submit an appeal and review, all of which are efforts to protect the rights of the debtor. In the process of settling bankruptcy assets, the legal protection for debtors' rights is quite weak. Because since the pronouncement of the bankruptcy declaration decision by the court, the debtor will lose the right to manage his assets which are included as bankruptcy assets. As a result, the debtor is no longer able to legally act on his assets that are included in the bankruptcy estate, in this case the management of bankruptcy assets becomes the authority of the curator and/or BHP.
SOSIALISASI UNSUR PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN : PUTUSAN MENTERI NOMOR: 389/PDT/2017 DI UNIVERSITAS PEMBINAAN MASYARAKAT INDONESIA (UPMI) MEDAN M. Asril Siregar; Muhammad Nurohim
PKM Maju UDA Vol 1 No 2 (2020): Edisi bulan OKTOBER 2020
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung (UDA) Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (290.479 KB) | DOI: 10.46930/pkmmajuuda.v1i2.753

Abstract

Perbuatan melawan hukumdapat diartikan sebagai suatu kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur perilaku berbahaya, untuk memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat. Pengabdian ini dilaksanakan di Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia (UPMI) Medan. metode pelaksanaan yang digunakan adalah melalui kegiatan ceramah, diskusi dan tanya jawab tentang Unsur Perbuatan Melawan Hukum Dalam Hubungan Keperdataan : Putusan Menteri Nomor: 389/Pdt/2017 Di Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia (UPMI) Medan. Acara sosialisasi ini melibatkan seluruh mahasiswa di lingkungan Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia (UPMI) Medan untuk lebih memahami Unsur Perbuatan Melawan Hukum Dalam Hubungan Keperdataan : Putusan Menteri Nomor: 389/Pdt/2017 Di Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia (UPMI) Medan. Adapun hasil diskusi dalam kegiatan Unsur Perbuatan Melawan Hukum Dalam Hubungan Keperdataan : Putusan Menteri Nomor: 389/Pdt/2017 Di Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia (UPMI) Medan dapat berjalan dengan lancar. Semua peserta terlihat antusias dan merasakan manfaatnya. Keberhasilan ini ditunjukkan antara lain: (1) Adanya kesesuaian materi dengan kebutuhan para guru untuk memahami tentang Unsur Perbuatan Melawan Hukum Dalam Hubungan Keperdataan : Putusan Menteri Nomor: 389/Pdt/2017 Di Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia (UPMI) Medan. (2) Adanya respon yang positif dari peserta yang ditunjukkan dengan adanya diskusi yang cukup hangat dalam rangka implementasi Penerapan Tindak Pidana Penghinaan Menurut Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Di Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia (UPMI) Medan Unsur Perbuatan Melawan Hukum Dalam Hubungan Keperdataan : Putusan Menteri Nomor: 389/Pdt/2017 Di Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia (UPMI) Medan.
Kedudukan Kreditur Separatis Atas Hak Jaminan Dalam Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) (Studi Kasus Putusan No. 12/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Smg Jo No 21/Pdt.Sus-Pailit/2020/PN.Smg) Muhammad Nurohim
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 7 No. 2 (2023): Agustus 2023
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jptam.v7i2.8461

Abstract

Penelitian ini menjelaskan tentang prinsip dasar hukum kepailitan yang didasarkan pada Pasal 1131 Burgerlijk Wetboek (BW) yang menyatakan bahwa semua barang milik debitor menjadi jaminan bagi perikatan perorangan debitor tersebut. Jaminan ini berarti bahwa semua kekayaan debitor, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, yang sudah ada maupun yang akan ada di masa depan, dijadikan sebagai jaminan untuk pelunasan utang. Sehingga jika seorang debitor tidak dapat membayar utang-utangnya, tanggung jawabnya berujung pada Lembaga Kepailitan. Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang bersifat deskriptif analitis. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konsep. Hasil penelitian mengindikasi bahwa dalam konteks hukum, kepailitan adalah keadaan dimana seorang debitur tidak dapat membayar hutang-hutangnya dan dapat ditagih. Kepailitan melibatkan proses pengurusan dan pemberesan harta debitor yang dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas.Dengan demikian, kepailitan melibatkan proses kompleks dalam menyelesaikan hutang-hutang debitor, dan kreditor separatis memiliki peran penting dalam menjaga kepastian pengembalian hutang melalui hak jaminan kebendaan.
House Construction Contracting Agreement Viewed From Civil Law Perspective Muhammad Nurohim
Jurnal Multidisiplin Sahombu Vol. 5 No. 02 (2025): Jurnal Multidisiplin Sahombu, (2025)
Publisher : Sean Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The house construction contracting agreement is one of the named forms of agreement specifically regulated in the Civil Code. The purpose of this research is to find out about the arrangement of the house construction contracting agreement in terms of civil law. This type of research is normative with a conceptual and statutory approach. The nature of the research is descriptive analytical. The data used is secondary data consisting of primary and secondary legal materials while data analysis is carried out qualitatively. The contracting agreement is regulated in Chapter 7 A of Book III, Article 1601 b to Article 1616 of the Civil Code. Article 1601 b of the Civil Code states that a work contracting agreement is an agreement that the first party, namely the contractor, binds himself to complete a job for the other party, namely the employer. In a contracting agreement, there is one party who buys work (bouwheer) with another party who is obliged to buy work (contractor / contractor), where the first party wants a work result that is agreed upon by the opposing party, upon payment of an amount of money as a contracting price. For this reason, it is recommended that the agreement be carried out in good faith by the parties to avoid disputes.
ENFORCEMENT OF STATUTORY LAWS NO. 8 OF 1999 TO MAKE IT REAL FAIR CONSUMER PROTECTION Muhammad Nurrohim
Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum Vol. 23 No. 2 (2024): Pena Justisia
Publisher : Faculty of Law, Universitas Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31941/pj.v23i2.4827

Abstract

Kemajuan jaman yang diiringi dengan semakin canggihnya teknologi, membuka peluang baru dalam sektor ekonomi pembangunan secara nasional. Peluang baru, yaitu peluang  usaha in diharapkan dapat mendorong sektor ekonomi makro menjadi semakin maju sehingga mampu meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat Indonesia, dengan adanya peningkatan peluang usaha di dunia modern inimaka barang dan jasa sebagai komoditi utama tentu akan semakin berkembang pula. Namun demikian, barang dan jasa sebagai hal unsur dalam transaksi ekonomi tersebut membuka peluang kepada munculnya kemungkinan kerugian yang dialami oleh konsumen sebagai bagian dari kecurangan, kelalaian, ataupun kesengajaan pihak pelaku usaha. Kondisi ini memunculkan pemahaman pada perlunya perlindungan terhadap konsumen sebagai pihak yang sering kali dirugikan oleh ulah pelaku usaha yang ‘nakal’ tersebut. Pada kenyataannya telah terbentuk suatu lembaga yang bertujuan untuk membawa konsumen dalam mempertahankan haknya sebagai konsumen yaitu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, akan tetapi para konsumen tetap masih enggan menempuh melalui lembaga peradilan bagi dirinya sehingga lebih bersifat pasrah terhadap apa yang dialaminya.