Hendrik B. Sompotan, Hendrik B.
Unknown Affiliation

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PERANAN HUKUM HUMANITER DALAM MASYARAKAT INTERNASIONAL Sompotan, Hendrik B.
LEX ET SOCIETATIS Vol 3, No 1 (2015): Lex Et Societatis
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui beberapa Konvensi dasarnya dibagi atas Hukum The Hague dan Hukum Geneva yang merupakan cakupan dari Hukum Perang, serta lainnya merupakan cakupan dari Hak-hak Asasi Manusia (HAM) dan sejauh manakah konvensi konvensi tersebut dapat  mengatur dan ditaati oleh negara-negara. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, maka dapat disimpulkan: 1. Bahwa embrio Hukum Humaniter mulai dikenal serta dikembangkan melalui Hukum Perang dan mempunyai kaitan erat dengan Hukum Internasional. Bahkan Hukum Perang sangat banyak memberikan ciri khas dan sebagai peletak dasar pertumbuhan Hukum Internasional. 2. Bahwa demikian eratnya hubungan antara Hukum Perang yang belakangan ini berkembang sebagai Hukum Humaniter dengan Hukum Internasional merupakan konsekuensi logis dari situasi masyarakat internasional yang telah mengalami beberapa perang besar, misalnya Perang di Eropa, Perang Dunia I dan Perang Dunia II. 3. Hukum Humaniter merupakan pengembangan dari Hukum Perang dan lebih menjadikan manusia humanis atau pasifis, yang dalam lain perkataan menjadi lebih manusiawi dan cinta damai. Meskipun hanya sebagai disiplin Ilmu Hukum yang baru berkembang, akan tetapi kilas balik Hukum Humaniter tidak terpisahkan dari Hukum Perang, serta pada saat sekarang ini menjadi titik perhatian oleh karena semakin meningkatnya tuntutan terhadap arti pentingnya penerapan Hak-hak Asasi Manusia di kalangan masyarakat internasional. Kata kunci: Hukum, humaniter, masyarakat internasional.
EKSTRADISI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI Sompotan, Hendrik B.
LEX ET SOCIETATIS Vol 4, No 5 (2016): Lex Et Societatis
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa tindak pidana termasuk dalam daftar kejahatan yang pelakunya dapat diekstradisi dan bagaimana pelaksanaan ekstradisi terhadap pelaku tindak pidana korupsi.  Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan disimpulkan: 1. Ektradisi terhadap pelaku tindak pidana korupsi dapat dilakukan sesuai dengan perjanjian ektradisi yang dibuat antara suatu negara dengan negara lainnya dan kewajiban negara untuk melaksanakan ektradisi sesuai dengan perjanjian-perjanjian internasional yang telah diratifikasi. Bagi negara Republik Indonesia tindak pidana korupsi termasuk dalam daftar kejahatan yang pelakunya dapat diekstradisi sebagaimana diatur dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi, angka 30. Pelaksanaan ekstradisi dapat juga dilakukan meskipun tidak ada perjanjian ekstradisi Bagi negara Republik Indonesia dilakukan dengan cara antara negara peminta dengan negara Republik Indonesia, permintaan ekstradisi diajukan melalui saluran diplomatik. 2. Diperlukan peningkatan hubungan kerjasama antarnegara dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi baik melalui pembuatan perjanjian ekstradisi maupun kerjasama dalam hubungan diplomatik untuk kepentingan bersama dalam menggulangi kejahatan internasional seperti tindak pidana korupsi. Kata kunci: Ekstradisi, pelaku, tindak pidana, korupsi
TANGGUNG JAWAB NEGARA YANG BELUM MENDAPAT PENGAKUAN INTERNASIONAL MENURUT HUKUM INTERNASIONAL Sompotan, Hendrik B.
LEX ET SOCIETATIS Vol 5, No 4 (2017): Lex et Societatis
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui  bagaimana hak dan kewajiban negara dalam hukum internasional dan bagaimana tanggungjawab negara yang belum mendapat pengakuan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Menyadari kedudukan negara-negara nasional sebagai kunci adanya masyarakat internasional, maka pengakuan suatu negara baru yang akan menjadi anggotanya adalah penting dalam membentuk hubungan-hubungan yang dilandasi prinsip hidup berdampingan secara damai. Akan tetapi pengakuan negara bukan merupakan unsur pembentuk negara; tetapi syarat-syarat pembentukan negara telah tegas dinyatakan dalam pasal 1 Konvensi Montevideo tahun 1933. 2. Pengakuan suatu negara baru atau pemerintahan baru hanyalah sekedar pernyataan penerimaan saja dalam masyarakat internasional. Dengan demikian praktek yang didasarkan pada teori konsitutif tidak dapat dipertahankan dalam hubungan internasional dan Hukum Internasional, sesuai prinsip persamaan derajat dan prinsip hidup berdampingan secara damai dalam Hukum Internasional. Oleh karena pengakuan bukan unsur penentu lahirnya suatu negara, demikian juga Hukum Internasional tidak membentuk negara tetapi memberikan persyaratan minimum sebagaimana dalam pasal 1 Konvensi Montevideo 1933, maka tanggung jawab negara muncul dan mulai berlaku setelah memenuhi persyaratan setelah memenuhi persyaratan tersebut dan pengumuman pembentukan (proklamasi) sebagai negara atau setelah pembentukan pemerintahan menurut hukum nasional negara tersebut.Kata kunci: Tanggungjawab Negara, belum mendapat pengakuan, hukum internasional
PEMBERANTASAN KEJAHATAN EKONOMI ANTAR NEGARA DENGAN PERJANJIAN EKSTRADISI (PERSPEKTIF INDONESIA) Sompotan, Hendrik B.
LEX ET SOCIETATIS Vol 5, No 8 (2017): Lex Et Societatis
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35796/les.v5i8.18991

Abstract

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana upaya pemberantasan kejahatan ekonomi antar negara dengan perjanjian ekstradisi dalam perspektif Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan:  Perjanjian Ekstradisi merupakan instrumen yang sangat membantu untuk memberantas kejahatan ekonomi antar negara. Akan tetapi kemujaraban perjanjian ekstradisi sangat ditentukan oleh beberapa faktor. Antar negara yang mempunyai hubungan ekonomi cukup besar perlu memiliki kesamaan visi dan misi, sehingga tidak mengutamakan kepentingan diri mereka masing-masing. Harmonisasi sistem hukum antar negara-negara yang terkait, serta ketangguhan sistem peradilan mereka sangat mendukung efektifitas perjanjian ekstradisi. Kemauan politik untuk memberantas kejahatan ekonomi antar negara benar-benar mendukung terjadinya proses ekstradisi.Kata kunci: Pemberantarasan kejahatan ekonomi, antar Negara, perjannian ekstradisi
KAJIAN HUKUM SERTA KONVENSI INTERNASIONAL YANG TERKAIT DENGAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR Sompotan, Hendrik B.
JURNAL HUKUM UNSRAT Vol 22, No 6 (2016): Jurnal Hukum Unsrat
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 33 ayat 3 Undang-undang dasar 1945 menyebutkan bahwa “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa dan dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”Pengelolaan wilayah pesisir diarahkan kepada pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kegiatan ekonomi lainnya. Selain itu pengelolaan wilayah pesisir diarahkan guna memberdayakan masyarakat setempat serta memperluas lapangan kerja.Dalam Peraturan menyatakan bahwa “Mendayagunakan sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang yang pengusahaannya diatur dengan UU”.Pengelolaan sumberdaya alam khususnya di wilayah pesisir di samping pengelolaan sumberdaya lainnya, merupakan kegiatan pokok yang harus dilaksanakan untuk mencegah terjadinya degradasi lingkungan dalam program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup. Dalam bab X Pembangunan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup angka 4 Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum Pengelolaan Sumber Daya dan Pelestarian Lingkungan Hidup, yang menyatakan :“Kegiatan pokok yang dilakukan adalah (1) Penyusunan UU Pengelolaan Sumber Daya Alam berikut perangkat peraturannya; (2) .....dst”.
PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA PESISIR Sompotan, Hendrik B.
JURNAL HUKUM UNSRAT Vol 22, No 7 (2016): Jurnal Hukum Unsrat
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Konsep pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu seperti diuraikan di atats, merupakan salah syarat untuk mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. selain itu, juga terdapat kaidah-kaidah yang harus diterapkan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut untuk mecapai pembagunan yang optimal dan berkelenjutan. Pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenhi kebutuhan hidup saat ini tampak merusak atau menurunkan kemampuan generasi mandatang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (WCED, 1987).Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan pada dasarnya merupakan suatu strategi pembangunan yang memberikan semacam ambang batas (limit) pada lanjut ekosistem alamiah secara sumberdaya yang ada didalamnya. Ambang batas ini tidaklah bersifat mutlak (absolute), melainkan merupakan batas yang luwes (flexibel) yang bergantung pada kondisi teknologi dan sosial ekonomi tentang pemanfaatan sumberdaya alam, secara kemampuan biosfir untuk menerima dampak kegiatan mausia. Dengan perkataan lain, pembangunan berkelanjutan adalah suatu strategi pemanfaatan ekosistem alamiah sedemikian rupa, sehinggan kapasitas fungsionalnya untuk memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia tidak rusak.