Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Meretas Budaya Masyarakat Batak Toba dalam Cerita Sigalegale Nurelide Nurelide
MEDAN MAKNA: Jurnal Ilmu Kebahasaan dan Kesastraan Vol 5, No 1 (2008): Medan Makna
Publisher : Balai Bahasa Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/mm.v5i1.802

Abstract

Sastra lisan pada hakekatnya adalah tradisi yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat tertentu. Keberadaannya diakui, bahkan sangat dekat dengan kelompok masyarakat yang memilikinya. Dalam sastra lisan, isi ceritanya seringkali mengungkapkan keadaan sosial budaya masyarakat yang melahirkan. Biasanya sastra lisan berisi berupa gambaran latar sosial, budaya, serta sistem kepercayaan. Kebudayaan masyarakat Batak Toba dengan sistem patrilinealnya, sistem kepercayaan, serta kesenian tergambar dalam cerita Sigale-gale.Fokus kajian yang dibahas adalah bagaimanakah konsep kebudayaan masyarakat Batak Toba yang terdapat dalam cerita SGG. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah antropologi sastra, dengan memanfaatkan teori kebudayaan untuk menganalisis konsep kebudayaan masyarakat Batak Toba yang terdapat dalam cerita SGG.Hasil penelitian cerita SGG ini menunjukkan bahwa masyarakat Batak Toba di Samosir mengungkapkan bahwa tujuan hidup yang utama masyarakat Batak Toba pada zaman dahulu, yaitu setiap orang berkeinginan mencapai hamoraon (kekayaan), hagabeon (keturunan) dan hasangapon (kehormatan). Khusus mengenai tujuan hidup untuk mendapat berkat melalui keturunan (hagabeon) itu, dalam pandangan masyarakat Batak tradisional bahwa memiliki banyak anak adalah sangat penting. Bagi masyarakat Batak Toba yang menganut sistem kekerabatan patrilineal. Anak laki-laki memiliki arti penting di dalam kehidupan keluarga. Keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki diibaratkan sebatang pohon yang tidak memiliki akar. Setiap anak laki-laki mempunyai kewajiban mengurus dan meneruskan kelangsungan hidup keluarga. Masyarakat Batak menginginkan kematian yang ideal menurut adat kematian, yang dicita-citakan oleh setiap anggota masyarakat Batak Toba, yaitu berusia lanjut, beranak, bercucu, bercicit, dan berbuyut. Semua keturunanannya gabe (banyak keturunan) dan maduma (hidup sejahtera), tidak ada cacat dan celanya. Kematian itu disebut saurmatua.Kata kunci: Kebudayaan tradisional Batak Toba, struktural, makna budaya