Sugeng Wibowo
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENYERTAAN MODAL ORGANISASI DALAM BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS (PT) DI AMAL USAHA MILIK PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH KABUPATEN PONOROGO Sugeng Wibowo
Ekuilibrium : Jurnal Ilmiah Bidang Ilmu Ekonomi Vol 8, No 2 (2013): September
Publisher : Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (945.957 KB) | DOI: 10.24269/ekuilibrium.v8i2.40

Abstract

Persyarikatan Muhammadiyah adalah merupakan organisasi Islam modern yang bergerak dalam bidang dakwah amar ma?ruf nahi munkar dan tajdid yang diwujudkan dalam usaha disegala bidang kehidupan. Sebagai bagian dari organisasi kemasyarakatan keagamaan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Ponorogo mengembangkan sayap dakwahnya melalui bidang ekonomi kerakyatan dengan mendirikan Baitul Mal wa Tamwil (BMT), Swalayan, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Pembiayaan Rakyat Syari?ah (BPRS) dan lembaga penyiaran publik atau Radio. Dari usaha ekonomi tersebut diatas terdapat empat jenis kegiatan dengan badan hukum Perseroan Terbatas (PT). Dari aspek hukum terdapat perbedaan regulasi. Keberadaan ormas diatur dalam Undang-undang nomor 8 tahun 1985, sedangkan kegiatan usaha dalam bentuk PT diatur undang-undang nomor 40 tahun 2007. Dengan demikian maka kepemilikan modal seperti Muhammadiyah pada dasarnya tidak diperbolehkan. Untuk mensiasati perbedaan tersebut penyertaan modal organisasi diatur dengan beberapa mekanisme, yaitu : pertama, modal/saham perseorangan yaitu saham yang dimiliki anggota Muhammadiyah dengan hak dan kewajiban yang melekat secara personal. Kedua, Modal/Saham Amal Usaha Muhammadiyah adalah pembelian saham yang sumber keuangannya dikeluarkan secara resmi oleh badan/amal usaha atau pegawainya, meskipun secara administrasi perseroan pencatatan sahamnya tetap atas nama pribadi. Ketiga, Saham organisasi yaitu kepemilikan saham yang sumber dananya diperoleh dari kas organisasi yaitu Muhammadiyah, Aisyiyah dan organisasi otonom (ortom). Kaitan langsung antara penyertaan modal dan kewenangan pengangkatan Direksi serta Dewan Komisaris secara normatif tidak ada kecuali pada awal pendirian. Mekanisme pengangkatan dan pemberhentian telah diatur melalui undang-undang yang sepenuhnya harus melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
INTEGRASI EPISTIMOLOGI HUKUM TRANSENDENTAL SEBAGAI PARADIGMA HUKUM INDONESIA Sugeng Wibowo
Legal Standing : Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 1 (2017): Maret
Publisher : Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1370.435 KB) | DOI: 10.24269/ls.v1i1.570

Abstract

Tulisan ini akan mengkaji persoalan epistimologi hukum transendental sebagai reaksi dominasi positivisme hukum beserta variabel pemicu  untuk mempercepat kontraksi paradigma  hukum Indonesian. Refleksi atas perjalanan pemikiran filsafat hokum sudah lama dimulai dan tampaknya telah mencapai titik nadir sehingga diperlukan rekonstruksi epistimologi yang lebih radikal. Akar masalah yang sedang terjadi sekarang ini adalah ketidakpercayaan terhadap konsep modernisme dalam segala aspek kehidupan.  Kehadiran pendekatan pistimologi hukum transendental menjadi titik balik dari hegemoni  positivisme  yang selama ini banyak dipersoalkan karena dampaknya yang destruktif  bagi kehidupan umat manusia.  Positivisme telah berkembang menjadi  pemikiran  mainstream hukum modern yang pada kenyataanya telah mengantar persoalan hukum menjadi salah satu penyumbang terbesar hancurnya peradaban manusia. Posisi positivisme melahirkan manusia modern tidak memiliki horizon spiritual, bukan karena horizon spiritual itu tidak ada tetapi karena manusia modern berdiri di pinggir lingkaran eksistensi yang melahirkan keterasingan pada diri sendiri. Epistimologi  hukum transendental diyakini akan banyak mendapat respon posisitif karena hadir bersamaan dengan semangat kebangkitan nilainilai spiritual serta diharapkan mampu menjadi rintisan bagi terbentuknya system hokum Indonesia yang lebih berperadaban. Bangunan epistimologi hukum transendental merupakan keniscayaan yang harus dikembangkan untuk mengangkat harkat dan martabat hukum ditengah arus pusaran perubahan paradigma ilmu pengetahuan. Beberapa pemikiran kritis memberikan peluang yang sangat memungkinkan untuk merekonstruksi paradigma hukum agar dapat berdialog dengan disiplin ilmu pengetahuan lain untuk saling memberikan penguatan karena titik persamaan pada semangat mengembangkan nilai transendensi sebagai fitrah manusia.  Kemungkinan lain adalah momen penting munculnya kesadaran pengetahuan kontemporer yang memiliki keinginan yang sama untuk mengeksplore transendensi menjadi paradigma baru. Ilmu pengetahuan eksakta telah memulai dan hasilnya menggembirakan seperti pada kedokteran, psikologi dan neorosains. Integrasi hukum transendental sebagai paradigma hukum Indonesia dapat diletakkan dalam kerangka menjaga kepercayaan dan ekspektasi masyarakat agar tetap pada keyakinannya tentang keutuhan Indonesia. Posisi epistimologi hukum transcendental sebagai  paradigma hukum Indonesia merupakan keniscayaan yang dapat diujudkan. Hal pertama yang perlu perjelas adalah mendudukan Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm harus dilihat sebagai bentuk pemahaman filosofi yang masih terbuka ruang untuk dialog.