Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

TELAAH TERHADAP ASAS PERSONALITAS KEISLAMAN DIKAITKAN DENGAN TEORI RECEPTIO IN COMPLEXU - A01109047, ETIKA RAHMAWATI
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 1, No 2 (2013): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Peradilan Agama sebagai salah satu sistem Peradilan di Indonesia memiliki Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman dalam menangani perkara-perkara perdata dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah bagi golongan rakyat yang beragama Islam. Salah satu perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dan paling banyak memerlukan campur tangan serta diputus oleh Pengadilan adalah dibidang perkawinan yaitu mengenai masalah perceraian. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, perceraian tidak lagi dipandang sebagai urusan pribadi suami istri atau keluarga kedua belah pihak, tetapi telah menjadi urusan umum yang dikelola oleh Pengadilan. Bagi yang beragama Islam, perceraian diajukan ke Pengadilan Agama sesuai dengan asas personalitas keislaman. Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan metode normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder dengan menggunakan bahan hukum primer dan tersier. Spesifikasi penelitian dengan menggunakan pendekatan perbandingan (Comparative Aprroach) yang berusaha menggambarkan masalah hukum, perbandingan antara asas personalitas keislaman dengan teori receptio in complexu serta mengkajinya secara sistematis. Asas personalitas keislaman adalah asas utama yang melekat pada Undang-undang Peradilan Agama yang mempunyai makna bahwa pihak yang tunduk dan dapat ditundukkan kepada kekuasaan di lingkungan Peradilan Agama adalah hanya mereka yang beragama Islam. Keislaman seseoranglah yang menjadi dasar kewenangan Peradilan Agama dan dengan kata lain, seorang penganut agama non-Islam tidak tunduk dan tidak dapat dipaksakan tunduk kepada kekuasaan Peradilan Agama. Asas Personalitas Keislaman merupakan pembaharuan atau pengembangan dari teori receptio in complexu. Sebelum adanya asas personalitas keislaman, pada tahun 1845 seorang ahli bahasa dan ahli kebudayaan Hindia Belanda yaitu Salomon Keyzer dan Van Den Berg mengemukakan mengenai teori receptio in complexu. Menurut teori ini hukum kebiasaan atau hukum adat adalah hukum agama. Artinya, hukum mengikuti agama yang dianut seseorang. Teori ini menyatukan bahwa hukum adat bangsa Indonesia adalah hukum agamanya masing-masing, jadi hukum tentang berlakunya bagi masyarakat pribumi yang beragama Islam adalah hukum Islam, dan demikian juga bagi penganut agama lain. Asas personalitas keislaman dan teori receptio in complexu memiliki keterkaitan dan saling berhubungan. Namun seiring dengan perkembangan zaman teori receptio in complexu tidak dapat diterapkan sejak zaman kemerdekaan dan sampai saat ini karena tidak sesuai dengan kehidupan yang ada di masyarakat dan banyak mendapat pertentangan. Pada dasarnya asas personalitas keislaman membatasi teori receptio in complexu. Keywords : Asas Personalitas Keislaman, Teori Receptio In Complexu, dan Perkawinan.
PENDAMPINGAN PEMBUATAN AKTA IKRAR WAKAF BAGI MASJID-MASJID DI WILAYAH KECAMATAN RASAU JAYA KABUPATEN KUBU RAYA KALIMANTAN BARAT Etika Rahmawati; Surianto Surianto
Al-Khidmat Vol 3, No 1 (2020): Jurnal Al-Khidmat : Jurnal Ilmiah Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Pusat Pengabdian kepada Masyarakat LP2M UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/jak.v3i1.7730

Abstract

AbstrakPraktik wakaf yang terjadi saat ini belum berjalan tertib dan efisien. Hal ini dikarenakan adanya permasalahan yang muncul seperti: belum disertipikatkannya tanah wakaf yang dijadikan objek wakaf, atau seorang wakif yang telah melakukan ikrar wakaf secara lisan dihadapan ahli waris dan perangkat desa, tetapi belum melakukan ikrar wakaf kepada Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) di Kantor Urusan Agama setempat. Inilah yang terjadi di Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya. Terdapat ± 11 (sebelas) masjid dari total 36 (tiga puluh enam) masjid yang belum memiliki Akta Ikrar Wakaf. Kurangnya pemahaman dan ketidaktahuan serta kesadaran masyarakat mengenai Akta Ikrar Wakaf yang menjadi alasan untuk dilakukannya pendampingan secara langsung. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan metode PAR (Participatory Action Research). Tujuan pendampingan ini adalah untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya Akta Autentik seperti Akta Ikrar Wakaf dan sertipikat tanah wakaf khususnya bagi masjid-masjid di Kecamatan Rasau Jaya. Kegiatan pendampingan ini juga memberikan solusi atau penyelesaian terhadap konflik yang berkaitan dengan Sertifikasi Tanah Wakaf di Kecamatan Rasau Jaya. Hasil pendampingan dapat dijadikan acuan teoritis dan praktis dalam pembuatan Akta Ikrar wakaf dan sertifikasi tanah wakaf, seperti: memberikan kepastian hukum tanah wakaf yang ada di Kecamatan Rasau Jaya sehingga digunakan dengan aman tanpa adanya sengketa di kemudian hari, munculnya kesadaran masyarakat akan pentingnya wakaf, Akta Ikrar Wakaf (AIW) dan sertifikat tanah wakaf, serta sosialisasi dan pelayanan yang optimal dapat diberikan kepada masyarakat melalui peran dan jabatan masing-masing Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), Kantor Urusan Agama (KUA) serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kubu Raya.AbstractThe practice of waqf that has not occurred in an orderly and efficient manner. This is due to problems that arise such as: the non-certification of waqf land which is used as the object of waqf, or a waqif who has made a pledge of waqf verbally before the heirs and village officials, but has not made a pledge of waqf to the Deed of Pledge Endowcement Officer (PPAIW) in The Local Religious Affairs Office. This is happened in Rasau Jaya District, Kubu Raya Regency. There are ± 11 (eleven) mosques out of a total of 36 (thirty-six) mosques that do not yet have the Endowment Pledge Deed. Lack of understanding and ignorance and public awareness about the Deed of Pledge of Waqf which is the reason for direct assistance. The approach in this study uses the PAR method (Participatory Action Research). The purpose of this assistance is to provide an understanding of the importance of authentic deeds such as the Pledge of Endowments and certificates of waqf land especially for mosques in Rasau Jaya District. This assistance activity also provides a solution or resolution to conflicts related to the Endowment Land Certification in Rasau Jaya District. The results of the assistance can be used as a theoretical and practical reference in making the Deed of Waqf Pledge and endowment land certification, such as: providing legal certainty of the waqf land in Rasau Jaya District so that it is used safely without any dispute in the future, the emergence of community awareness of the importance of waqf, Deed of Pledge Endowment (AIW) and endowment land certificates, as well as optimal socialization and services can be provided to the public through the roles and positions of each of the Acting Officials of Endowment Pledge Acts (PPAIW), The Religious Affairs Office (KUA) and The District National Land Agency (BPN) Kubu Raya.
PERALIHAN AGAMA DAN AKIBAT HUKUMNYA DALAM KONTEKS PERKAWINAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA Etika Rahmawati
Jurnal Iqtisad Vol 5, No 1 (2018): Iqtisad
Publisher : Universitas Wahid Hasyim Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/iq.v5i1.2201

Abstract

ABSTRAK            Pluralitas di bidang agama terwujud dalam banyaknya agama yang diakui sah di Indonesia, selain Islam ada agama Hindu, Budha, Kristen, Katolik, dan lain-lain. Salah satu bentuk pola hubungan tersebut tercermin dalam hukum keluarga di Indonesia khususnya dalam bidang perkawinan sejak diundangkannya Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 dan disahkannya Kompilasi Hukum Islam di Indonesia melalui Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991. Landasan hukum agama dalam melaksanakan sebuah perkawinan merupakan hal yang sangat penting dalam UUP, sehingga penentuan boleh tidaknya perkawinan tergantung pada ketentuan agama. Hal ini berarti juga bahwa hukum agama menyatakan perkawinan tidak boleh, maka tidak boleh pula menurut hukum negara.Metode penelitian yang Penulis gunakan adalah Metode Penelitian Yuridis Normatif dengan pendekatan perbandingan hukum (Comparative Approach) yaitu dengan membandingkan berbagai perspektif hukum dibidang perkawinan, bukan hanya hukum Islam tetapi juga Hukum positif di Indonesia. Teori yang digunakan yaitu teori Penaatan Hukum dalam Hukum Islam dan Asas Personalitas Keislaman.Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peralihan agama di Indonesia bukan hanya menjadi pembahasan dan permasalahan dalam hukum agama saja tetapi juga diatur oleh negara dalam bentuk hukum positif Indonesia yaitu dengan diberlakukannya UUP dan KHI yang sampai saat ini menjadi dasar hukum bagi mereka yang melakukan perbuatan hukum berupa perkawinan khususnya bagi pasangan yang beralih agama. Sehingga pasangan tersebut yang melakukan perbuatan hukum berupa perkawinan meskipun dikemudian hari terjadi suatu sengketa perkawinan, maka dasar hukum yang dapat digunakan bagi mereka adalah peraturan perundang-undangan di Indonesia yaitu hukum Islam, KHI dan UUP. Kata Kunci : Peralihan Agama, Asas Personalitas Keislaman, Perkawinan.  Abstract            Plurality in the field of religion embodied in the multiplicity of religions recognized legal in Indonesian, besides Islam there are Hinduism, Buddhism, Christianity, Catholicism, and others. One form of such relations are reflected in patterns of family law in Indonesia, especially in the field of marriage since the promulgation of law Number 1 year 1974 Marriage and legalization of compilation of Islamic law in Indonesian through Instruction The President of the Republic Indonesian number 1 year 1991, June, 10th, 1991. Legal basis of religion in the exercise of a marriage is a very important thing in the UUP, so that the determination of whether a marriage may depend on the provisions of the religion. This means also that religious laws stating marriage should not be, then it should not be according to state of law.The Authors use research method is a method of Normative Juridical approach to Study comparative law (Comparative Approach) is to compare different legal perspectives in the field of marriage, not just Islamic law but also Positive law in Indonesian. The theory being used i.e. the theory of Obedient law in Islamic law and Islamic Personality Principle.The results of this research show that the transition of religion in Indonesian is not only being a discussion and legal problems in religion but is also regulated by the State in the form of positive law with the enactment of Indonesia UUP and KHI until recently became the legal basis for those doing legal form of marriage, especially for couples who change religion. So the couple that did the deed in the form of law the marriage despite later going on a dispute over the marriage, then the legal basis which can be used for them is legislation in Indonesia that is Islamic law, KHI and UUP. Keywords : Changing Religion, Islamic Personality  Principle, Marriage.
PENERAPAN ASAS PERSONALITAS KEISLAMAN DI PENGADILAN AGAMA PONTIANAK DALAM PERKARA PERKAWINAN BAGI PASANGAN YANG BERALIH AGAMA Etika Rahmawati
Al-Adl : Jurnal Hukum Vol 10, No 2 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (751.299 KB) | DOI: 10.31602/al-adl.v10i2.1361

Abstract

Asas Personalitas Keislaman adalah asas utama yang melekat pada Undang-Undang Peradilan Agama yang memberikan makna bahwa pihak yang tunduk dan dapat ditundukkan kepada kekuasaan di lingkungan Peradilan Agama adalah hanya mereka yang beragama Islam. Dapat dikatakan bahwa Keislaman seseoranglah yang menjadi dasar kewenangan Peradilan Agama dan dengan kata lain, seorang penganut agama non-Islam tidak tunduk dan tidak dapat dipaksakan tunduk kepada kekuasaan Peradilan Agama. pemberlakuan Asas ini selalu dikaitkan dengan perkara perdata (bidang tertentu), seperti bidang perkara yang berkaitan dengan hal Perkawinan, baik dalam hal perceraian, pembatalan dan sebagainya. Dalam studi kasus Putusan MA No. 726K/SIP/1976 terdapat suatu pelanggaran asas personalitas keislaman dalam perkara pembatalan perkawinan yang mengakibatkan adanya perbedaan sudut pandang antar dua lembaga peradilan yaitu Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri. Berdasarkan putusan tersebut perlu ditelusuri lebih lanjut mengenai penerapan asas personalitas keislaman di lingkungan Pengadilan Agama Pontianak  khususnya yang berkaitan dengan perkara perkawinan bagi pasangan yang beralih agama.  Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan yuridis normatif (Doctrinal Research) dengan spesifikasi penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Tujuan dari penulisan ini agar masyarakat dapat mengetahui tentang asas personalitas keislaman dengan melihat latar belakang asas personalitas keislaman dalam aspek Hukum Islam dan keberadaan beberapa teori sebelum pemberlakuan asas personalitas keislaman ini, seperti teori Receptio In Complexu yang memiliki keterkaitan dan saling berhubungan dengan asas personalitas Keislaman, sehingga dapat dilihat penerapan asas personalitas keislaman yang ada di lingkungan Pengadilan Agama Pontianak telah diterapkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia atau masih ada pelanggaran yang terjadi pada asas personalitas keislaman di Indonesia.
State Actors in Agrarian Conflicts Rahmawati, Etika; Rahayu, Esmi Warassih Pudji; Sukirno, Sukirno
Journal of Southeast Asian Human Rights Vol 7 No 2 (2023): December 2023
Publisher : University of Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/jseahr.v7i2.43798

Abstract

This study focuses on the involvement of state actors in agrarian conflict. Various policies have been introduced in order to resolve the agrarian conflicts. However, the existence of these policies did not necessarily bring about positive changes in the subsequent years. From 2012 to 2022 (a decade), agrarian conflicts have become increasingly uncontrollable. Throughout the year 2022, there were at least 212 eruptions of agrarian conflicts in various investment and corporate-based business sectors. Permits, concessions, and land rights continued to be granted to companies, even though these companies had caused numerous agrarian conflicts within the community. The implementation of the rule of law concept has not been able to be fully realized as it should. The ongoing agrarian conflicts have demonstrated how the state acts based on power when directly dealing with the community. Using the theories of legitimacy and space production, the issues regarding agrarian conflicts and the state actors involved will be analyzed in-depth. Keywords: Agrarian Conflict, State Actors, Rule of Law