Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Seni Rupa ‘Biasa-Biasa Saja’ Karya Herman ‘Beng’ Handoko Much Sofwan Zarkasi
Journal of Contemporary Indonesian Art Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/jocia.v1i1.1729

Abstract

Artikel yang mengambil judul “Seni Rupa ‘Biasa-Biasa Saja’ Karya Herman ‘Beng’ Handoko” ini bertujuan memahami kreativitas dan menginterpretasi estetika seni rupa karya Herman ‘Beng’ Handoko atau yang sering dipanggil Beng Herman. Artikel penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan memahami proses kreatif Beng Herman menggunakan teori Deteritorialisasi dari Gilles Deleuze, dan memahami estetika karya Beng Herman dengan pendekatan estetika dari Clive Bell, yang menginformasikan seni sebagai pengalaman pribadi yang mengadirkan bentuk bemakna (significant form). Penelitian ini menghasilkan temuan berupa: pertama, seni rupa karya Beng Herman hadir dari sebuah rutinitas berolah rasa dan berfikir yang membebaskan dirinya dari batasan-batasan di luar dirinya yang penuh pembatasan sehingga karyanya hadir dari perasaan murni dari dalam dirinya. Pembebasan tersebut menjadikan rutinitas kegiatan berolah seni menjadi kegiatan ‘biasa-biasa saja’ bagi Beng Herman, yang semuanya direspon menjadi sebuah hasrat untuk menghasilkan karya estetis yang luar biasa terkait sebuah kedalaman proses individu yang menampilkan kejujuran tanpa penghakiman terhadap individu-individu lain. Mengapresiasi karya Beng Herman adalah pembelajaran dalam menghargai eksistensi individu, yang sekarang sering tidak dilihat oleh beberapa pemerhati seni karena kecenderungan terpesona oleh eksistensi estetika pasar. Kedua, estetika karya Beng Herman hadir dari susunan kesatuan garis maupun bidang yang dikoordinasi secara bebas, yang kadang tampak pengulangan-pengulangan yang menampilkan irama dinamis. Garis yang diulang-ulang sedemikian rupa, atau kadang hanya bidang-bidang geometris pada kertas koran, atau kertas apapun yang sudah terpakai dengan menggunakan tinta hitam, bolpoint, spidol warna hitam, merah, menyadarkan kita akan sebuah bentuk elementer dan suatu kesederhanaan tentang hidup dan kehidupan yang semua orang mengalami. Suatu hal biasa yang menjadi luar biasa adalah ketika sesuatu hal tersebut menjadi pengalaman pribadi yang dalam dan menghadirkan kemungkinan-kemungkinan serta makna beragam sesuai pengalaman estetik masing-masing individu.
Pendampingan Proyek Seni Rupa Secara Daring Pada Saat Wabah Covid-19 di Komunitas Ruang Atas Surakarta Satriana Didiek Isnanta; Much Sofwan Zarkasi
Intervensi Komunitas Vol 3 No 1 (2021)
Publisher : ITB Ahmad Dahlan Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32546/ik.v3i1.1123

Abstract

Komunitas Ruang Atas pertama kali didirikan pada tahun 2015, berlokasi di Ngemplak Sutan, RT 1/RW 37 Mojosongo, Surakarta. Awalnya, sebuah rumah kontrakan ditempati oleh beberapa mahasiswa Seni Rupa ISI Surakarta yang tergabung dalam kelompok kecil bernama Pemuda Teyeng (Pe Te). Karena akumulasi bersama beberapa kelompok seperti Pe Te dan SAYAP (Proyek Artis Muda Surakarta). Seiring berjalannya waktu, Ruang Atas menjadi salah satu komunitas seniman muda yang paling aktif di Surakarta dalam menyelenggarakan kegiatan. Masalahnya, pandemi Covid-19 telah membuat program kegiatan seni harus didesain ulang secara online. Dengan adanya hal tersebut maka pelaksana PKM mendampingi Proyek Seni Rupa Online Selama Wabah Covid-19 di Komunitas Ruang Atas Surakarta,” dengan menggunakan metode Participatory Rural Appraisal (PRA) yang menekankan pada keterlibatan masyarakat dalam segala kegiatan mulai dari perencanaan,pelaksanaan, dan evaluasi program kegiatan dan model bina lingkungan, yaitu pendekatan yang melibatkan masyarakat secara langsung sebagai subjek dan objek pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Keluaran dari PKM ini adalah terselenggaranya kegiatan ilmiah dan artikel.
Satriana Didiek Isnanta MAKNA LORO BLONYO DAN DEFORESTASI DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI INTERMEDIA Satriana Didiek Isnanta; Much. Sofwan Zarkasi; Asmoro Nurhadi Panindias
PROSIDING: SENI, TEKNOLOGI, DAN MASYARAKAT Vol 2 (2019): Seni, Teknologi, dan Masyarakat #4
Publisher : LP2MP3M, INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33153/semhas.v2i0.114

Abstract

This research was designed as an experimental study of intermedia art creation based research by reinterpretingthe loro blonyo statue as a source of ideas for creating works. Loro Blonyo is a pair of wooden sculpturesconsisting of a female statue and accompanied by a man wearing a Javanese traditional wedding dress in asitting position. Broadly, the meaning of the Loro Blonyo statue for the Javanese people is the unity of thecouple as a reflection of the harmony of the Javanese mind and harmony. The meaning of the loro blonyostatue is then analyzed, elaborated and reinterpreted. This research is an artistic study with a focus on thestudy of the creation of intermedia art creation using various media based on conceptual thinking with aninterdisciplinary approach. The purpose of this creation is to create a multi-media installation art that usesvisual, motion and sound elements. This artistic research method uses Dharsono’s Creative Creation (2016):research with are ethic and emic approach, exploration, experimentation and formation approach. The resultsof the research were concluded and became the basis for the concept of space-based intermedia artwork,namely multi-media installation art with a visual form of local culture as a strengthening of national identity.