Anton Ario
Conservation International Indonesia

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Preliminary study on bird and mammal diversity at ecosystem restored areas in the Gunung Gede Pangrango National Park, West Java, Indonesia Anton Ario; Iip Latipah Syaepulloh; Dede Rahmatulloh; Irvan Maulana; Supian Supian; Dedi Junaedi; Asep Yandar; Hasan Sadili; Arie Yanuar
Indonesian Journal of Applied Environmental Studies Vol 1, No 2 (2020): Volume 1 Number 2 October 2020
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (835.747 KB) | DOI: 10.33751/injast.v1i2.2190

Abstract

Since 2008, Conservation International Indonesia (CI Indonesia) has been working together with Gunung Gede Pangrango National Park (GGPNP) develop ecosystem restoration program in extended critical land area of National Park. More than 120,000 trees of 8 native species trees planted in an area of 300 hectares. Now the ecosystem has been restored and provides multiple benefits including become a new habitat for wildlife. The preliminary study on birds and mammals diversity in restored area was conducted in 2 months from April to May 2018 in Nagrak resort, GPPNP. The aim of this study is to assess the diversity on mammals and bird within ecosystem restored in the GGPNP. Birds were surveyed using point counts method, and mammals using camera trap. The results shows a total of 33 bird species of 22 families with the total number recorded 1,881 individuals. A total of 10 mammal species of 7 families were captured in the study area with a total of 623 trap days produced 113 independent photos of mammals. The species of mammals consist of Javan leopard (Panthera pardus melas), Leopard cat (Prionailurus bengalensis), Common palm-civet (Paradoxurus hermaphroditus), Small indian-civet (Viverricula indica), Javan gold-spotted mongoose (Hervestes javanicus), Muntjac (Muntiacus muntjac), Long-tiled macaque (Macaca fascicularis), Javan porcupine (Hystrix javanicus), Wild boar (Sus scrofa), and Malayan field rat (Rattus tiomanicus). The results obtained are evidence that restoring ecosystems is important not only for social and economic aspects but ecology for wildlife. The data gathered in this study will provide an important basis for future research and conservation management, and also provide support for biodiversity monitoring.Sejak tahun 2008, Conservation International Indonesia (CI Indonesia) bersama Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) mengembangkan program pemulihan ekosistem di area perluasan taman nasional. Lebih dari 120.000 dari 8 jenis pohon jenis asli taman nasional telah ditanam di luasan 300 hektar. Kini kondisi area telah menjadi hutan kembali dan menyediakan berbagai jasa ekosistem termasuk menjadi habitat satwa liar. Studi pendahuluan tentang keanekaragaman jenis burung dan mamalia di area restorasi dilakukan selama 2 bulan yaitu dari bulan April hingga Mei 2018 di Resot Nagrak TNGGP. Survei burung menggunakan metode point count, sedangkan mamalia dengan menggunakan camera trap. Hasil menunjukkan sebanyak 33 jenis burung dari 22 famili dengan jumlah total tercatat 1.881 individu. Terdeteksi 10 jenis mamalia dari 7 famili di area penelitian dengan total 623 hari rekam dan menghasilkan 113 foto independen mamalia. Jenis  mamalia tersebut yaitu Macan tutul jawa (Panthera pardus melas), Kucing hutan (Prionailurus bengalensis), Musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus), Musang rase (Viverricula indica), Garangan jawa (Hervestes javanicus), Kijang (Muntiacus muntjac), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), Landak jawa (Hystrix javanicus), Babi hutan (Sus scrofa), dan Tikus belukar (Rattus tiomanicus). Hasil yang diperoleh menjadi bukti bahwa memulihkan ekosistem penting tidak hanya dalam aspek sosial dan ekonomi namun juga ekologi bagi satwa liar. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan memberikan dasar penting untuk penelitian masa depan dan manajemen konservasi, dan juga menyediakan dukungan untuk pemantauan keanekaragaman hayati.
Assessing the species diversity in non-conservation areas: A first systematically camera trapping survey in Batang Angkola Landscape, North Sumatra, Indonesia Anton Ario; Sarmaidah Damanik; Ahsan Rabbani; Berto Dionisius Naibaho; Abdul Rojak Hasibuan; Sahiruddin Hasibuan; Muhammad Arif Hasibuan; Ambet Harianja
Indonesian Journal of Applied Environmental Studies Vol 1, No 2 (2020): Volume 1 Number 2 October 2020
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1008.033 KB) | DOI: 10.33751/injast.v1i2.2385

Abstract

Assessing the species diversity in non-conservation areas is crucial to understanding for conservation interventions and management. We used camera trapping to investigate the species diversity in the Batang Angkola Landscape in North Sumatra. The study on species diversity in the area was conducted in 5 months from February to June 2020. The aim of this study is to assess the species diversity in Batang Angkola landscape as a reference for the improvement of the management and policy with a special interest in proving the existence of wildlife species in the landscape. We compiled a species diversity, richness and evenness investigated conducted a test to Shannon wiener analyses. Based on 1,283 photograph at 60 camera traps stations during 2,923 trap days, we identified 27 different species (24 species are terrestrial mammals, 2 species are birds, and 1 species is reptile), including five classified as threatened according to the IUCN. Based on the calculation of the Relative Abundance Indices for each species per 100 trap days, pig-tailed macaque  had the highest RAI (3.63 photograph /100 trap days), followed by wild boar and muntjac were (1.33 and 1.27 photographed/100 traps days respectively). Based on Shannon Weiner analysis shows the analysis of species diversity (H), which showed that in the northern and southern areas it was moderate (2.40 and 2.45 respectively). The level of evenness between north and south areas shows high evenness (0.77 and 0.79 respectively). The level of species richness between north and south shows moderate to high levels in the two areas (3.95 and 4.42 respectively). Our findings suggest that Batang Angkola Landscape supports a high species richness. Continued survey efforts need to be combined with detailed ecological data collection and effective management in the region.Menilai keanekaragaman spesies di kawasan non-konservasi sangat penting untuk memahami upaya pengelolaan dan intervensi konservasi. Kami menggunakan camera trap untuk menyelidiki keanekaragaman spesies di Bentang Alam Batang Angkola di Sumatera Utara. Kajian keanekaragaman jenis di kawasan ini dilakukan selama 5 bulan dari Februari hingga Juni 2020. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji keanekaragaman jenis di bentang alam Batang Angkola sebagai acuan perbaikan tata kelola dan kebijakan, spesifik pada membuktikan keberadaan spesies satwa liar. Data keanekaragaman spesies, kekayaan dan kemerataan yang kami kumpulkan, dianalisis dengan Shannon wiener. Berdasarkan 1.283 foto di 60 stasiun perangkap kamera selama 2.923 hari rekam, kami mengidentifikasi 27 spesies berbeda (24 spesies mamalia darat, 2 spesies burung, dan 1 spesies reptil), termasuk lima jenis yang diklasifikasikan sebagai satwa terancam menurut IUCN. Berdasarkan perhitungan Indeks Kelimpahan Relatif untuk setiap spesies per 100 hari rekam, beruk memiliki RAI tertinggi (3,63 foto / 100 hari rekam), disusul babi hutan dan kijang (masing-masing 1,33 dan 1,27 foto / 100 hari rekam). Berdasarkan analisis Shannon-Weiner untuk keanekaragaman jenis (H) menunjukkan bahwa di wilayah utara dan selatan dalam kategori sedang (masing-masing 2,40 dan 2,45). Tingkat kemerataan antara wilayah utara dan selatan menunjukkan tingkat kategori kemerataan yang tinggi (masing-masing 0,77 dan 0,79). Tingkat kekayaan spesies antara utara dan selatan menunjukkan kategori tingkat sedang hingga tinggi di kedua wilayah tersebut (masing-masing 3,95 dan 4,42). Temuan kami menunjukkan bahwa Bentang Alam Batang Angkola mendukung kekayaan spesies yang tinggi. Upaya survey lanjutan perlu digabungkan dengan pengumpulan data ekologi yang terperinci dan pengelolaan yang efektif di wilayah tersebut.
Assessing the species diversity in non-conservation areas: A first systematically camera trapping survey in Batang Angkola Landscape, North Sumatra, Indonesia Anton Ario; Sarmaidah Damanik; Ahsan Rabbani; Berto Dionisius Naibaho; Abdul Rojak Hasibuan; Sahiruddin Hasibuan; Muhammad Arif Hasibuan; Ambet Harianja
Indonesian Journal of Applied Environmental Studies Vol 1, No 2 (2020): Volume 1 Number 2 October 2020
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/injast.v1i2.2385

Abstract

Assessing the species diversity in non-conservation areas is crucial to understanding for conservation interventions and management. We used camera trapping to investigate the species diversity in the Batang Angkola Landscape in North Sumatra. The study on species diversity in the area was conducted in 5 months from February to June 2020. The aim of this study is to assess the species diversity in Batang Angkola landscape as a reference for the improvement of the management and policy with a special interest in proving the existence of wildlife species in the landscape. We compiled a species diversity, richness and evenness investigated conducted a test to Shannon wiener analyses. Based on 1,283 photograph at 60 camera traps stations during 2,923 trap days, we identified 27 different species (24 species are terrestrial mammals, 2 species are birds, and 1 species is reptile), including five classified as threatened according to the IUCN. Based on the calculation of the Relative Abundance Indices for each species per 100 trap days, pig-tailed macaque  had the highest RAI (3.63 photograph /100 trap days), followed by wild boar and muntjac were (1.33 and 1.27 photographed/100 traps days respectively). Based on Shannon Weiner analysis shows the analysis of species diversity (H), which showed that in the northern and southern areas it was moderate (2.40 and 2.45 respectively). The level of evenness between north and south areas shows high evenness (0.77 and 0.79 respectively). The level of species richness between north and south shows moderate to high levels in the two areas (3.95 and 4.42 respectively). Our findings suggest that Batang Angkola Landscape supports a high species richness. Continued survey efforts need to be combined with detailed ecological data collection and effective management in the region.Menilai keanekaragaman spesies di kawasan non-konservasi sangat penting untuk memahami upaya pengelolaan dan intervensi konservasi. Kami menggunakan camera trap untuk menyelidiki keanekaragaman spesies di Bentang Alam Batang Angkola di Sumatera Utara. Kajian keanekaragaman jenis di kawasan ini dilakukan selama 5 bulan dari Februari hingga Juni 2020. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji keanekaragaman jenis di bentang alam Batang Angkola sebagai acuan perbaikan tata kelola dan kebijakan, spesifik pada membuktikan keberadaan spesies satwa liar. Data keanekaragaman spesies, kekayaan dan kemerataan yang kami kumpulkan, dianalisis dengan Shannon wiener. Berdasarkan 1.283 foto di 60 stasiun perangkap kamera selama 2.923 hari rekam, kami mengidentifikasi 27 spesies berbeda (24 spesies mamalia darat, 2 spesies burung, dan 1 spesies reptil), termasuk lima jenis yang diklasifikasikan sebagai satwa terancam menurut IUCN. Berdasarkan perhitungan Indeks Kelimpahan Relatif untuk setiap spesies per 100 hari rekam, beruk memiliki RAI tertinggi (3,63 foto / 100 hari rekam), disusul babi hutan dan kijang (masing-masing 1,33 dan 1,27 foto / 100 hari rekam). Berdasarkan analisis Shannon-Weiner untuk keanekaragaman jenis (H) menunjukkan bahwa di wilayah utara dan selatan dalam kategori sedang (masing-masing 2,40 dan 2,45). Tingkat kemerataan antara wilayah utara dan selatan menunjukkan tingkat kategori kemerataan yang tinggi (masing-masing 0,77 dan 0,79). Tingkat kekayaan spesies antara utara dan selatan menunjukkan kategori tingkat sedang hingga tinggi di kedua wilayah tersebut (masing-masing 3,95 dan 4,42). Temuan kami menunjukkan bahwa Bentang Alam Batang Angkola mendukung kekayaan spesies yang tinggi. Upaya survey lanjutan perlu digabungkan dengan pengumpulan data ekologi yang terperinci dan pengelolaan yang efektif di wilayah tersebut.
Preliminary study on bird and mammal diversity at ecosystem restored areas in the Gunung Gede Pangrango National Park, West Java, Indonesia Anton Ario; Iip Latipah Syaepulloh; Dede Rahmatulloh; Irvan Maulana; Supian Supian; Dedi Junaedi; Asep Yandar; Hasan Sadili; Arie Yanuar
Indonesian Journal of Applied Environmental Studies Vol 1, No 2 (2020): Volume 1 Number 2 October 2020
Publisher : Universitas Pakuan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33751/injast.v1i2.2190

Abstract

Since 2008, Conservation International Indonesia (CI Indonesia) has been working together with Gunung Gede Pangrango National Park (GGPNP) develop ecosystem restoration program in extended critical land area of National Park. More than 120,000 trees of 8 native species trees planted in an area of 300 hectares. Now the ecosystem has been restored and provides multiple benefits including become a new habitat for wildlife. The preliminary study on birds and mammals diversity in restored area was conducted in 2 months from April to May 2018 in Nagrak resort, GPPNP. The aim of this study is to assess the diversity on mammals and bird within ecosystem restored in the GGPNP. Birds were surveyed using point counts method, and mammals using camera trap. The results shows a total of 33 bird species of 22 families with the total number recorded 1,881 individuals. A total of 10 mammal species of 7 families were captured in the study area with a total of 623 trap days produced 113 independent photos of mammals. The species of mammals consist of Javan leopard (Panthera pardus melas), Leopard cat (Prionailurus bengalensis), Common palm-civet (Paradoxurus hermaphroditus), Small indian-civet (Viverricula indica), Javan gold-spotted mongoose (Hervestes javanicus), Muntjac (Muntiacus muntjac), Long-tiled macaque (Macaca fascicularis), Javan porcupine (Hystrix javanicus), Wild boar (Sus scrofa), and Malayan field rat (Rattus tiomanicus). The results obtained are evidence that restoring ecosystems is important not only for social and economic aspects but ecology for wildlife. The data gathered in this study will provide an important basis for future research and conservation management, and also provide support for biodiversity monitoring.Sejak tahun 2008, Conservation International Indonesia (CI Indonesia) bersama Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) mengembangkan program pemulihan ekosistem di area perluasan taman nasional. Lebih dari 120.000 dari 8 jenis pohon jenis asli taman nasional telah ditanam di luasan 300 hektar. Kini kondisi area telah menjadi hutan kembali dan menyediakan berbagai jasa ekosistem termasuk menjadi habitat satwa liar. Studi pendahuluan tentang keanekaragaman jenis burung dan mamalia di area restorasi dilakukan selama 2 bulan yaitu dari bulan April hingga Mei 2018 di Resot Nagrak TNGGP. Survei burung menggunakan metode point count, sedangkan mamalia dengan menggunakan camera trap. Hasil menunjukkan sebanyak 33 jenis burung dari 22 famili dengan jumlah total tercatat 1.881 individu. Terdeteksi 10 jenis mamalia dari 7 famili di area penelitian dengan total 623 hari rekam dan menghasilkan 113 foto independen mamalia. Jenis  mamalia tersebut yaitu Macan tutul jawa (Panthera pardus melas), Kucing hutan (Prionailurus bengalensis), Musang luwak (Paradoxurus hermaphroditus), Musang rase (Viverricula indica), Garangan jawa (Hervestes javanicus), Kijang (Muntiacus muntjac), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), Landak jawa (Hystrix javanicus), Babi hutan (Sus scrofa), dan Tikus belukar (Rattus tiomanicus). Hasil yang diperoleh menjadi bukti bahwa memulihkan ekosistem penting tidak hanya dalam aspek sosial dan ekonomi namun juga ekologi bagi satwa liar. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan memberikan dasar penting untuk penelitian masa depan dan manajemen konservasi, dan juga menyediakan dukungan untuk pemantauan keanekaragaman hayati.