Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Gelombang Ketiga Perekonomian Asia: Pembangunan Ekonomi Berbasis Etnis Yustika, Ahmad Erani
TEMA Vol 6, No 1 (2005)
Publisher : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18202/tema.v6i1.132

Abstract

Dari perspektif sejarah, setidaknya gelombang kebangkitan ekonomi Asia bisa dipilah dalam dua periode. Pertama, pada dekade 1970-an Jepang menerobos perekonomian intemasional dengan kekuatan yang sangat mengesankan. Secara spesifik, Jepang -sebagai pioner negara Asia- produk manufakturnya membanjiri pasar dunia. Bisa dikatakan, fenomena Jepang ini sebagai ‘Gelombang Pertama’ perekonomian Asia. Kedua, pada dekade 1990-an, negara-negara Asia lain, seperti Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong, dan Singapura (yang lebih dikenal sebagai 'Macan Asia ’) turut pula menyerbu pasar intemasional. Fakta ini dalam literatur ekonomi dikenal sebagai formasi 'flying geese’, di mana Jepang sebagai pemimpinnya. Kebangkitan Macan Asia ini sekaligus bisa disimpulkan sebagai ‘Gelombang Kedua perekonomian Asia’. Pada awal Abad 21 inilah Indonesia dan Malaysia bisa merumuskan 'Gelombang Ketiga’ perekonomian Asia sebagai kelanjutan dari dua gelombang ekonomi sebelumnya. Gelombang ketiga perekonomian ini bukan saja bermakna menguasai pasar dunia dengan produk Indonesia dan Malaysia, tetapi juga memberi pijakan baru tentang model pembangunan ekonomi. Pendeknya, berbeda dengan negara pengusung gelombang pertama dan kedua perekonomian Asia yang memiliki karakteristik homogenitas etnis, Indonesia dan Malaysia dapat memacu pembangunan ekonomi berbasis multietnis sebagai terobosan baru.Kata kunci: pembangunan ekonomi, gelombang ketiga, etnis, Asia, Indonesia, Malaysia
THE ROLE OF GOVERNMENT, TRADITIONAL INSTITUTION, AND SOCIAL CAPITAL FOR EMPOWERING SMALL AND MEDIUM INDUSTRIES Ni Nyoman Yuliarmi; Agus Suman; S.M. Kiptiyah; Ahmad Erani Yustika
Journal of Economics, Business, & Accountancy Ventura Vol 15, No 2 (2012): August 2012
Publisher : STIE Perbanas Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14414/jebav.v15i2.75

Abstract

There are some factors which are deemed to have an effect in empowering the small and mediumindustries (SMIs). This study determines the roles of government, traditional institutions, and socialcapital for the empowerment of SMIs. Purposive Sampling method was used to determine the district/city in the sample. Sample units in each selected district/city were used Stratified RandomSampling method as many as 204 people. Structural Equation Modeling (SEM)-based variance isused as analysis technique aided by program Partial Least Square (PLS). The results showed that:1) the role of government through the relevant agencies has not been able to directly influence theempowerment of SMIs. 2) The role of traditional institutions through social roles, cultural, economicand financial has a positive effect for the empowerment of SMIs. 3) Social capital has a positiveeffect on the role of government to empower SMIs. 4) Social capital has a positive effect on therole of traditional institutions for the empowerment of SMIs. 5) Social capital is not directly affectingthe empowerment of SMIs. 6) The role of government through the relevant agencies has a positiveinfluence on the role of traditional institutions for the empowerment of SMIs.
Situasi Pangan Kedepan dan Kebijakan Ketahanan Pangan M. Fadhil Hasan; Ahmad Erani Yustika
JURNAL PANGAN Vol. 17 No. 2 (2008): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v17i2.248

Abstract

Era pangan murah telah berlalu sejak melonjaknya harga pangan akhir-akhir ini.Kompetisi pangan (food), pakan (feed), dan energi (fuel) mendorong peningkatan harga produk pertanian. Kondisi ini diperparah dengan masalah perubahan iklim yang semakin tidak bersahabat bagi kegiatan pertanian. Walaupun dalam publikasi FAO baru-baru ini, Indonesia bukan termasuk sepuluh negara paling rawan pangan di dunia dan juga Asia, namun dengan mempertimbangkan berbagai realitas pertanian yang membujur mulai hulu sampai dengan hilir, kelangkaan pangan sangat mungkin terjadi dalam beberapa tahun ke depan. Pembangunan pertanian dan ketahanan pangan di Indonesia masih belum menampakkan hasil yang memadai. Komitmen pemerintah untuk betul-betul mengembangkan sektor pertanian belum tampak, bahkan cenderung semakin turun dari waktu ke waktu. Kenaikan harga pangan saat ini seharusnya menjadi berkah bagi Indonesia yang dikenal memiliki sumber daya pertanian cukup melimpah dan bukannya menjadi beban dan masalah. Pengelolaan yang diiringi dengan strategi kebijakan yang tepat menjadi kunci bagi persoalan pertanian saat ini. Berpijak pada realitas tersebut, tulisan ini mencoba menggambarkan perkembangan sektor pertanian selama ini, sekaligus menawarkan pendekatan kebijakan yang komprehensif dan integral bagi perbaikan arah pembangunan sektor pertanian sekarang dan ke depan. Tujuannya supaya ketahanan pangan nasional bisa terealisir, tidak hanya pada tingkatan tercukupinya produksi pangan tetapi juga dari sisi aksesibilitas dan stabilitas harga.