This Author published in this journals
All Journal Panggung Panggung
Iyus Rusliana
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Wayang dalam Tari Sunda Gaya Priangan Iyus Rusliana
PANGGUNG Vol 26, No 2 (2016): Semiotika, Estetika, dan Kreativitas Visual Budaya
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (543.036 KB) | DOI: 10.26742/panggung.v26i2.173

Abstract

ABSTRACT This paper is a study on the potential  of puppet (wayang)  in the scope of Sundanese  culture of  Priangan subculture,  especially  dance.  Formerly  the term  of wayang  means  to call dolls made of wood which  are  played  by a puppeteer (dalang)  in a performance  of puppetry  art or to tell  the story  of its performance,  and  it is also directly  to call the art of Wayang   Golek puppetry. Later, the potential  of wayang affects strongly  to the various  aspects of life which are related  to belief and art, including  to Sundanese  dance of Priangan style. Since  wayang con- sists of religious sense which is implied in the story, thus wayang in Sundanese  dance of Priangan style is not  separated from the mission  or moral  value to the guidance  of life. The emerge of Wayang Wong Priangan  revealed as a dance drama with dialogue carrying  the story of wayang in complete or partly,  and there are always,  conflicts  between the evil wayang  characters  and the ones who extinguish  the evils. Keywords: Priangan subculture, Wayang Dance, Priangan style   ABSTRAK Tulisan ini merupakan kajian terhadap potensi wayang dalam lingkup budaya Sunda subkultur Priangan, khususnya seni tari. Awalnya kata wayang diartikan untuk menyebut boneka dari kayu yang dimainkan dalang dalam pertunjukan seni pedalangan atau untuk menunjukkan ceritanya dalam pertunjukan seni padalangan, dan juga bisa secara langsung untuk menyebut seni padalangan Wayang Golek. Selanjutnya potensi wayang ini berpengaruh kuat ke dalam beberapa aspek kehidupan yang berbau kepercayaan dan juga kesenian, termasuk ke tari Sunda gaya Priangan. Karena wayang mengandung makna religius yang tersirat dalam isi ceritanya, maka wayang dalam tari Sunda gaya Priangan tidaklah lepas dari misi atau pesan moral ke arah tuntunan hidup. Lahirnya Wayang Wong Priangan, terungkap sebagai bentuk dramatari berdialog dengan membawakan cerita wayang secara utuh atau sebagian, dan senantiasa adanya pertentangan antara tokoh wayang yang jahat dengan yang menumpas kejahatan. Kata kunci: subkultur Priangan, Tari Wayang, gaya Priangan
Tokoh Bisma dalam Dramatari Amba Bisma Eti Mulyati; Iyus Rusliana
PANGGUNG Vol 30, No 1 (2020): Polisemi dalam Interpretasi Tradisi Kreatif
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (435.322 KB) | DOI: 10.26742/panggung.v30i1.1145

Abstract

ABSTRACTDramatari Amba Bisma is one of the works of Iyus Ruslianan and Eti Mulyati from the results of researchon the art that was performed at the Sunan Ambu Building, on October 28, 2019. The Dramatari wassourced from the Mahabharata and Bharatayuda plays, from the Mahabharata play that sparked the meetingof Amba and Bisma while still on October 28, 2019. girls and young men who differed in their desiresand purpose in life, while from Bharatayuda’s story told about the death of Bhishma in the Bharatayudawar. This article aims to reveal the figure of Bhishma in Amba Bhishma’s drama, Bhishma is one of thecharacters in puppets who are magic and do not want to be crowned as kings for the Hastinapur family,he chose the way of life as a receipt rather than as a king. Because of his life choices, he was determined notto get married. Not only does Bhishma have a very problematic way of life, but many positive qualitiesdeserve to be emulated. The method used is qualitative with a descriptive analysis approach, namelythrough literature study, interviews, and participatory observation. The results obtained from the analysisof Amba Bisma’s dramatari work can be seen by two positive characters in Bisma, namely; 1) sacrifices.2) More loyal to the knight’s oath than to the family that is most dear. During the Baratayuda Bisma waras warlord on the Kurawa side, he was killed by Srikandi’s arrow.Keywords: Bhishma, Dramatari,Mahabharata,BharatayudaABSTRAKDramatari Amba Bisma merupakan salah satu karya Iyus Ruslianan dan Eti Mulyati dari hasilpenelitian karya seni yang di pertunjukan di Gedung Sunan Ambu, pada tanggal 28 Oktober2019. Dramatari tersebut bersumber dari lakon Mahabharata dan Bharatayuda, dari lakonMahabharata menceritkan pertemuan Amba dan Bisma saat masih gadis dan jejaka yangberbeda keingin dan tujuan hidupnya, sedangkan dari lakon Bharatayuda menceritakan tetanggugurnya Bisma dalam perang Bharatayuda. Artikel ini bertujuan ingin mengungkapkantokoh Bisma dalam dramatari Amba Bisma, yakni Bisma merupakan salah satu tokoh dalampewayangan yang merupakan tokoh sakti dan tidak bersedia dinobatkan sebagai raja demikesatuan keluarga Hastinapura, Bisma memilih jalan hidup sebagai resi ketimbang sebagai raja.Hal ini diperkuat dengan keyakinannya, untuk tidak menikah. Bisma tidak hanya memiliki jalanhidup yang sangat problematik, akan tetapi banyak sifat positif yang pantas untuk diteladani.Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis, yaitu melaluistudi pustaka, wawancara, dan observasi partisipasi. Hasil yang diperoleh dari analisis garapandramatari Amba Bisma dapat diketahui dua karakter positif yang ada pada diri Bisma yaitu; 1)suka berkorban. 2) Lebih setia pada sumpah kesatria ketimbang dengan keluarga yang palingdisayangi. Pada perang Baratayuda Bisma sebagai panglima perang di pihak Kurawa menemuiajalnya tertusuk panahnya Srikandi.Kata Kunci: Tokoh Bisma, dramatari, Mahabharata, Bharatayuda
Wayang dalam Tari Sunda Gaya Priangan Iyus Rusliana
PANGGUNG Vol 26 No 2 (2016): Semiotika, Estetika, dan Kreativitas Visual Budaya
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v26i2.173

Abstract

ABSTRACT This paper is a study on the potential  of puppet (wayang)  in the scope of Sundanese  culture of  Priangan subculture,  especially  dance.  Formerly  the term  of wayang  means  to call dolls made of wood which  are  played  by a puppeteer (dalang)  in a performance  of puppetry  art or to tell  the story  of its performance,  and  it is also directly  to call the art of Wayang   Golek puppetry. Later, the potential  of wayang affects strongly  to the various  aspects of life which are related  to belief and art, including  to Sundanese  dance of Priangan style. Since  wayang con- sists of religious sense which is implied in the story, thus wayang in Sundanese  dance of Priangan style is not  separated from the mission  or moral  value to the guidance  of life. The emerge of Wayang Wong Priangan  revealed as a dance drama with dialogue carrying  the story of wayang in complete or partly,  and there are always,  conflicts  between the evil wayang  characters  and the ones who extinguish  the evils. Keywords: Priangan subculture, Wayang Dance, Priangan style   ABSTRAK Tulisan ini merupakan kajian terhadap potensi wayang dalam lingkup budaya Sunda subkultur Priangan, khususnya seni tari. Awalnya kata wayang diartikan untuk menyebut boneka dari kayu yang dimainkan dalang dalam pertunjukan seni pedalangan atau untuk menunjukkan ceritanya dalam pertunjukan seni padalangan, dan juga bisa secara langsung untuk menyebut seni padalangan Wayang Golek. Selanjutnya potensi wayang ini berpengaruh kuat ke dalam beberapa aspek kehidupan yang berbau kepercayaan dan juga kesenian, termasuk ke tari Sunda gaya Priangan. Karena wayang mengandung makna religius yang tersirat dalam isi ceritanya, maka wayang dalam tari Sunda gaya Priangan tidaklah lepas dari misi atau pesan moral ke arah tuntunan hidup. Lahirnya Wayang Wong Priangan, terungkap sebagai bentuk dramatari berdialog dengan membawakan cerita wayang secara utuh atau sebagian, dan senantiasa adanya pertentangan antara tokoh wayang yang jahat dengan yang menumpas kejahatan. Kata kunci: subkultur Priangan, Tari Wayang, gaya Priangan