Karya sastra menjadikan bahasa sebagai mediumnya, karena melalui bahasa sastrawan mengimajinasikan pemikiran dan idenya. Genre puisi merupakan salah satu genre sastra. Puisi menjelaskan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dengan kata lain terdapat ketidaklangsunga ekspresi dalam puisi. Penelitian ini berjudul syair al-Hikmah wa al-Mauidzoh Fi Diwan Mahmud al-Warraq dengan pisau analisis Semiotika yang dikemukakan oleh Michael Riffaterre. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini adalah berdasarkan pembacaan heuristik didapatkan arti bahwa seorang manusia harus saling memaafkan kesalahan antara satu sama lain, meskipun kesalahannya itu sangat banyak. Pada pembacaan hermeneutik didapatkan makna yaitu seorang hakim yang mengharuskan dirinya untuk memaafkan kesalahan orang lain, kemudian digambarkan tiga macam hakim yaitu yang mulia, hakim yang hina, dan hakim yang baik atau sebanding dengan hakim yang mulia. Bentuk Model ditemukan empat kalimat yaitu “tiadalah manusia itu, melainkan satu diantara tiga”, “adapun yang sebanding denganku”, “aku jaga diri dari menjawabnya, demi kehormatanku”., “sesungguhnya hormat dengan santun itu, adalah bijaksana,” Dan juga dalam puisi tersebut ditemukan oposisi biner yang dapat disederhanakan yaitu kata maaf dan salah, mulia dan hina, dan kata di atas dan di bawah. Matrik dalam bait puisi ini adalah kebijaksanaan seorang hakim. Adapun pada hubungan intertektual, puisi yang dikemukakan oleh Mahmud Al-Warraq ini terdapat kesamaan dengan ayat al-qur’an, hadits Nabi dan puisi yang dikemukakan oleh Imam Syafi’i dalam Diwannya.