ABSTRAK Dilatar belakangi atas tingginya angka kasus tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh Anak yang diberlakukan proses peradilan secara formal dalam persidangan, serta adanya pembatasan syarat diversi dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Padana Anak yang mengatakan bahwa Anak tidak wajib diupayakan diversi apabila ancaman pidana yang dikenakan kepadanya lebih dari 7 tahun dan merupakan tindak pidana recidive sehingga Anak pelaku tindak pidana narkotika tidak dapat di diversi. Melihat dari problematika tersebut maka rumusan masalah yang dapat diambil ialah (1) Apakah pembatasan syarat diversi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak terkait tindak pidana narkotika telah sesuai dengan ketentuan dalam Konvensi Hak-Hak & The Beijing Rule? (2) Bagaimanakah konsep pembatasan ketentuan syarat diversi di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di masa mendatang terkait anak sebagai pelaku tindak pidana narkotika? Jenis metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa Negara telah menjamin perlindungan bagi Anak yang berhadapan dengan hukum sesuai dengan Konvensi Hak-Hak Anak sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, namun aturan tersebut tidak bisa terlaksana sepenuhnya dengan adanya pembatasan syarat dilaksanakannya diversi terhadap pelaku Anak. Diantaranya adalah bagi pelaku Anak tindak pidana narkotika yang tidak diwajibkan terhadapnya untuk dilakukan diversi. Dengan demikian perlu adanya perubahan pada aturan tersebut agar Anak pelaku tindak pidana narkotika dapat diselesaikan melalui diversi yaitu pada frasa “diupayakan” dalam Pasal 7 ayat (1) diubah menjadi “dilakukan”, penghapusan kategori anak yang dapat di diversi, dan penambahan pasal pengenai wajib dilakukan diversi bagi pelaku anak penyalahgunaan narkotika. Kata Kunci: Pembatasan, Syarat Diversi, Pelaku Anak, Tindak Pidana Narkotika, Sistem Peradilan Pidana Anak. ABSTRACT Narcotic cases involving children as the offenders are mounting in numbers, and these cases usually take the formal trial process at courts and the diversion of Article 7 Paragraph (2) of Law Number 11 of 2012 concerning the Judicial System of Juvenile Crime implying that children do not require any diversion if they are sentenced to more than seven-year imprisonment or if they are repeat offenders. If this is the case, the child involved in such a crime cannot receive any diversion. Departing from this issue, this research investigates: (1) Is the scope of the requirements of diversion governed in law Number 11 of 2012 concerning the Judicial System of Juvenile Crime regarding narcotic crime relevant to the provisions of the Convention on the Rights of the Child and the Beijing Rule? (2) how does the concept of this scope of the requirements of the diversion work in Law Number 11 of 2012 concerning the Judicial System of Juvenile Crime in the future regarding a child involved as an offender in a narcotic crime? This research employed normative-juridical methods, statutory, and conceptual approaches. the research concludes that the state guarantees the protection of the child facing legal cases according to the Convention on the Rights of the Child governed in Article 7 of Law Number 11 of 2012. However, this regulation is not implemented with the application of diversion. The case with the child as the offender does not require any diversion to give. Thus, the phrase “diupayakan” (effort given) as in Article 7 Paragraph (1) needs to be changed into “dilakukan” (taking action). Other considerations may involve the abolishment of the categories of children that can receive diversion and the addition of an article concerning the obligation of a diversion for the child involved in a narcotic crime. Keywords: limitation, requirements of diversion, a child as an offender, narcotic crime, judicial system of juvenile crime