Harijanto, Eddy
Departemen Anestesiologi Dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Majalah Anestesia

Suplementasi Oksigen via High-Flow Nasal Kanul sebagai Tatalaksana Gagal Napas pada Pasien Kritis: Studi Kohort Retrospektif Irvan Setiawan; Eddy Harijanto; Annemarie Chrysantia Melati
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 37 No 3 (2019): Oktober
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (371.465 KB)

Abstract

Terapi oksigen dengan menggunakan High-Flow Nasal Cannula (HFNC) merupakan salah satu opsi ventilasi non-invasif yang dapat memberikan manajemen respirasi yang efektif untuk pasien dengan gagal nafas. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektifitas penggunaan HFNC sebagai tatalaksana gagal nafas pada pasien sakit kritis. Studi kohort retrospektif dilakukan di sebuah rumah sakit di Indonesia pada Maret 2017 hingga Maret 2019. Kriteria inklusi meliputi pasien dewasa yang berusia 18 tahun ke atas, dirawat di ruang rawat intensif dengan diagnosis gagal napas (didefinisikan PaO2 <55 mmHg dalam udara bebas), dan mendapatkan terapi HFNC. Kriteria eksklusi merupakan pasien yang pulang paksa dan dirujuk ke pusat kesehatan lainnya. Studi ini menggunakan nilai Respiratory-OXygenation (ROX) dan kebutuhan ventilasi mekanik. Terdapat 82 subjek penelitian dengan rata-rata usia 63,96 tahun dan mayoritas adalah laki-laki (60,9%). Jumlah kasus yang dikonversikan ke ventilasi mekanik adalah 12,1%. Pada kelompok pasien yang dikonversikan ke ventilasi mekanik terdapat 50% pasien yang hidup; sedangkan, pada kelompok yang tidak dikonversikan ke ventilasi mekanik terdapat 56,9% pasien yang hidup. Kelompok pasien yang tidak konversi ventilasi mekanik memiliki perbaikan nilai ROX walaupun dengan nilai ROX di awal perawatan yang lebih tinggi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terapi HFNC merupakan salah satu moda pilihan ventilasi pada pasien dengan gagal napas di ruang rawat intensif. Pada penelitian juga ini ditemukan jika nilai ROX di awal terapi HFNC berada di atas 4,88 memiliki angka kesuksesan yang lebih baik.
Perbandingan Keefektifan Adjuvan Inhalasi Lidokain dengan Spray Lidokain Sebagai Obat Anestetik Lokal pada Pasien Endoskopi Saluran Cerna Atas Aldy Heriwardito; Eddy Harijanto; Taufik Asri Utomo
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 39 No 1 (2021): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (332.005 KB) | DOI: 10.55497/majanestcricar.v39i1.207

Abstract

Latar Belakang: Teknik multimodal analgesia dengan menggunakan dua atau lebih obat analgesik yang berkerja pemeriksaan endoskopi saluran cerna merupakan prosedur untuk mengevaluasi berbagai gejala saluran pencernaan, namun sering ditolak pasien karena menimbulkan efek samping nyeri dan rasa tidak nyaman karena gag reflex. Penggunaan adjuvan inhalasi lidokain sebagai obatanestetik lokal dapat menurunkan angka kejadian gag reflex sehingga dapat menjadi pilihan untuk sedasi pada endoskopi saluran cerna atas. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan keefektifan dari spray lidokain dan inhalasi lidokain sebagai adjuvan pada endoskopi saluran cerna atas. Metode: Penelitian ini menggunakan metode uji klinis acak tersamar tunggal pada150 pasien yang menjalani endoskopi saluran cerna atas dengan sedasi di RSUPN Cipto Mangunkusumo. Pasien dibagi menjadi dua kelompok sama besar untuk adjuvan inhalasi yang berbeda. Sebanyak 75 orang pada kelompok pertama diberikan 0,5 mg/kgBB spray lidokain sedangkan 75 orang pada kelompok kedua diberikan 1,5 mg/kgBB inhalasi lidokain. Penilaian efek sedasi diukur menggunakan Skala Sedasi Ramsay. Data yang terkumpul dianalisa lebih lanjut secara statistik. Hasil: Gag reflex terjadi sebanyak 1,3 % dari total subjek pada kelompok inhalasi lidokain dan 30,7% subjek pada kelompok spray lidokain (P<0,001). Rerata rescue dose propofol yang didapatkan pada kelompok inhalasi lidokain adalah 0,67 ± 5,77 mg/kgBB dan pada kelompok spray lidokain adalah 11 ± 17,9 mg/kgBB (P < 0,001). Simpulan: Inhalasi lidokain lebih efektif sebagai anestetik lokal dibandingkan spray lidokain sebagai adjuvan pada endoskopi saluran cerna atas.
Perbandingan Efektivitas Penggunaan Vibration Anesthesia Device (VAD) dengan Krim Campuran Eutektik (EMLA) dalam Mengurangi Nyeri Pemasangan Peripheral Intravenous Catheter (PIVC) Anas Alatas; Irfan Meison Hadi; Eddy Harijanto
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 39 No 2 (2021): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (404.777 KB) | DOI: 10.55497/majanestcricar.v39i2.225

Abstract

Latar Belakang: Pemasangan Peripheral Intravenous Catheter (PIVC) merupakan salah satu prosedur invasif terbanyak yang dilakukan di rumah sakit dan sering menyebabkan rasa nyeri pada pasien. Berbagai cara diterapkan dalam mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan saat pemasangan PIVC, antara lain dengan penggunaan Vibration Anesthesia Device (VAD) dan krim campuran eutektik (EMLA). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas VAD dibandingkan dengan pemberian EMLA untuk mengurangi nyeri pada saat pemasangan PIVC. Metode: Penelitian ini adalah uji eksperimental tidak tersamar pada pasien yang akan direncanakan menjalani pembedahan mata di kamar operasi Kirana RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo selama bulan September – Oktober 2018. Sebanyak 56 subjek diambil dengan metode consecutive sampling dan dibagi ke dalam 2 kelompok. Pasien secara acak dilakukan pemasangan PIVC dengan bantuan Vibration Anesthesia Device (VAD) atau dengan krim campuran eutektik (EMLA). Keefektifan akan dinilai dari skala nyeri visual analog scale (VAS) dan perbedaan frekuensi nadi sebelum dan sesudah dilakukan tindakan. Analisis data dilakukan dengan uji T dan Mann Whitney. Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna dalam skala VAS yang dilaporkan oleh subjek dari kelompok VAD 13.65 (10.25 -18.17) dan EMLA 12.57 (8.97 – 17.61) dengan nilai p=0.706. Perubahan frekuensi nadi antara kedua kelompok tidak menunjukkan adanya perbedaan signifikan (p=0,557). Didapatkan peningkatan frekuensi nadi yang lebih tinggi pada kelompok VAD 2 (-3 – 19) dibandingkan kelompok EMLA 2 (-3 – 16). Simpulan: VAD sama efektif dibandingkan dengan EMLA dalam mengurangi nyeri pada pemasangan Peripheral Intravenous Catheter (PIVC).
Rotasi Kepala dan Posisi Tubuh Mengubah Tekanan Balon Pipa Endotrakeal Soenarto, Ratna Farida; Harijanto, Eddy; Pramodana, Bintang; Prima, Kustenti
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 40 No 1 (2022): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (314.904 KB) | DOI: 10.55497/majanestcricar.v40i1.236

Abstract

Latar Belakang : Intubasi endotrakeal merupakan salah satu upaya dalam menjaga patensi jalan napas disertai dengan pengendalian oksigenasi dan ventilasi. Intubasi endotrakeal menggunakan sebuah pipa endotrakeal yang dilengkapi dengan balon yang berfungsi sebagai alat fiksasi dan mencegah terjadinya aspirasi jalan napas. Balon pipa endotrakeal dikembangkan umumnya berkisar 20-30 cmH2O sesuai rekomendasi. Tekanan ini dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti diameter balon, daya regang, edema pada mukosa trakea, serta perubahan posisi kepala pasien. Perubahan tekanan endotrakeal ini dapat menyebabkan komplikasi mulai dari ringan hingga berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perbedaan perubahan tekanan bola pipa endotrakeal pada beberapa posisi sehingga dapat meminimalisasi komplikasi. Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis dilakukan di RSCM dari bulan Agustus sampai dengan Oktober 2018 pada total 36 subjek yang menjalani anestesia umum dan diintubasi. Tekanan balon pipa endotrakeal ditentukan sebesar 25 cmH2O, pada posisi supinasi dan kepala lurus. Dilakukan perubahan posisi dari supinasi ke lateral dekubitus serta rotasi kepala 15°, 45° dan 60° dari garis tengah. Kemudian dilakukan pengukuran kembali tekanan balon pipa endotrakeal setelah perubahan posisi kepala dan tubuh pasien. Analisis dilakukan dengan melakukan uji komparatif Friedman dan hasil dianggap bermakna jika nilai p 0,05. Hasil : Terdapat perbedaan bermakna tekanan bola pipa endotrakeal antara posisi supinasi dengan rotasi kepala 15°, 45°, 60° dan lateral dekubitus kanan secara statistik. (p<0,001) Namun secara klinis, didapatkan bahwa hanya posisi lateral dekubitus kanan yang memiliki perbedaan yang bermakna dengan nilai perbedaan tekanan 7 (2 - 25) mmH2O. Simpulan: Perubahan posisi supinasi dengan rotasi kepala 15°, 45°, 60° dan posisi lateral dekubitus kanan menyebabkan perubahan tekanan bola pipa endotrakeal. Posisi lateral dekubitus kanan memiliki perbedaan tekanan bola pipa endotrakeal yang bermakna secara klinis.