Yudi Widodo
Program Studi Magister Teknik Industri Universitas Mercu Buana

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : JURNAL PANGAN

Taksonomi dan Sejarah Penyebaran Ubijalar Sebagai Pangan Harapan Potensial (Taxonomy and History of Sweet Potato Distribution as Food Potential) Yudi Widodo
JURNAL PANGAN Vol. 22 No. 1 (2013): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v22i1.151

Abstract

Kelangkaan pangan global kian menunjukkan akibat fatal dengan krisis komplek yang diiringi kelabilan politik dan memicu kerusuhan. Kasus Yunani, negara yang sejak kuno telah maju di semua bidang, termasuk filsafat ribuan tahun lalu, kini terpuruk ekonomi dan politiknya, sehingga warga negara terancam kekurangan pangan. Sementara itu, perubahan iklim global juga menjadi ancaman dalam peningkatan produktivitas, sehingga target untuk meningkatkan produksi pangan guna mengurangi kelaparan dan mengentaskan kemiskinan sesuai tujuan pembangunan milenium menjadi kecemasan baru. Eksploitasi jenis pangan yang didominasi oleh biji-bijian dan butir-butiran terutama serealia (padi, gandum, jagung dan Iain-Iain) dan leguminosa (kedelai, kacang tanah dan Iain-Iain) telah mencapai titik kejenuhan, sehingga sangat sulit untuk ditingkatkan potensinya. Ubijalar merupakan kelompok tanaman ubi-ubian yang potensinya menjadi harapan baru untuk memenuhi permintaan terhadap pangan. Meskipun kini telah dianggap sebagai pangan lokal, sebenarnya asal usul, sejarah penyebaran tanaman ubijalar perlu lebih diketahui agar mendapat pemahaman yang utuh.The taksonomical and historical distribution of sweet potato was discussed. The root crop is a potential food crop when the scarcity occurs. Food scarcity or food insecurity is the most important global issue affecting multidimensional crisis, includingpoliticalinstability in various countries. Recent situation in Greece, as an old developed country from the ancient, showed that her economic and political situations dropped into the worse circumstances, including malnutrition of the population. Moreover, the global climatic change is also threatening to the food production. So the target of the Millennium Development Goals through the increasing food production, reducing hunger and alleviating poverty encountered a new serious problem. So far, the exploitation of food crops is dominated from cereals and legumes such as rice, wheat, maize, soybean, peanut, mungbean etc, where theirproductivities revealed under saturation level, there by the endeavors to increase production are very difficult. Sweet potato as a food under tuberous rootcrop group therefore provides an alternative as the new potential food source to meet the greater demand forstaple food. Although sweet potato is considered to be local food, its real origin and historical distribution perspective as well as from taksonomicalpoint of view need to be understood holistically. 
Strategi Sinergistik Peningkatan Produksi Pangan Dalam Hutan Lestari Melalui Wanatani Yudi Widodo
JURNAL PANGAN Vol. 20 No. 3 (2011): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v20i3.166

Abstract

Peningkatan produksi pangan merupakan agenda penting guna mencapai TujuanPembangunan Milenium matra pertama bahwa kelaparan dan kemiskinan harusditanggulangi hingga 50 persen pada tahun 2015. Upaya tersebut tidak mudah untukdicapai, karena terjadinya bencana ekologis berupa perubahan iklim global. Perluasanlahan pertanian untuk meningkatkan produksi pangan dipandang sebagai jawabanpilihan. Perluasan lahan pertanian baru berupa sawah maupun ladang hingga 2 jutahektar, akan mengurangi areal kawasan hutan. Pengalaman proyek sejuta hektar konversihutan di tanah gambut untuk lahan pertanian menjadi pelajaran yang perlu disimak,karena secara ekonomi tidak layak dan ekologi rusak. Makanya perluasan lahan pertanianseluas 2 juta hektar harus dipersiapkan cermat, agar keberlanjutan dapat dicapai.Kelestarian hutan harus dipertahankan sebagai wujud komitmen anggota masyarakatglobal dalam mengantisipasi perubahan iklim. Dua matra tersebut seyogyanya disinergikandalam wanatani, agar kepentingan jangka pendek pemenuhan sumber pangan berikutkebutuhan ekonomi tercukupi tanpa mengabaikan kelestarian hutan beserta hasratekologi. Komoditas sumber pangan tahan naungan seperti kelompok ubi-ubian (tuberosa)famili Araceae layak dikembangkan. Varietas tahan naungan padi dan serealia lainmaupun aneka kacang (leguminosa) perlu dirakit guna diintegrasikan ke dalam wanatani.Mengingat kerimbunan tajuk hutan menimbulkan naungan >80 persen, maka perlumenggali potensi hayati kelompok sumber pangan tidak hanya dari phylum Spermatophyta(tumbuhan berbiji) yang masa panen >4 bulan, tetapi juga dari Thalophyta (jamur),Bryophyta (lumut) maupun Pteridophyta (paku) yang dapat dipanen harian atau mingguan.kata kunci: wanatani, pangan dalam hutan lestariIncreasing food-crop production is urgent to meet Millennium Development Goals(MDGs) in which it is stated that the first objective is to decrease hunger and povertyup to 50 percent till the year 2015. This effort is not easily achieved due to ecologicaldisorder in a form of climate change. Addition of new agricultural land to increase foodcrop production is considered as an alternative answer. Consequently, opening forestsfor agricultural areas causes deforestation up to 2 million hectares. Past experience inconverting one million hectares of peat land for agriculture learnt a lesson, becauseeconomical and ecologically was not sustainable. Therefore, expanding agricultural landup to 2 million hectares has to be planned accurately, so sustainability could be attained.Forest sustainability is also a priority to combat against climate change. Those two objectives can be synchronized synergistically under agro-forestry, so food as well asshort economic seductions could be fulfilled without sacrificing forest sustainability aslong term ecological dreams. Shade tolerance root crops under family of Araceae aresuitable to be developed. Shade tolerance varieties of rice and other cereals as well aslegumes need to be generated and incorporated into agro-forestry. Due to shade intensityunder forest up to more than 80 percent, the food requirement is not merely based onSpermatophyta plant that mostly can be harvested at the period of around 4 months. Itis also a need to explore the potential of Thallophyta (mushroom, algae), Bryophyta(musci) as well as Pteridophyta (Azolla etc.) that can be harvested daily or weekly.
Peningkatan Produksi Ubi Kayu untuk Mendukung Kedaulatan Pangan dan Pemenuhan Bahan Baku Industri serta Energi Terbarukan Yudi Widodo
JURNAL PANGAN Vol. 17 No. 2 (2008): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v17i2.253

Abstract

Peningkatan produksi ubi kayu sebagai kontribusi dari naiknya produktivitas selama 40 tahun terakhir ternyata tidak mampu mengimbangi meningkatnya permintaan. Sebagai sumber karbohidrat yang produktif, ubi kayu semakin diperhitungkan manfaatnya untuk mencukupi keperluan pangan dan industri non pangan. Keunggulan hayati ubi kayu yang mampu dibudidayakan pada lahan kering beriklim kering, mengantarkan komoditas ini memiliki arti penting bagi petani di lahan kering guna memenuhi bahan pangan maupun pendapatan tunai.Peningkatan harga pangan dan energi global semakin mendorong penggunaan ubi kayu tidak hanya sebagai bahan pangan dan industri non pangan yang selama ini ada, tetapi juga sebagai bahan baku energi (etanol) yang terbarukan. Keadaan ini tentu saja akan semakin menuntut peningkatan produksi melalui perluasan areal dan peningkatan produktivitas. Kendala perluasan areal terutama pada aspek penyediaan lahan yang akan berkompetisi dengan komoditas lain, sehingga sistem tumpangsari maupun agroforestry menjadi alternatif pemecahan. Peningkatan produktivitas dapat ditempuh dengan pengelolaan tanaman dan sumberdaya secara terpadu dan berkelanjutan. Gerakan dalam penerapan inovasi teknologi yang menjamin produktivitas tinggi dan menguntungkan petani perlu segera dilaksanakan pada domain secara meluas. Kata kunci: peningkatan produksi ubi kayu: pangan, non pangan dan energi terbarukan