Opera Batak yang terlahir dari masyarakat Batak Toba mengalami mati suri sejak tahun 1980-an, setelah melalui perjuangan masa kolonial hingga masa kemerdekaan NKRI. Hingga pada awal abad ke-21 sekitar tahun 2000-an Opera Batak muncul kembali dengan penamaan, struktur dan makna pertunjukan berbeda. Kehadiran PLOt sebagai wujud tranformasi Opera Batak dari TIlhang Serindo, dipahami melalui teori transformasi-transisi Svašek, dengan pendeskripsian Opera Batak Klasik dan Transisi. Penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus di lakukan untuk pendeskripsian sejarah-naratif (Droysen) eksistensi kedua kelompok yang berasal dari Pematang Siantar Sumatera Utara, dengan melakukan metode rekonstruksi historis, field research dan wawancara. Transformasi Opera Batak adalah peristiwa transisi objek tradisi melalui ‘pengayaan’ yang berasal dari dalam tradisi atau perubahan endogen, yakni subjek kultural sebagai pelaku (pewaris), di lokasi sama dengan ruang waktu berbeda. Pengayaan sebagai hasil transisi terjadi berupa (akibat) perubahan visi (nilai) dan konsep (wujud) dalam struktur Opera Batak, yang menghasilkan identitas, nilai dan pemaknaan baru. Arti penting eksistensi Tilhang Serindo dalam Opera Batak Klasik adalah sebagai seni hiburan profan pengusung identitas kultural batak sentris abad ke-20. Sedangkan kehadiran PLOT sebagai seni representatif adalah upaya suatu entitas etnis untuk menghidupkan kembali dan melanjutkan visi Opera Batak Klasik, melalui ‘pengayaan’ seni tradisi lisan abad ke-21 dan di definisikan sebagai Opera Batak Transisi.