Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

HUBUNGAN STADIUM OTITIS MEDIA AKUT DENGAN DERAJAT GANGGUAN DENGAR DI POLI THT RS DUSTIRA Yanti Nurrokhmawati; Luthfi Nurlaela; nabilah parashandy
Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol 5 No 2 (2022): Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (243.65 KB)

Abstract

Otitis media akut (OMA) adalah infeksi pada telinga tengah yang disebabkan oleh virus atau bakteri. OMA memiliki 5 stadium, diantaranya adalah stadium oklusi, stadium hiperemis, stadium supuratif, stadium perforasi, dan stadium resolusi. Penurunan pendengaran adalah salah satu gejala klinis dari OMA. Tujuan penelitian ini untuk mencari apakah ada hubungan antara stadium OMA dengan derajat gangguan dengar dan bagaimana hubungan antara kedua variabel tersebut. Desain penelitian ini menggunakan pengamatan cross sectional yang melibatkan rekam medis untuk menyeleksi kriteria eksklusi, setelah itu pasien yang sudah sesuai dengan kriteria inklusi akan dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni. Hasil analisis hubungan antara stadium OMA dengan derajat gangguan dengar menggunakan uji Chi Square Pearson memiliki P-Value = 0,001. Hasil analisis hubungan setiap stadium OMA dengan derajat gangguan dengar, memiliki nilai P-Value berbeda- beda. Stadium oklusi memiliki P-Value = 0,000, stadium hipermis memiliki P-Value = 0,000, stadium supuratif memiliki P-Value = 0,007, stadium perforasi memiliki P-Value = 0,000, dan stadium resolusi memiliki P-Value = 0,000. Maka, dapat disimpulkan dari hasil di atas menunjukan bahwa hubungan semua stadium OMA dengan derajat gangguan pendengaran di THT Poli RS Dustira adalah signifikan karena P-Value > 0,05. Hubungan yang terjadi antara stadium OMA dengan derajat gangguan dengar disebabkan oleh gangguan hantar gelombang suara. Gangguan hantaran gelombang suara ini dipengaruhi oleh beberapa komponen yang terganggu proses fisiologisnya. Komponen tersebut diantaranya: membran timpani, tekanan di telinga tengah, dan tulang - tulang di telinga tengah. DOI : 10.35990/mk.v5n2.p112-126
GAMBARAN FUNGSI TUBA EUSTASIUS PASKA ADENOIDEKTOMI PADA PASIEN TONSILOADENOIDITIS KRONIS DI POLI THT RS DUSTIRA-CIMAHI (PERIODE MARET 2020-JANUARI 2021) Asti Kristianti; Yanti Nurrokhmawati
Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol 5 No 2 (2022): Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (277.32 KB)

Abstract

Adenoid merupakan bagian dari cincin Waldeyer yang terletak di dinding posterosuperior nasofaring. Hipertrofi adenoid dapat menyumbat orofisium tuba eustachius di nasofaring sehingga terjadi otitis media. Adenoidektomi dilakukan pada pasien dengan gejala hipertrofi adenoid. Tindakan kuretase adenoid juga dapat menyebabkan gangguan fungsi tuba pada pasien apabila adenotom mengenai orifisium tuba eustasius. Fungsi tuba eustasius dan keadaan telinga tengah dapat diketahui melalui pemeriksaan timpanometri. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran fungsi tuba sebelum dan sesudah adenoidektomi pada pasien tonsiloadenoiditis kronis hipertrofi dengan menggunakan timpanometri di Poliklinik THT RS Dustira Cimahi. Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analisis observasional dengan desain potong lintang (cross sectional). Pada pasien tonsiloadeniditis kronis dilakukan pemeriksaan timpanometri sebelum dan 1 minggu sesudah dilakukan adenoidektomi. Penelitian ini dilakukan di Poliklinik THT RS Dustira Cimahi pada bulan Maret 2020-Januari 2021. Jumlah sampel yang masuk kriteria penelitian didapatkan sebanyak 10 pasien tonsiloadenoiditis kronis. Karakteristik subjek penelitian didapatkan pasien paling banyak pada usia 8 tahun dan jenis kelamin perempuan. Gambaran timpanogram pada pasien tonsiloadenoiditis kronis sebelum dilakukan adenoidektomi didapatkan 80% hasil timpanogram tipe A. Gambaran timpanogram sesudah dilakukan adenoidektomi didapatkan 60% mengalami perubahan fungsi tuba eustachius dengan gambaran tipe B dan C. Kesimpulan pada penelitian ini adalah gambaran fungsi tuba sebelum adenoidektomi sebagian besar memiliki fungsi tuba yang normal dan sesudah adenoidektomi Sebagian besar mengalami disfungsi tuba eustachius. Hal ini dapat terjadi karena adanya pertumbuhan kembali adenoid atau jaringan limfoid sekitar tuba, dan perlukaan orifisium tuba eustasius akibat tindakan kuretase. DOI : 10.35990/mk.v5n2.p138-149
HUBUNGAN PEMAKAIAN MASKER DENGAN KEJADIAN COVID-19 PADA MASYARAKAT DI WILAYAH PUSKESMAS CIPAGERAN Desy Linasari; Yanti Nurrokhmawati; Hanifah Tri Octaviani
Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol 5 No 3 (2022): Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Corona Virus Disease-19 (COVID 19) adalah penyakit yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Corononavirus 2 (SARS-COV-2) yang ditularkan melalui cairan orang yang terinfeksi saat batuk, bersin, atau berbicara. Berdasarkan cara penularannya Kementerian Kesehatan RI menetapkan peraturan pencegahan COVID-19 dengan menerapkan protokol kesehatan 5M, salah satunya memakai masker. Cipageran merupakan kelurahan dengan kejadian COVID-19 tertinggi di Cimahi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemakaian masker dengan kejadian COVID-19 pada masyarakat di wilayah Puskesmas Cipageran. Penelitian ini merupakan penelitian analitik case-control dengan membandingkan responden yang pernah dinyatakan positif COVID-19 (kasus) dengan responden yang tidak pernah menderita COVID-19 (kontrol). Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Didapatkan 56 kasus dan 97 kontrol. Data dianalisis dengan uji chi square, uji regresi logistik, dan uji Mann whitney, didapatkan 53,6% responden tertular COVID-19 yang berasal dari anggota keluarga. Kadang-kadang menggunakan masker (OR: 1,73) memiliki risiko lebih tinggi untuk tertular COVID-19 dibandingkan responden yang hampir selalu memakai masker. Tidak terdapat hubungan antara jenis masker dikarenakan berhubungan dengan cara pemakaian masker responden, durasi menggunakan masker dikarenakan aktivitas setiap orang berbeda, dan mengganti masker dikarenakan pemakaian masker yang berulang masih bersifat protektif dibandingkan dengan tidak menggunakan masker. Masyarakat disarankan untuk mematuhi protokol kesehatan di rumah saat sedang isolasi mandiri atau terdapat anggota keluarga yang menderita COVID-19. DOI : 10.35990/mk.v5n3.p255-264
GAMBARAN KASUS PRESBIKUSIS PADA PENSIUNAN TNI DI RS DUSTIRA CIMAHI Yanti Nurrokhmawati
Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol 4 No 5 (2021): Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Presbikusis adalah gangguan pendengaran pada usia tua. Prebikusis dipengaruhi olehberbagai faktor risiko diantaranya paparan kebisingan. Trauma akustik yang disebabkanoleh latihan menembak berulang pada anggota militer memiliki pengaruh terhadapterjadinya presbikusis, terutama pada kesatuan asal dari pasukan tempur. Tujuan daripenelitian ini adalah untuk menilai perbedaan prevalensi presbikusis pada pasienpurnawirawan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari pasukan tempur dan non-tempur.Penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk mengetahui karakteristik usia, jenis kelamin,faktor risiko penyakit, riwayat obat-obatan ototoksik, dan riwayat pekerjaan sebelumnya,serta asal kesatuan. Seluruh pasien poliklinik Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT) diRumah Sakit Dustira pada bulan Januari-November 2018 yang didiagnosis sebagaipresbikusis dari riwayat, pemeriksaan, dan evaluasi audiometri. Data dicatat danditampilkan secara deskriptif. Hasil penelitian didapatkan 151 kasus dengan prevalensisebesar 12% dari seluruh kasus. Rerata usia adalah 50,5 tahun dengan rentang usia 49-80tahun, 59,9% laki-laki dan 40,4% perempuan. Hipertensi adalah faktor risiko yang palingbanyak (71,5%). Purnawirawan pasien TNI sebanyak 65 orang (14,77%), dan 43 orang diantaranya berasal dari pasukan tempur (68%). Kesimpulan: Kejadian presbikusis parapurnawirawan TNI dari pasukan tempur lebih tinggi daripada TNI dari pasukan non-tempur. DOI : https://doi.org/10.35990/mk.v4n5.p461-470
Noise induced hearing loss among furniture factory workers PT Chitose Cimahi Yanti Nurrokhmawati; Desire M Nataliningrum; Dian Anggraeny
ACTA Medical Health Sciences Vol. 1 No. 1 (2022): ACTA Medical Health Sciences
Publisher : ACTA Medical Health Sciences

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (241.324 KB)

Abstract

Noise Induced Hearing Loss (NIHL) merupakan masalah kesehatan yang cukup umum terjadi pada pekerja pabrik, termasuk di industri manufaktur furnitur. Paparan kebisingan yang melebihi ambang batas intensitas dalam waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan pendengaran, baik bersifat sementara maupun permanen. Jika tidak ditangani dengan serius, kondisi ini dapat berdampak pada gangguan pendengaran maupun gangguan non-pendengaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi gangguan pendengaran akibat kebisingan, karakteristik pekerja, lama kerja, kebiasaan penggunaan alat pelindung telinga (APD), serta gejala auditorik dan non-auditorik pada pekerja di PT Chitose, Cimahi, Jawa Barat. Subjek dalam penelitian ini adalah sebanyak 66 pekerja yang terdiri dari 62 laki-laki dan 4 perempuan, dipilih dengan metode total sampling. Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif potong lintang (cross-sectional). Anamnesis dilakukan melalui pengisian kuesioner, pemeriksaan fisik telinga, dan pemeriksaan audiometri nada murni (pure tone audiometry). Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi NIHL ditemukan pada 37 orang (56%). Dari pasien dengan NIHL tersebut, rata-rata usia adalah 37,8 tahun, dengan mayoritas berjenis kelamin laki-laki (95%). Sebagian besar berasal dari bagian produksi (73%), dengan rata-rata lama kerja 16,6 tahun. Sebanyak 54% pekerja tidak pernah menggunakan APD. Gejala auditorik yang paling sering dirasakan adalah tinnitus (54%), sedangkan gejala non-auditorik yang paling sering dilaporkan adalah kesulitan tidur (19%). Kesimpulan: Prevalensi NIHL pada pekerja PT Chitose Cimahi tergolong tinggi. Hal ini disebabkan oleh paparan kebisingan dan dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko. Oleh karena itu, diperlukan program pencegahan dari pihak perusahaan serta rehabilitasi bagi pekerja yang terdampak. Gangguan pendengaran yang ditemukan pada pekerja pabrik furnitur PT Chitose Cimahi merupakan gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan. DOI : 10.35990/amhs.v1n1.p10-18 REFERENCES Sliwinska-Kowalska, M., & Davis, A. (2012). Noise-induced hearing loss. Noise & Health, 14, 274–280. Mazlan, N., Yahya, K., & Haron, Z. (2018). Characteristic of Noise-induced Hearing Loss among Workers in Construction Industries. E3S Web of Conferences, 34, 02025. Robinson, T., Whittaker, J., Acharya, A., Singh, D., & Smith, M. (2015). Prevalence of noise-induced hearing loss among woodworkers in Nepal: a pilot study. International Journal of Occupational and Environmental Health, 21(1), 14–22. Dement, J., Ringen, K., Welch, L., Bingham, E., & Quinn, P. (2018). Hearing loss among older construction workers: Updated analyses. American Journal of Industrial Medicine, 61(4), 326–335. Nelson, D., Nelson, R., & Barientos, M.C. (2005). The global burden of occupational noise-induced hearing loss. American Journal of Industrial Medicine, 48(6), 446–458. Hong, O.S. (2005). Hearing loss among operating engineers in the American construction industry. International Archives of Occupational and Environmental Health, 78(7), 565–574. Vos, T., Flaxman, A.D., Naghavi, M., Lozano, R., Michaud, C., Ezzati, M., et al. (2012). Years lived with disability (YLDs) for 1160 sequelae of 289 diseases and injuries 1990–2010: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2010. The Lancet, 380, 2163–2196. Masterson, E.A., Bushnell, P.T., Themann, C.L., & Morata, T.C. (2016). Hearing impairment among noise-exposed workers — United States, 2003–2012. MMWR Morbidity and Mortality Weekly Report, 65, 389–394. Kemenkes RI. (2022). Kemenkes Terus Upayakan Kurangi Masalah Gangguan Pendengaran. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Retrieved from: http://p2p.kemkes.go.id/kemenkes-terus-upayakan-kurangi-masalah-gangguan-pendengaran/ National Institute of Environmental Health Science. (2010). Hearing protection. NIEHS, Connecticut. Dawes, P., Fortnum, H., Moore, D.R., Emsley, R., Norman, P., Cruickshanks, K., & Munro, K. (2014). Characteristics of Noise-Induced Hearing Loss among workers. Ear and Hearing. Shargorodsky, J., Curhan, S.G., Eavey, R., & Curhan, G.C. (2010). A prospective study of cardiovascular risk factors and incident hearing loss in men. Laryngoscope, 120(9), 1887–1891. Hong, O., Buss, J., & Thomas, E. (2013). Type 2 diabetes and hearing loss. Disease-a-Month, 59(4), 139–146. PT Chitose Internasional Tbk. (2020). Profil Perusahaan. Retrieved from: http://www.chitose-indonesia.com/tentang-kami/ Neitzel, R., Seixas, N., Goldman, B., & Daniell, W. (2008). Comparison of perceived and quantitative measures of occupational noise exposure. Annals of Occupational Hygiene, 53(1), 41–54. Kryter, K.D. (2005). The Effects of Noise on Man (2nd ed., Ch. 2). London: Academic Press. Soetirto, I., & Bashiruddin, J. (2001). Gangguan pendengaran akibat bising. Disampaikan pada Simposium Penyakit THT Akibat Hubungan Kerja & Cacat Akibat Kecelakaan Kerja, Jakarta, 2 Juni. Lintong, F. (2009). Gangguan Pendengaran Akibat Bising. Jurnal Biomedik, 1(2), 81–86. Kandou, L.F., & Mulyono. (2013). Hubungan karakteristik dengan peningkatan ambang pendengaran penerbang. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 2(1), 1–9. Suryani, S., Mulyadi, A., & Afandi, D. (2015). Analisis Gangguan Pendengaran Tipe Sensorineural pada Pekerja akibat Kebisingan di Industri Mebel Kayu di Kota Pekanbaru. Jurnal Ilmu Lingkungan, 9(1), 1–11. Wald, P.H., & Stave, G.M. (2012). Physical and Biological Hazards of the Workplace (2nd ed., pp. 279–290). John Wiley & Sons, New York. Fatimah, S. (2008). Pengaruh Kebisingan terhadap Noise-Induced Hearing Loss (NIHL) Karyawan di PT. SCTI Jakarta Timur Tahun 2008. FKM UI. Barbara, A., & Jill, M. (2012). Industrial noise. In Fundamentals of Industrial Hygiene. New York. Hastono, S.P. (2017). Basic Data Analysis for Health Research. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Lewkowski, K., Fritschi, L., Heyworth, J., Liew, D., & Li, I. (2020). Productivity burden of occupational noise-induced hearing loss in Australia: A life table modelling study. International Journal of Environmental Research and Public Health, 17(13), 4667. Mukono, M.S. (2000). Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga University Press, Surabaya. Roestam, A.W. (2004). Program konservasi pendengaran di tempat kerja. Cermin Dunia Kedokteran (CDK). Setiawan, F.E.B. (2021). Prevention of noise-induced hearing loss in worker: A literature review. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia, 12(2). The International Programme on Chemical Safety (IPCS). (n.d.). Environmental Health Criteria (EHC) 215: Vinyl chloride. Retrieved from: ipcs.com (Accessed on 12 Feb 2022). Centers for Disease Control and Prevention. (2022). Reducing Noise Exposure: Personal Protective Equipment. Retrieved from: https://www.cdc.gov/niosh/topics/noise/reducenoiseexposure/adminppe.html (Accessed on 8 Jan 2022).