Taufik Ahmad
Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

MASYARAKAT ADAT DAN KONFLIK-KONFLIK PERTAMBANGAN: KASUS PERTAMBANGAN EMAS DI MORONENE, BOMBANA, SULAWESI TENGGARA Taufik Ahmad
Pangadereng : Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 4, No 2 (2018)
Publisher : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (272.121 KB) | DOI: 10.36869/pjhpish.v4i2.45

Abstract

Desentralisasi memberi ruang kepada pemerintah daerah untuk mengelolah sumber daya alam di wilayahnya sehingga juga membuka ruang liberalisasi sektor pertambangan. Sumber daya tambang tidak hanya menjadi magnet bagi perusahaan pertambangan, tetapi juga memicu munculnya pertambangan rakyat baik dilakukan oleh individu maupun kelompok-kelompok sosial penambang. Penelitian ini mengambil fokus penambangan emas serta konflik-konflik pertambangan yang muncul di wilayah masyarakat adat Moronene. Dengan menggunakan analisis interdisiplin (sejarah-antrologi), penelitian ini menunjukkan bahwa maraknya pertambangan di atas tanah ada suku Moronene mengakibatkan semakin terpinggirnya peran komunitas adat dalam pengelolaan sumber daya alam mereka. Keadaan ini diperparah dengan munculnya kelompokkelompok sosial penambang serta masuknya perusahaan-perusahaan pertambangan berskala nasional dan lokal. Akibat lebih jauh, terjadi saling klaim dan tumpang tindih pemilikan lahan antara perusahaan, kelompok-kelompok penambang rakyat dan masyarakat adat. Wilayah suku Moronene semakin rentan dengan konflik sosial. Sector pertambangan memperlihatkan sifatnya yang paradoksal. Di lain sisi meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat dan mendorong pembangunan infrastukur, namun di sisi lain mengakibatkan munculnya masalah-masalah sosial baru dalam masyarakat Moronene. 
TRAJEKTORI JARINGAN ULAMA DI BONE DAN WAJO 1900-1950 Taufik Ahmad
Pangadereng : Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 4, No 1 (2018)
Publisher : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (392.363 KB) | DOI: 10.36869/pjhpish.v4i1.68

Abstract

Pembentukan dan perkembangan jaringan ulama tidak dapat dipisahkan dengan perubahan-perubahan sosial politik regional dan global. Munculnya gejolak politik di Timur Tengah mempengaruhi ritme perkembangan jaringan ulama di Sulawesi Selatan. Studi ini bermaksud untuk menganalisis jaringan ulama di wilayah Bone dan Wajo 1900-1950. Dengan menggunakan metodologi sejarah, studi ini membuktikan bahwa trajektori jaringan ulama di wilayah Bone dan Wajo berkerja secara fleksibel dalam mersepon perubahan sosial politik dalam konteks lebih luas. Pada decade awal abad ke 20, ketika kontrol pemerintah Hindia Belanda menguat, transmisi intelektual Islam bekerja secara non-formal yang diperankan oleh imam-imam melalui pengajianpengajian kitab di masjid. Ketika politik etis Hindia Belanda mulai menghasilkan elite baru yang terdidik, jaringan ulama pun dengan dukungan otoritas lokal merespon dengan membangun basis pendidikan yang lebih modern. Berdirinya pesantrean As‟Adiyah di Sengkang dan Madrasah Amiriah di Watampone adalah respon atas pentingnya Pendidikan Islam modern.Akibatnya lebih jauh, akses pendidikan tidak lagi terbatas pada lingkaran kekerabatan, namun melonggar dan semakin terbukanya ruang kepada setiap orang untuk belajar agama. Transmisi intelektual Islam melalui Pendidikan modern ini selanjutnya melahirkan elite-elite baru dalam masyarakat Bone dan Wajo.