Muhammad Harfin Zuhdi
Institut Agama Islam Negeri Mataram

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

RADIKALISME AGAMA DAN UPAYA DERADIKALISASI PEMAHAMAN KEAGAMAAN Muhammad Harfin Zuhdi
Akademika : Jurnal Pemikiran Islam Vol 22 No 1 (2017): Islam, Radicalism, dan Terrorism
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri Metro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (305.564 KB)

Abstract

Fenomena radikalisme agama merupakan persoalan yang berhubungan dengan pengalaman inti, memori kolektif dan penafsiran agama. secara umum setiap agama memiliki dua fungsi: pertama, fungsi manifest, yaitu fungsi yang disadari betul oleh para pengikutnya sebagai manifestasi objektif dari suatu sistem sosial, misalnya meningkatkan kehesivitas umat (ukuwah islamiyah). Kedua, fungsi laten, yaitu fungsi yang tidak dikehendaki secara sadar dari sistem sosial tersebut dalam memunculkan radikalisme, dan agama merupakan lahan empuk untuk menjadi crying banner dalam melakukan tindakan radikalisme. Dalam konteks agama Islam, salah satu penyebabnya adalah pemahaman yang keliru atas ayat-ayat al-Qur’an dan juga hadis Nabi tentang jihad dan perang. Tulisan ini bermaksud mendeskripsikan wacana radikalisme agama dan untuk menelaah ayat-ayat tersebut dengan memerhatikan makna dan konteks kesejarahannya sehingga dihasilkan pemahaman yang benar dan komprehensif. Hasil penelaahan memberikan kesimpulan bahwa jihad dan qital dalam al-Qur’an berbeda dengan tindakan radikalisme. The phenomenon of religious radicalism is a matter related to core experience, collective memory and religious interpretation. In general, every religion has two functions: first, the manifest function is a function that its followers perceive as an objective manifestation of a social system, for example increasing the dignity of the ummah (ukuwah islamiyah). Secondly, latent functions, the unwittingly conscious function of the social system in generating radicalism, and religion is a soft field to become a crying banner in the conduct of radicalism. In the context of Islam, one of the reasons is the missunderstanding of the verses of Qur’an and the traditions of the Prophets of jihad and war (qital). This paper aims to describe the discourse of religious radicalism and to review these verses with regard to the meaning and historical context that result the correct and comprehensive understanding. This article concludes that jihad and war (qital) in the Qur’an is different from the act of radicalism.
ISLAM WETU TELU DI BAYAN LOMBOK Muhammad Harfin Zuhdi
Akademika : Jurnal Pemikiran Islam Vol 17 No 2 (2012): Memperkuat Citra Islam sebagai Agama Perdamaian
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri Metro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (330.494 KB)

Abstract

Islam masuk ke pulau Lombok pada abad ke-16 sekitar tahun 1545. Islamdisebarluaskan melalui sebuah ekspedisi dari Jawa yang dibawa oleh Sunan Prapen putra dari Sunan Giri, beliau merupakan salah satu Wali Songo yang terkenal. Menurut beberapa ahli sejarah, sebelum Islam masuk kepulau ini, penduduk asli Sasak mempunyai agama tradisional yaitu Boda sebuah sebutan bagi penduduk asli Lombok. Islam -sejak awal kemunculanya dan akan berlanjut hingga akhir zaman, telah menghadapi beberapa perbedaan nilai yang contradiktive dengan tradisi lokal dan budaya. Hal tersebut menyebabkan sebuah proses dialektika dan menghasilkan warna lokal Islam yang disebut Islam Wetu Telu di Bayan, Lombok Barat. Tulisan ini membahas tentang dasar sejarah yang mempertunjukan identitas agama masyarakat Sasak. Sejarah singkat identitas agama masyarakat Sasak terhadap agama Wetu Telu merupakan kolaborasi dari sebuah tradisi, budaya, dan nilai agama dari para pendatang yang merupakan penduduk asli di masa lalu. Sudut pandang lain menyatakan bahwa agama Wetu Telu merupakan sebuah ketidak lengkapan proses Islamisasi terhadap agama Waktu Lima yang belakangan ini dipertimbangkan sebagai Islam yang suci dan benar oleh sebagian besar Muslim di Lombok. Islam reached Lombok island in sixteenth century, approximately at 1545. It is well known spread was an expedition from Java led by Sunan Prapen son of Sunan Giri, one of the famous Wali Songo. Before Islam reached this island, according to some historian, the indigenous Sasak –appellation to indigenous of Lombok people— had their own traditional religion, Boda. Islam –since the very beginning of its history and will continuosly last to the end of time—has faced some different even contradictive values of local traditions and cultures. It leads to a kind of dialectical process, and in turn produces what is called local Islam such as Islam Wetu Telu in Bayan, West Lombok. This article is aimed at revealing historical root of religious identity of Sasak community. Historical sketch of its religious identity leads to Wetu Telu religion that was collaboration of tradition, cultural and relegious values of the comers and those of the indigenous people in the past. Another point of view said that Wetu Telu religion is an uncompleted process of islamization toward Waktu Lima religion that is considered by presently most Muslims in Lombok the true and pure Islam.
KONSEP KEPEMIMPINAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM Muhammad Harfin Zuhdi
Akademika : Jurnal Pemikiran Islam Vol 19 No 1 (2014): Agama dan Kepemimpinan
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institut Agama Islam Negeri Metro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.646 KB)

Abstract

Diskursus tentang kepemimpinan dan masalah pemimpin merupakan suatu yang tidak pernah sepi dari perbincangan dari waktu ke waktu. Tidak terkecuali masa lalu, saat ini dan masa akan datang, pembicaraan mengenai pemimpin banyak dibahas dan dianalisa dari berbagai sudut pandang yang bermacam- macam. Semuanya tergantung dari sisi mana seseorang memandang dan mengulas masalah pemimpin dalam suatu obyek kajiannya. Bila pemimpin dikaji dalam perspektif politik akan melahirkan pandangan yang berbeda bila dikaji dalam perspektif ekonomi. Begitu juga bila pemimpin dibahas menggunakan kacamatan idiologi kapitalis akan sangat berbeda dengan sosialis. Artikel ini mencoba melakukan kajian pemimpin dalam perspektif Islam,dengan mengelaborasi ayat- ayat al-Qur’an secara tematik. karena ajaran Islam harus menjadi bagian sangat penting dan strategis untuk dimunculkan. Karena dari sanalah cita-cita keadilan, kemashlahatan dan kebenaran akan ditegakkan. Tentu semuanya mengacu kepada patokan syari’at agar terhindar dari kepentingan nafsu perorangan, kelompok, maupun isme-isme lainnya yang dapat membuat lemahnya komitmen seorang pemimpin dalam memperjuangan kebenaran dan keadilan dalam rangka mewujudkan kemashlahatan masyarakat yang dipimpinnya.The discourse on the issues of leadership and leader has been challenging from time to time. It was discussed in the past, and is discussing today, and will be discussed in the future from various perspectives. Different perspective results in different judgment. When it is seen from politic perspective, the result would be different from that of economy perspective. The same is true when it is examined through capitalism ideology that would be different from that of social ideology. This writing examines the issue of leadership from Islamic perspective by ellaborating the verses within the holy Koran thematically since Islamic teachings should be important and strategic for the discussion. The holy Koran is the source of goal, justice, utility, and truth. The shari’ah concept should be the standard of the leader in order for him not to be occupied by negative desires or ideologies.