Bintari Puspitasari -
Divisi Fetomaternal Departemen Obstetri dan Ginekologi RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Indonesia

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Terapi laparoskopi niche dan asimptomatik niche: laporan dua kasus Taufik Akbar; Herbert Situmorang; Wulan Ardhana Iswari; Tiarma Uli Pardede; Febriansyah Darus; Bintari Puspitasari -; Sanny Santana; Finekri Abidin; Judi J Endjun
Cermin Dunia Kedokteran Vol 44, No 8 (2017): Obstetri-Ginekologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55175/cdk.v44i8.737

Abstract

Niche adalah gambaran hipoekoik di antara myometrium segmen bawah uterus yang menggambarkan diskontuinitas myometrium di tempat bekas operasi sesar. Angka kejadian niche meningkat seiring meningkatnya angka seksio sesarea, menimbulkan gejala ginekologi seperti perdarahan, chronic pain, dismenorea, dan disparenea. Niche dapat diterapi secara konservatif maupun operatif. Kami melaporkan dua kasus niche dengan gejala berbeda. Kasus pertama dengan gejala perdarahan pasca menstruasi selama 3 tahun dan kasus kedua terdeteksi tanpa gejala. Pada kasus pertama dilakukan perbaikan dengan laparoskopi sedangkan pada kasus kedua tidak dilakukan intervensi. Tidak semua niche harus menjalani tindakan intervensi.A niche is a hypoechoic image between the myometrium in the lower uterine segment, illustrating myometrial discontinuity after a caesarean section. Niche incidence increases along with increasing caesarean section procedure, causing gynecological symptoms such as hemorrhage, chronic pain, dysmenorrhea, and dyspareunia. Niche is treatable, conservatively or surgery. We report two niche cases with different symptoms. The first was a woman with post-menstrual bleeding for three years, the second presented without any symptoms. The first patient was treated with laparoscopic surgery whereas the second did not receive any interventions. Not all niche cases need intervention.
Sindrom Nefrotik dalam Kehamilan M. Dwi Wicaksono -; Wulan Ardhana Iswari -; Tiarma Uli Pardede -; Febriansyah Darus -; Bintari Puspitasari -; Sanny Santana -; Finekri Abidin -; Judi J Endjun -
Cermin Dunia Kedokteran Vol 44, No 8 (2017): Obstetri-Ginekologi
Publisher : PT. Kalbe Farma Tbk.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55175/cdk.v44i8.738

Abstract

Sindrom nefrotik sangat jarang terjadi pada saat kehamilan, insidensinya 0,012-0,025 % dari semua kehamilan.1 Sindrom nefrotik merupakan salah satu diagnosis banding yang penting untuk pre-eklampsia. Berbeda dengan tatalaksana pre-eklampsia yang mempunyai urgensi untuk dilahirkan, pada sindrom nefrotik bertujuan memperpanjang usia kehamilan untuk meningkatkan keluaran bayi.3 Kami melaporkan kasus Ny.B 25 tahun datang pertama kali pada usia kehamilan 13 minggu dengan keluhan edema pada kedua tungkai. Pada urinalisis didapatkan protein positif 3 menggunakan dipstick. Pasien mendapat terapi steroid, diuretik, suplemen albumin, antihipertensi dan obat anti koagulasi. Pada usia kehamilan 34 minggu kehamilan diakhiri karena IUGR (intra uterine growth retardation) berat.Nephrotic syndrome is a rare case in pregnancy, with an incidence of 0,012-0,025% among all pregnancies1. It is an important differential diagnosis to preeclampsia, the most common cause of severe proteinuria and hypoalbuminemia in pregnancy. In contrast to pre-eclampsia, which indicates early termination, the management of nephrotic syndrome aims to prolong gestational age to improve neonatal outcome3. We report a case of a twenty-five year old woman with 13-week first pregnancy and bipedal edema. Dipstick protein +3 was found during urinalysis. The patient was given steroid therapy, diuretics, albumin supplements, antihypertensives, and anticoagulation. The pregnancy was terminated in 34th week due to severe intrauterine growth retardation.