Daffa Ghaly Raihan
Unknown Affiliation

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

PENGATURAN BATAS MINIMUM JUMLAH UTANG SEBAGAI SYARAT PAILIT DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA Daffa Ghaly Raihan
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2022
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Syarat untuk mengajukan permohonan pailit sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang menyatakan bahwa, debitor yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya, setidaknya dari dua utang dan salah satunya telah jatuh waktu dan dapat ditagih, maka dapat dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga. Dimana dalam hukum kepailitan di Indonesia tidak mengatur mengenai batasan minimum jumlah utang sebagai salah satu syarat untuk dapat mengajukan permohonan kepailitan. Berdasarkan hal tersebut diatas, skripsi ini mengangkat rumusan masalah: 1) Bagaimanakah urgensi pengaturan batas minimum jumlah utang sebagai syarat pailit dalam hukum kepailitan di Indonesia? 2) Apakah syarat pailit yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sudah selaras dengan asas kelangsungan usaha (going concern)? Kemudian penulisan skripsi ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh penulis akan dianalisis dengan menggunakan metode penafsiran gramatikal dan penafsiran sistematis. Dari hasil penelitian dengan metode di atas, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada bahwa syarat kepailitan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sudah tidak lagi relevan untuk diterapkan saat ini. Dengan tidak diaturnya batas minimum jumlah utang sebagai syarat untuk mengajukan permohonan pailit, sehingga tidak sedikit kreditor dengan nilai utang minimum menyalahgunakan kelonggaran tersebut menggunakan lembaga kepailitan semata-mata hanya sebagai alat untuk menagih utang, tanpa memperhatikan kreditor lainnya dengan nilai utang bahkan jauh lebih besar yang oleh debitor terhadap utang tersebut masih dilaksanakan dengan baik. Maka dari itu, dalam hal ini sangat perlu agar hukum kepailitan di Indonesia untuk memberikan batasan minimum jumlah utang sebagai syarat kepailitan. Kata kunci: kepailitan, utang Abstract Article 2 Paragraph (1) of Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and suspension of Debt Payment Obligation states that a debtor facing difficulties paying off at least one of the debts that has met the due date and been payable can be declared bankrupt by Commercial Court. However, the bankruptcy law in Indonesia does not regulate the minimum amount of debt as one of the requirements to request bankruptcy. Departing from the above issue, this research investigates: 1) what is the urgency of the regulation of the minimum limit of debt as the requirement in bankruptcy law in Indonesia, and are the requirements of bankruptcy that are governed in Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligation congruent with ongoing concern principle? This research employed normative-juridical methods and conceptual and comparative approaches. The primary, secondary, and tertiary data were analyzed using grammatical and systematic interpretations. The research results reveal that Article 2 Paragraph (1) in conjunction with Article 8 paragraph (4) of Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligation is no longer relevant to apply these days. With the absence of the minimum limit of the debt as the requirement to request for bankruptcy, many creditors with the minimum amount of debt misuse this leniency involving the bankruptcy agency as the party to collect the debt without considering other creditors with even far bigger amounts of the debt, while the debtors with this huge amount still pay the debt accordingly. Thus, it is essential that bankruptcy law in Indonesia set the minimum limit of the amount of debt as the requirement of bankruptcy. Keywords: bankruptcy, debt