Mawardi Mawardi
Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

KONSEP PERWALIAN PERNIKAHAN ANAK ZINA DALAM TATANAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG Mawardi Mawardi
Qiyas : Jurnal Hukum Islam dan Peradilan Vol 5, No 2 (2020): OKTOBER
Publisher : IAIN Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/qys.v5i2.3808

Abstract

Abstrack Penelitian ini dilatarbelakangi oleh maraknya akhir-akhir ini anak lahir di luar nikah atau anak zina. Hal ini disebabkan oleh masih adanya yang menyalahkan gunakan perkawinan dengan menodai makna dan tujuan dari perkawinan itu sendiri dengan melakukan zina atau berhubungan seks di luar nikah yang berakibat rusaknya sebuah perkawinan sehingga menimbulkan permasalahan yang mana di sebut perkawinan wanita hamil di luar nikah kemudian dapat menimbulkan permasalahan baru yaitu dengan status anak mereka yang dapat menimbulkan perselisihan dalam lingkungan masyarakat pada umumnya ataupun para ahli hukum mengenai status anak tersebut sah atau tidak sahnya perkawinan tersebut dilaksanakan, khususnya yang berkaitan dengan perwalian.  Hasil kajian menunjukkan bahwa meskipun MK telah memutuskan hubungan perdata antara anak zina dengan ayah biologisnya, namun masalah perwaliannya dalam pernikahan anak zina tidak secara tegas disebutkan dalam pernikahan tersebut. Dengan demikian anak zina sejalan dengan hukum nasional Indonesia selama ini (Pasal 43 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974), tidak memiliki hak dari ayahnya. Karena anak zina hanya memiliki hubungan dengan ibunya, maka dari ayah biologisnya anak tersebut tidak memiliki hak apapun yang bisa diperolehnya, karena secara hukum baik hukum agama maupun hukum nasional dia tidak memiliki pertalian darah (nasab) dengan laki-laki yang merupakan ayah biologisnya. Dari sinilah anak zina tidak memperoleh hak-hak materil dan moril dari ayahnya, seperti hak pemeliharaan, hak nafkah, hak perwalian nikah bagi anak perempuan dan hak saling mewarisi. Kata kunci : status perwalian, anak zina, KHI dan UU Nomor 1 Tahun 1974  AbstrackThis research is motivated by the recent rise of children born out of wedlock or adultery. This is due to the fact that there are still those who blame the use of marriage by tarnishing the meaning and purpose of marriage itself by committing adultery or having sex outside of marriage which results in damage to a marriage causing problems which are called marriage of pregnant women out of wedlock which can then cause problems. new, namely the status of their child which can cause disputes in the community in general or legal experts regarding the status of the child whether the marriage is valid or not valid, especially in relation to guardianship. The results of the study show that although the Constitutional Court has severed the civil relationship between the adulterous child and the biological father, the issue of guardianship in the marriage of an adulterous child was not explicitly stated in the marriage. Thus, adultery children in line with Indonesian national law so far (Article 43 paragraph (1) Law No.1 of 1974), do not have rights from their father. Because an adulterous child only has a relationship with his mother, from his biological father the child does not have any rights that can be obtained, because legally, both religious law and national law, he does not have blood ties (nasab) with a male who is his biological father. This is where the adulterous child does not get material and moral rights from his father, such as maintenance rights, living rights, marriage guardianship rights for girls and mutual inheritance rights. Keywords: guardianship status, adultery, KHI and Law Number 1 Year 1974
KONSEP PERWALIAN PERNIKAHAN ANAK ZINA DALAM TATANAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG Mawardi Mawardi
Qiyas : Jurnal Hukum Islam dan Peradilan Vol 5, No 2 (2020): OKTOBER
Publisher : IAIN Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/qys.v5i2.3808

Abstract

Abstrack Penelitian ini dilatarbelakangi oleh maraknya akhir-akhir ini anak lahir di luar nikah atau anak zina. Hal ini disebabkan oleh masih adanya yang menyalahkan gunakan perkawinan dengan menodai makna dan tujuan dari perkawinan itu sendiri dengan melakukan zina atau berhubungan seks di luar nikah yang berakibat rusaknya sebuah perkawinan sehingga menimbulkan permasalahan yang mana di sebut perkawinan wanita hamil di luar nikah kemudian dapat menimbulkan permasalahan baru yaitu dengan status anak mereka yang dapat menimbulkan perselisihan dalam lingkungan masyarakat pada umumnya ataupun para ahli hukum mengenai status anak tersebut sah atau tidak sahnya perkawinan tersebut dilaksanakan, khususnya yang berkaitan dengan perwalian.  Hasil kajian menunjukkan bahwa meskipun MK telah memutuskan hubungan perdata antara anak zina dengan ayah biologisnya, namun masalah perwaliannya dalam pernikahan anak zina tidak secara tegas disebutkan dalam pernikahan tersebut. Dengan demikian anak zina sejalan dengan hukum nasional Indonesia selama ini (Pasal 43 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974), tidak memiliki hak dari ayahnya. Karena anak zina hanya memiliki hubungan dengan ibunya, maka dari ayah biologisnya anak tersebut tidak memiliki hak apapun yang bisa diperolehnya, karena secara hukum baik hukum agama maupun hukum nasional dia tidak memiliki pertalian darah (nasab) dengan laki-laki yang merupakan ayah biologisnya. Dari sinilah anak zina tidak memperoleh hak-hak materil dan moril dari ayahnya, seperti hak pemeliharaan, hak nafkah, hak perwalian nikah bagi anak perempuan dan hak saling mewarisi. Kata kunci : status perwalian, anak zina, KHI dan UU Nomor 1 Tahun 1974  AbstrackThis research is motivated by the recent rise of children born out of wedlock or adultery. This is due to the fact that there are still those who blame the use of marriage by tarnishing the meaning and purpose of marriage itself by committing adultery or having sex outside of marriage which results in damage to a marriage causing problems which are called marriage of pregnant women out of wedlock which can then cause problems. new, namely the status of their child which can cause disputes in the community in general or legal experts regarding the status of the child whether the marriage is valid or not valid, especially in relation to guardianship. The results of the study show that although the Constitutional Court has severed the civil relationship between the adulterous child and the biological father, the issue of guardianship in the marriage of an adulterous child was not explicitly stated in the marriage. Thus, adultery children in line with Indonesian national law so far (Article 43 paragraph (1) Law No.1 of 1974), do not have rights from their father. Because an adulterous child only has a relationship with his mother, from his biological father the child does not have any rights that can be obtained, because legally, both religious law and national law, he does not have blood ties (nasab) with a male who is his biological father. This is where the adulterous child does not get material and moral rights from his father, such as maintenance rights, living rights, marriage guardianship rights for girls and mutual inheritance rights. Keywords: guardianship status, adultery, KHI and Law Number 1 Year 1974