Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search
Journal : Jurnal Budaya Etnika

PERUBAHAN FUNGSI PERTUNJUKAN WAYANG GOLEK PURWA DARI SAKRAL KE PROFAN PADA SYUKUR LAUT PAMAYANGSARI Fipih Fauziah; Cahya Cahya; Neneng Yanti Khozanatu Lahpan
Jurnal Budaya Etnika Vol 5, No 1 (2021): Hubungan Imajinasi, Kreativitas, Perubahan, dan Mitos Identitas: Mang Koko, Moti
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/be.v5i1.1591

Abstract

ABSTRAK Tradisi syukur laut sudah ada sejak tahun 1975, diisi dengan ritual pelarungan jempana dan diakhiri pertunjukan wayang golek purwa. Fungsi awal sebagai media ruwatan berubah menjadi hiburan. Perubahan tersebut menarik perhatian untuk diteliti. Dengan rumusan, bagaimana struktur dan perubahan fungsi pertunjukan wayang. Adapun tujuan penelitian yaitu ingin mendeskripsikan struktur pertunjukkan dan perubahan fungsinya tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan tahapan pengumpulan data menggunakan teknik observasi partisipan, wawancara, dan studi dokumentasi. Kemudian, pengolahan data membuat transkrip hasil pengamatan dan wawancara mendalam. Selanjutnya, dianalisa dengan teori fungsionalisme Malinowski. Hasil penelitian ini adalah telah terjadi perubahan fungsi pertunjukkan wayang golek purwa dari sakral menjadi profan/hiburan, disebabkan oleh berubahnya sistem kepercayaan masyarakat, cara berpikir modern, kebutuhan masyarakat akan hiburan, adanya konflik, bencana alam tsunami, dan pengaruh kebudayaan luar, serta didukung oleh sponsor dan anjuran dari Bupati Kabupaten Tasikmalaya untuk menghilangkan unsur sesaji.Kata Kunci: Wayang, Sakral, Profan, dan Syukur Laut. ABSTRACT The tradition of sea gratitude has existed since 1975, filled with jempana rituals and ending with the purwa puppet show.It’s initial function as a medium for ruwatan turned into entertainment. These changes attract attention to research. With the formulation, how the structure and function changes of wayang performances. The research objective is to describe the structure of the performance and changes in its function. This research uses qualitative methods, with the stages of data collection using participant observation techniques, interviews, and documentation studies. Then, data processing makes transcripts of observations and in-depth interviews. Furthermore, it is analyzed by Malinowski's theory of functionalism. The results of this study are that there has been a change in the function of the purwa puppet show from sacred to profane / entertainment, caused by changes in people's belief systems, modern ways of thinking, people's needs for entertainment, conflicts, natural disasters, tsunamis and external cultural influences, as well as being supported by sponsorship and advice from the Regent of Tasikmalaya Regency to eliminate the element of offerings.Keywords: Wayang, Sacred, Profan, and Gratitude for the Sea
SISTEM PEWARISAN BUDAYA PADA KESENIAN LONGSER GRUP PANCAWARNA DI DESA RANCAMANYAR KECAMATAN M. Arif Billah; Neneng Yanti Khozanatu Lahpan; Iip Sarip Hidayana
Jurnal Budaya Etnika Vol 3, No 2 (2019): Artefak Budaya Arkais dan Kontemporer : dari Ulos Hingga Seni Digital
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/be.v3i2.1122

Abstract

ABSTRAKSeni longser merupakan kesenian dengan jenis teater rakyat yang hidup dan berkembang di wilayah Jawa Barat, khususnya di daerah Bandung. Pada awalnya, kesenian longser pertama kali diperkenalkan oleh seniman bernama Bang Tilil. Kiprahnya sebagai seniman longser, mampu menghasilkan beberapa grup seni longser di wilayah Bandung salah satunya, yaitu seni longser Grup Pancawarna yang dipimpin oleh Ateng Japar. Setelah Ateng Japar wafat, kesenian tersebut masih dilanjutkan oleh anggota grup atau penerusnya untuk dapat mempertahankan kesenian longser s ebagai warisan budaya. Sebagai salah satu usaha untuk dapat mempertahankan kesenian tersebut. Tulisan ini, merupakan deskripsi analisis dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun teori yang digunakan, yaitu teori pewarisan budaya. Temuan dari hasil penelitian yaitu, membahas hasil pola pewarisan budaya dari Ateng Japar sebagai pendiri grup Pancarwarna kepada para penerusnya. Proses pewarisan kesenian ini dilakukan menggunakan konsep enkulturasi dan sosialisasi. Ada beberapa aspek yang berubah dari proses pewarisan kesenian longser Pancawarna, aspek tersebut yaitu bentuk atau struktur pertunjukan.Kata Kunci: Kesenian Longser, Grup Pancawarna, dan Pewarisan BudayaABSTRACTLongser is one of popular arts that live within areas in West Java, particularly in a beautiful town called Bandung. The art of longser was firstly introduced by an artist, Bang Tilil. His performance as a longser artist had made some of group of longser art in the area, one of the most well known among people was called a group Pancawarna that was lead by Ateng Japar. Despite is death, he inspire other members of the group, which is also his successor, to continue preserving this longser art as a cultural heritage. This research is a descriptive analysis with qualitative approach, and using a theory of cultural inheritance. The research discovers the patterns resulted from a cultural inheritance that was passed down to the younger generation from Ateng Japar as the founder of Pancawarna group. This longser inheritance was passed down using the enculturation and socialization concepts. During this process, several aspects change slowly within the longser of Pancawarna group. Those aspects are longser’s forms or performing structures.Keywords: Longser, Pancawarna Group, Enculturation, Socialization, and Cultural Inheritance.
Makna Simbol Terebang Shalawat Modifikasi Kelompok Pusaka Wargi di Dusun Rancakalong Desa/Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang Siti Ulfah Nurazizah; Neneng Yanti Khozanatu Lahpan; Yuyun Yuningsih
Jurnal Budaya Etnika Vol 6, No 1 (2022): Minum Tuak Marga Perbase: Terebang Shalawat Numbal Terowongan Sasaksaat
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v6i1.2078

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini membahas tentang makna simbol dalam Terebang Shalawat modifikasi kelompok Pusaka Wargi di Dusun Rancakalong, Desa Rancakalong, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang. Pembahasan dalam penelitian ini berfokus pada aspek simbol yang terdapat dalam prosesi pertunjukan, dan sesajen yang digunakan. Landasan teori yang digunakan adalah teori interpretatif simbolik Clifford Geertz. Makna simbol dalam penelitian ini menggunakan pendekatan emik dan etik. Adapun metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dengan teknik pengambilan data melalui observasi, studi pustaka, dokumentasi, dan wawancara tidak terstruktur. Hasil penelitianini mengemukakanbahwa secara emik, makna simbol pada prosesi pertunjukan merupakan simbol dari siklus kehidupan manusia. Penyatuan komponen-komponen dalam sesajen dipercaya dapat mendatangkan daya magis yang mampu membawa kebaikan dan kemaslahatan hidup masyarakat. Sedangkan secara etik, makna simbol dalam tradisi ini memiliki beberapa makna, yakni makna sinkretisme, edukasi, estetika,dan solidaritas.Kata Kunci: Terebang Shalawat Modifikasi, Pusaka Wargi, dan Dusun Rancakalong.ABSTRACT This study discusses the meaning of symbols in the modified Terebang Shalawat of the Pusaka Wargi group in Rancakalong Hamlet, Rancakalong Village, Rancakalong District, Sumedang Regency. The discussion in this study focuses on aspects of the symbols contained in the procession of the performance, and the offerings used. The theoretical basis used is Clifford Geertz's symbolic interpretive theory. The meaning of symbols in this study uses an emic and ethical approach. The research method in this study is a qualitative method, with data collection techniques through observation, literature study, documentation, and unstructured interviews. The results of this study suggest that emically, the meaning of the symbols in the performance procession is a symbol of the cycle of human life. The unification of the components in offerings is believed to bring magical power that is able to bring goodness and benefit to people's lives. While ethically, the meaning of symbols in this tradition has several meanings, namely the meaning of syncretism, education, aesthetics, and solidarity.Keywords: Modification of Terebang Shalawat, Pusaka Wargi, and Rancakalong Hamlet
AKULTURASI BUDAYA PADA PERTUNJUKAN KESENIAN KOROMONG Linda Yuliani; Neneng Yanti Khozanatu Lahpan; Yuyun Yuningsih
Jurnal Budaya Etnika Vol 3, No 1 (2019): Etnografi Ritual Masyarakat Sunda: Fungsi Sosial, Liminalitas, Akulturasi
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/be.v3i1.1127

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini berfokus pada kesenian Koromong dalam perubahan-perubahan yang disebabkan oleh adanya akulturasi budaya antara kepercayaan lokal dengan agama Islam sehingga dapat berdampingan. Akibat adanya akulturasi membuat beberapa aspek mengalami pembauran kedua unsur tersebut serta munculkan struktur baru dalam pertunjukan kesenian Koromong. Pandangan mengenai pemaknaan memberikan dua sudut yang berbeda sesuai dengan kepercayaan nya masing-masing. Penulisan ini hasil penelitian yang di deskripsikan dengan menggunakan metode kualitatif. Teknik lapangan yang dilakukan melalui observasi, wawancara, dan mendokumentasikan. Landasan teori dalam penelitian menggunakan teori akulturasi budaya dimana hasil dari penelitian lapangan dapat dipecahkan melalui teori ini. Kata Kunci: Akulturasi, Kesenian, Koromong, Kepercayaan dan Islam.  ABSTRACT This research study focuses on the art of Koromong in the changes that caused by the cultural acculturation between local beliefs and Islamic teachings in order to make them live coexisted. As a result of the acculturation, several aspects have experienced mixing of these two elements and have emerged into a new form which could be deflected in Koromong art peerformances. The meaning of this art performance could be seen in two different angles according to their respective beliefs.This study is the result of research that described by using qualitative methods. Field techniques are carried out through observation, interviews, and documenting. The theoretical foundation of research uses cultural acculturation theory where the results of field research can be solved through this theory. Keywords: Acculturation, Art, Koromong, Trust and Islam.
FUNGSI TRADISI NGUMBAH PUSAKA PRABU GEUSAN ULUN SUMEDANG LARANG Mochamad Rilo Tubagus; Neneng Yanti Khozanatu Lahpan; Iip Sarip Hidayana
Jurnal Budaya Etnika Vol 4, No 1 (2020): Fungsi, Gender, dan Pergeseran Nilai-nilai dalam Tradisi
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/be.v4i1.1559

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini berjudul Fungsi Tradisi Ngumbah Pusaka Prabu Geusan Ulun di Sumedang Larang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur dan fungsi pada Ritual Ngumbah Pusaka. Pembahasan dalam penelitian ini memiliki beberapa fungsi yang ada dalam tradisi Ngumbah Pusaka dibahas dengan menggunakan teori Struktur Fungsionalisme. Tradisi ini di lakukan pada setiap bulan Maulid Nabi Muhammad saw. Dalam penelitian ini dilakukan dengan mengemukakan rumusan masalah mengenai struktur tradisi Ngumbah Pusaka Prabu Geusan Ulun dan fungsi tradisi Ngumbah Pusaka di Museum Prabu Geusan Ulun pada masyarakat Sumedang Larang.Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini bertitik tolak dari rumusan masalah yaitu untuk menjelaskan bagaimana struktur tradisi Ngumbah Pusaka Prabu Geusan Ulun, untuk mengetahui dan mendeskripsikan fungsi tradisi Ngumbah Pusaka Prabu Geusan Ulun pada Masyarakat Sumedang Larang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu studi pustaka, observasi, wawancara dan analisis data. Berdasarkan Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa fungsi tradisi Ngumbah Pusaka di Museum Prabu Geusan Ulun merupakan ritual dengan struktur dan fungsi pertunjukan. Ada beberapa tahapan yaitu persiapan, kedua penyajian, dan tahap ketiga penutup. Fungsi tradisi Ngumbah Pusaka memiliki beberapa fungsi diantaranya fungsi-fungsi pada ritual Ngumbah Pusaka, fungsi ritual, fungsi hiburan, fungsi komunikasi, fungsi sosial dan fungsi religius.Kata Kunci: Fungsi, Ngumbah Pusaka. ABSTRACTThe research entitled Fungsi Ngumbah Pusaka Prabu Geusan Ulun Sumedang Larang was conducted with the aim of finding out the structure and function of the Ritual Ngumbah Pusaka. The discussion in this study covers with several functions that exist in the Ngumbah Pusaka tradition, discussed using the theory of Functional Structure. This tradition is carried out every month of the birth of the Prophet Muhammad saw. This research was conducted by presenting the formulation of the problem regarding the structure and function of the tradition of Ngumbah Pusaka Prabu Geusan Ulun in the Sumedang Larang community. The objectives to be achieved in this study start from the formulation of the problem, to explain how the structure of the Ngumbah Pusaka Prabu Geusan Ulun tradition and to know and describe the function of the Ngumbah Pusaka Prabu Geusan Ulun tradition in the Sumedang Larang Community. This research was conducted using qualitative methods with data collection techniques, namely literature study, observation, interviews and data analysis. The result of this studi in dicate that the function of the Ngumbah Pusaka tradition at the Museum Prabu Geusan Ulun is a ritual with the structure and function of the performance. There are several stages in this procession: the first stage is preparation, the second is presentation, and the third stage is closing. The Ngumbah Pusaka tradition has several functions: functions in the Ngumbah Pusaka ritual, ritual functions, entertainment functions, communication functions, sosial functions and religious functions.Keywords: Functions, heirloom cleaning
PERGESERAN NILAI PADA TRADISI PESTA SYUKUR LAUT DI PANTAI PAMAYANGSARI CIPATUJAH TASIKMALAYA Nurma Latifah; Deni Hermawan; Neneng Yanti Khozanatu Lahpan
Jurnal Budaya Etnika Vol 4, No 1 (2020): Fungsi, Gender, dan Pergeseran Nilai-nilai dalam Tradisi
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/be.v4i1.1562

Abstract

ABSTRAK Tradisi Pesta Syukur Laut merupakan kegiatan kebudayaan dalam masyarakat Pantai Pamayangsari Cipatujah. Kegiatan ini mengandung nilai-nilai, salah satunya nilai tradisi. Namun, seiring berjalannya waktu nilai tersebut tergeser oleh beberapa faktor di antaranya, perubahan sosial dalam masyarakat sehingga hal itu berpengaruh kepada perubahan bentuk ritual dan juga pandangan masyarakat. Adapun yang menjadi latar belakang penulisan ini adalah untuk mengkaji faktor penyebab terjadinya pergeseran nilai pada tradisi Pesta Syukur Laut di Pantai Pamayangsari Cipatujah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomonologi yang mengacu pada hasil riset ke lapangan secara langsung. Teknik analisis data yang digunakan meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori perubahan sosial dan teori simbol. Hasil penelitian menunjukan bahwa Beberapa prosesi dalam kegiatan Pesta Syukur Laut seperti Larung Jempana dan Ruwatan Laut sengaja dihilangkan dan tidak dilakukan kembali karena dipandang tidak sesuai dengan syariat agama Islam. Pergeseran nilai yang terjadi pada Pesta Syukur Laut disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya masuknya nilai- nilai agama Islam yang berpengaruh kepada kepercayaan masyarakat yang semakin memudar mengenai adanya mitos Nyi Roro Kidul yang selama ini menjadi objek utama digelarnya ritual. Perubahan tersebut menyebabkan kegiatan yang semula digelar dengan sakral kini menjadi kegiatan yang dijadikan hiburan semata.Kata Kunci: Pesta Syukur Laut, Pamayangsari, Pergeseran Nilai, Cipatujah ABSTRACT Pesta Syukur Laut Tradition is a public cultural of Pamayangsari’s Beach community. This event containing values and meaning. But, as time goes by these values are displaced by some factor like, social change. So, that thing causing ritual modification and public view. The background of this essay is to study te reason of shifting values in Pesta Syukur Laut in Pamayangsari’s beach Cipatujah Tasikmlaya. This research using qualitative researching method by phenomenologic approaching which referring to result of field research. The analyzing data technique we used like gathering data, reduction data, presentation data, and conclusion drawing. The theories we used in this research are sosial transformation and symbol theory. The research result is showing that some procession in Pesta Syukur Laut like Larung Jempana and Ruwatan Laut are removed and no longer done because those are against Islamic shari’a. The shifting values happened ini Pesta Syukur Laut are caused by the inclusion of Islamic values which causing effect in public believe which getting fading in Nyi Roro Kidul’s myth which previously become ritual’s object. Those changing make the event is become entertaining instead of sacred event.Keywords: Pesta Syukur Laut, Pamayangsari, Values Shifting, Cipatujah
SENI BENJANG GULAT SEBAGAI SIMBOL IDENTITAS BUDAYA MASYARAKAT UJUNG BERUNG Aprilla Putri Wahyuni; Neneng Yanti Khozanatu Lahpan; Yuyun Yuningsih
Jurnal Budaya Etnika Vol 5, No 1 (2021): Hubungan Imajinasi, Kreativitas, Perubahan, dan Mitos Identitas: Mang Koko, Moti
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/be.v5i1.1590

Abstract

ABSTRAK Artikel ini berisi hasil penelitian mengenai perkembangan Benjang dan struktur keseniannya, pemaknaan masyarakat Ujung Berung terhadap Benjang Gulat, serta analsis terhadap simbol identitas budaya masyarakat Ujung Berung yang terdapat dalam Benjang Gulat. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif melalui pengolahan data menggunakan teknik triangulasi. Analisis yang dilakukan menekankan identitas budaya sebagai konsep utama, serta teori interpretivisme simbolik sebagai pisau bedah dalam penelitian ini. Hasil penelitian ditinjau menggunakan sudut pandang etik dan emik, menemukan bahwa masyarakat Ujung Berung memaknai Benjang Gulat sebagai sesuatu yang penting dalam kehidupan mereka dan sudah menjadi ciri khas yang melekat dalam kebudayaan masyarakatnya, Benjang Gulat identik dengan masyarakat Ujung Berung, begitupun masyarakat Ujung Berung yang identik dengan keberadaan Benjang Gulat. Oleh karena itu, Benjang Gulat dimaknai sebagai simbol identitas budaya masyarakat Ujung Berung.Kata Kunci: Benjang Gulat, Ujung Berung, Identitas Budaya ABSTRACT This article is about the development of Benjang and a structure of Benjang, the interpretation of Ujung Berung community to Benjang Gulat, and the analysis of the cultural identity symbols of Ujung Berung attached to Benjang Gulat. This study is conducted by using qualitative descriptive method with tabulation of data by using tringulasi technique. The analysis focused on cultural identity as the main concept, with the symbolic interpretivism as a theoritical framework for this study. The results are analyzed in etic and emic perspective. The results are analyzed in etic and emic perspective. The results are, Benjang Gulat is the important symbol for Ujung Berung community, that has been identified in their cultural activities, so it can be concluded that Benjang Gulat means a cultural identity symbols of Ujung Berungcommunity.Keywords: Benjang Gulat, Ujung Berung, Cultural Identity