Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

SEMIOTIKA DALAM KRITIK TEATER INDONESIA Suyadi San
MEDAN MAKNA: Jurnal Ilmu Kebahasaan dan Kesastraan Vol 3, No 1 (2006): Medan Makna
Publisher : Balai Bahasa Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/mm.v3i1.771

Abstract

Kritik teater yang ideal adalah kritik yang mempunyai sikap keterbukaan dari pihak kritikus sendiri. Bukan orang yang mewakili tren atau ‘ideologi’ tertentu, tetapi seorang yang selalu menguji seleranya sendiri, mempertahankan kepekaannya yang normal, dan selalu berusaha atau melatih diri untuk bisa berapresiasi dengan sebanyak mungkin bidang maupun jenis ilmu lainnya. Seorang kritikus tidak cukup hanya berbekal apresiasi dan keinginan baik saja, tetapi juga mengerti bahasa objeknya, bahasa teknik teater. Karena itu, kritikus harus tumbuh dengan karya teater itu sendiri, bukan berada di luar teater. Kritikus harus fungsional sebagai jembatan antara seniman dan masyarakat. Dalam melaksanakan kritiknya, kritikus harus berpedoman pada realita, kriteria, dan tanggung jawab. Seorang kritikus teater sudah barang tentu harus pernah atau bersedia meluangkan waktu untuk berkeringat dan berdebu dengan para seniman teater, hingga ia tidak hanya memahami tetapi juga menghayati realitas (kenyataan) teater seperti yang dialami para senimannya. Kritikus teater juga harus mengenal betul peta-teater dalam masyarakatnya, suatu perspektif yang akan dipergunakannya di dalam memahami dan menilai setiap gejala dan perubahan dalam dunia tetaer. Agar menjadi kritikan yang ideal di tengah masyarakat dan senimannya, maka penulis kritik teater perlu memahami sejumlah persyaratan. Syarat-syarat seorang kritikus setidaknya harus melibatkan tiga unsur penting sekaligus, yakni kognitif, emotif, dan evaluatif. Sebab, kritikus memang pekerja yang bertugas mendekatkan karya dengan penikmat. Dengan analisis yang masuk akal, berdasarkan pengetahun yang mendalam serta selera yang terpercaya, dan kedewasaan apalagi tanggung jawab, ia diharapkan dapat mengajak penikmat sastra mengapresiasi suatu karya secara lebih baik. Masalah yang timbul adalah kriteria penilaian terhadap penilaian yng diberikan kritikus itu, sangatlah relatif dan subjektif.