Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

KEWAJIBAN ANAK LUAR NIKAH DALAM MENAFKAHI KEDUA ORANGTUA DI MASA TUANYA Alfan Syafi'i; Mumuh Muharrom; Dewi Handayani
المصالح - مجلة في الأحكام الإسلامية Vol 2 No 1 (2021): Al Mashalih - Journal Of Islamic Law
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Husnul Khotimah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pernikahan atau perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum yang pastinya menimbulkan akibat hukum, yaitu adanya hak dan kewajiban dari semua anggota keluarga. Salah satu kewajiban tersebut adalah kewajiban seorang anak untuk memberikan nafkah kepada orang tua baik anak sah maupun anak luar nikah. Kewajiban nafkah ini telah diatur baik dalam mazhab Syafi’i. Selain itu dalam hukum positif melalui Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 46 ayat 2. Juga Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 pasal 49. Fokus penelitian ini adalah komparasi mazhab Syafi’i dan hukum positif yang dituangkan dalam persamaan dan perbedaan mengenai kewajiban anak luar nikah menafkahi orang tua. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, yaitu penelitian terhadap literatur-literatur yang berkaitan dengan kewajiban anak luar nikah menafkahi kedua orang tuanya di masa tuanya. Sumber data terdiri dari data primer dan sekunder, yaitu data yang digunakan adalah kitab-kitab mazhab Syafi’i. Selain itu sebagai data primer untuk hukum positif yaituUndang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Sedangkan data sekunder antara lain adalah kitab-kitab fiqih dan buku-buku hukum dan literatur lainnya. Data hasil penelitian dari sumber-sumber tersebut kemudian menggunakan metode content analysys dan komparatif. Penelitian ini menunjukkan bahwa baik dari tinjauan hukum mazhab Syafi’i maupun hukum positif mewajibkan seorang anak luar nikah untuk memberikan nafkah kepada orang tua. Terdapat komparasi (perbandingan) yang dituangkan dalam persamaan dan perbedaannya. Persamaan, pertama, kewajiban nafkah kepada orang tua baik dalam mazhab Syafi’i maupun hukum positif sama-sama dibebankan kepada anak, baik laki-laki dan perempuan. Kedua, dalam hal jenis nafkah sama-sama merupakan kebutuhan pokok bagi orang tua. Ketiga, baik mazhab Syafi’imaupun hukum positif menganggap bahwa kewajiban anak menafkahi orang tua merupakan kewajiban moral sebagai bentuk dari timbal balik pemeliharaan orang tua serta salah satu bukti berbuat baik kepada orang tua.
Penetapan Perkara Nomor 453/Pdt.P/2022/Pa.Kng tentang Isbat Nikah Perkawinan Di Bawah Tangan: Suatu Tinjauan Maqashid Syariah Alfan Syafi'i; Walagri Ikhwanda Novita Anggraini
Al Mashalih - Journal of Islamic Law Vol. 4 No. 2 (2023): AL-MASHALIH (Journal of Islamic Law)
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Husnul Khotimah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59270/mashalih.v4i2.219

Abstract

Perkawinan di bawah tangan atau yang sering dikenal oleh masyarakat luas dengan istilah nikah siri adalah perkawinan yang tidak memiliki kekuatan hukum dan dapat menimbulkan berbagai kemudaratan dalam pernikahan karena dilakukan tanpa pencatatan perkawinan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974. Namun sayangnya perkawinan di bawah tangan masih banyak ditemukan di masyarakat, terlebih lagi dilakukan ketika belum mencapai batas minimal usia menikah sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 ayat (1) UU No.16 Tahun 2019 yaitu 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan, yang kemudian berujung pada pengajuan isbat nikah ke Pengadilan Agama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penetapan Pengadilan Agama Kuningan Kelas 1A perkara nomor 453/Pdt.P/2022/PA.Kng tentang isbat nikah perkawinan di bawah tangan dan bagaimana analisis maqashid syariah terhadap penetapan isbat nikah tersebut. Jenis penelitian ini yaitu penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data primer melalui wawancara dan data sekunder melalui dokumentasi dari berbagai sumber literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Kemudian data penelitian yang telah dikumpulkan direduksi, disajikan, dan disimpulkan dengan menggunakan teknik analisis data model interaktif dari Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada perkara isbat nikah nomor 453/Pdt.P/2022/PA.Kng para pemohon melangsungkan perkawinan di bawah tangan ketika masih di bawah umur karena kurangnya kesadaran hukum sehingga mereka mengajukan isbat nikah ke Pengadilan Agama Kuningan Kelas 1A. Majelis Hakim mengabulkan permohonan isbat nikah tersebut selain berdasarkan hukum positif yakni Pasal 7 KHI, Pasal 2 dan Pasal 6 UU No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 14 KHI, serta Pasal 8 UU No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 39 KHI, Majelis Hakim juga mempertimbangkannya dari aspek kemaslahatan para pemohon meskipun pernikahan mereka dilakukan ketika masih di bawah umur sehingga pernikahan para pemohon memiliki kekuatan hukum yang dapat melindungi hak-hak dan kewajiban dalam pernikahan. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa berdasarkan analisis maqashid syariah penetapan Pengadilan Agama Kuningan Kelas 1A perkara nomor 453/Pdt.P/2022/PA.Kng tentang isbat nikah perkawinan di bawah tangan yang dilakukan oleh pasangan di bawah umur telah sesuai dengan maqashid syariah karena dari penetapan tersebut dapat memberikan kemaslahatan bagi para pemohon khususnya dalam hal menjaga agama (ḥifzh al-din), menjaga jiwa (ḥifzh al-nafs), menjaga keturunan (ḥifzh al-nasb), dan menjaga harta (ḥifzh al-māl). Sehingga demikian, penetapan tersebut termasuk dalam maslahat dharuriyat yang merupakan derajat maslahat tertinggi dan harus terpenuhi karena jika tidak terpenuhi dapat memberikan dampak negatif atau kemudaratan bagi manusia di dunia maupun di akhirat kelak. Kata kunci: Perkawinan di Bawah Tangan, Isbat Nikah, Maqashid Syariah