p-Index From 2020 - 2025
0.444
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Metal Indonesia
Moch Iqbal Zaelana Muttahar
Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Logam dan Mesin, Kementerian Perindustrian, Jl. Sangkuriang No. 12, Dago, Bandung, 40135, Indonesia

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Karakterisasi Sifat Fisik Dan Kimia Bentonit Australia Untuk Aplikasi Green Sand Casting Apang Djafar Shieddieque; Jatira Jatira; Moch Iqbal Zaelana Muttahar; Mochamad Firdaus
Jurnal Metal Indonesia Vol 44, No 1 (2022): Metal Indonesia
Publisher : Balai Besar Logam dan Mesin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32423/jmi.2022.v44.27-34

Abstract

Sand casting merupakan salah satu metode pengecoran logam yang masih digunakan di industri hingga saat ini. Proses pengecoran dengan metode sand casting menggunakan dua jenis cetakan, yaitu cetakan pasir kering dan cetakan pasir basah. Pada proses pengecoran menggunakan cetakan pasir basah tidak semua produk hasil pengecoran dapat digunakan karena terdapat produk yang tidak memenuhi spesifikasi penggunaan produk, seperti kekasaran permukaan coran, intrusi logam cair ke dalam cetakan, gelembung udara, rongga, kegagalan cetakan, dan inklusi terak. Pembentukan cacat ini salah satunya dipengaruhi oleh permeabilitas atau campuran komposisi pasir dan bentonit yang kurang baik. Adapun peneliti melakukan pengamatan yaitu pengujian karakterisasi sifat fisik dan kimia bentonit Australia adalah difraksi sinar X, distribusi ukuran, swelling index, pH Value, methylene blue value dan kadar air. Nilai kadar senyawa Natrium Oksida (Na2O) yang diperoleh sebesar 4,7% dan Kalsium Oksida (CaO) sebesar 3,5%. Hal ini menunjukkan bahwa basis bentonit australia merupakan basis natrium, didukung oleh hasil pengujian swelling index, bentonit Australia mengalami mengembangkan hingga 15,5 kali lipat yaitu 33 ml/2gr dan nilai pH berada pada rentang 8,5-9,8. Distribusi ukuran bentonit Australia didapatkan nilai P80 sebesar 2,25 mm. Hasil  pengujian Methylene Blue Value (MBV), dengan larutan H2SO4 diperoleh bentuk halo pada konsentrasi H2SO4 2% sebanyak 21 ml. Hasil ini menunjukkan bahwa bentonit Australia dapat digunakan sebagai pengikat yang baik pada cetakan pasir basah untuk pengecoran logam.
Studi Perbandingan Sifat Fisik, Struktur Mikro, dan Ketahanan Korosi pada Cast Iron Skillet Cookware Lokal dan Import mengacu pada SNI 8752:2020 Apang Djafar Shieddieque; Rohman Rohman; Moch Iqbal Zaelana Muttahar; Agus Suprayitno; Eka Aprisuryanto
Jurnal Metal Indonesia Vol 45, No 2 (2023): Metal Indonesia
Publisher : Balai Besar Logam dan Mesin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32423/jmi.2023.v45.72-80

Abstract

Kemajuan teknologi memerlukan inovasi dalam industri makanan, dan penggunaan peralatan masak dengan peralatan  besi cor telah muncul, dan besi cor dalam peralatan masak ini biasa disebut sebagai skillet. Tingginya penggunaan skillet di Indonesia, menyebabkan adanya persaingan antara produk lokal dan impor tersebut, dengan mengacu pada SNI 8752:2020. Kualitas dan kemampuan dari skillet tersebut harus memenuhi kriteria standar penggunaan yang telah diatur dalam regulasi. Beberapa metode yang dapat dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan cara sifat tampak, ketebalan, volume dan kestabilan, metalografi, serta korosi. Adapun hasil dari penelitian yang dilakukan sifat tampak yang teruji pada cookware lokal adalah tidak ada permukaan yang tajam dan bintik yang menonjol dan permukaannya rata, begitupun cookware Jepang dan Jerman. Ketebalan pada cookware lokal, Jepang dan Jerman memiliki ketebalan dinding rata-rata 3,53 mm; 2,84 mm; 4,01 mm secara berurutan, sedangkan untuk ketebalan dasar cookware Indonesia, Jepang dan Jerman adalah 4,43 mm; 3,58 mm; 3,80 mm secara berurutan. Pengujian kapasitas volume dan kestabilan dari cookware lokal dan impor, didapatkan hasil bahwa kapasitas volume dari cookware lokal, Jepang dan Jerman adalah 538,5 mL; 993,5 mL dan 1865,5 mL. Sedangkan pengujian kestabilan didapatkan hasil yang menunjukkan dari ketiga sampel tersebut bergoyang ketika disentuh. Pada pengamatan metalografi dari ketiga sampel yaitu lokal, Jepang dan Jerman ditemukan fleks grafit pada setiap sample cookware, hal ini menunjukkan bahwa cookware tersebut berbahan dasar cast iron. Tingkat ketahanan korosi pada cookware lokal lebih rendah dibanding cookware Jepang dan Jerman dengan jumlah hasil korosi sebesar 19% dengan selisih sebesar 9 dan 13% dengan cookware Jepang dan Jerman secara berturut-turut. Dari hasil gambar metode grain counting tersebut, semakin tinggi tingkat ketahanan korosi, maka hasil yang lebih baik terdapat di cookware lokal dibandingkan cookware Jepang dan Jerman. AbstractThe advancement of technology requires innovation in the food industry, and the use of cooking equipment with cast iron has emerged. Cast iron in these cooking utensils is commonly referred to as a skillet. The high use of skillets in Indonesia has led to competition between local and imported products, with reference to SNI 8752:2020. The quality and ability of the skillet must meet the standard criteria for use that have been regulated in the regulations. Several methods that can be carried out in this study are by means of appearance, thickness, volume and stability, metallography, and corrosion. As for the results of the research conducted, the visible properties that were tested on local cookware were that there were no sharp surfaces and protruding spots and that the surface was flat, as well as Japanese and Gernan cookware. The thickness of local, Japanese and German cookware has an average wall thickness of 3.53 mm; 2.84 mm; 4.01 mm respectively, while the basic thickness for Indonesian, Japanese and German cookware is 4.43 mm; 3.58 mm; 3.80 mm sequentially. Testing the volume capacity and stability of local and imported cookware, it was found that the volume capacity of local, Japanese and German cookware was 538.5 mL; 993.5 mL and 1865.5 mL. While testing for stability, the results showed that the three samples wobbled when touched. In metallographic observations of the three samples, namely local, Japanese and German, graphite flexes were found in each cookware sample, this indicates that the cookware is made from cast iron. The level of corrosion resistance in local cookware is lower than Japanese and German cookware with a total corrosion yield of 19% with a difference of 9 and 13% with Japanese and German cookware respectively. From the results of the grain counting method image, the higher the level of corrosion resistance, the better the results are in local cookware compared to Japanese and German cookware.