Yudistira Rusydi
Dosen & Sekretaris Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Palembang

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang Hasil Kejahatan Narkoba Pada Direktorat Narkoba Polda Sumatera Selatan Yudistira Rusydi
JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 1 (2018): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (578.647 KB) | DOI: 10.24967/jcs.v3i1.346

Abstract

AbstrakPenegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang hasil kejahatan narkoba yang dilakukan oleh direktorat Narkoba kepolisian daerah Sumatera Selatan sudah dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap tindak pidana penyalah gunaan narkotika dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu pasalb 114 ayat (2) jo pasal 132 ayat (1), subside pasal 112 ayat (3) dan pasal pasal 137 huruf A dan B Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, kemudian untuk tidak pidana pencucian uang diterapkan pasal 3 dan pasal 5 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Faktor pengambat penyidik Kepolisian dalam melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang dari hasil kajehatan Narkotika dapat di bagi kedalam dua faktor yaitu Faktor Yuridis antara lain : Terdapat kelemahan dalam Undang-undang tindak pidana pencucian uang Undang-undang ini masih menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda tentang tindak pidana pencucian uang Undang-undang ini tidak memberikan batasan yang jelas antara wewenang Kepolisian dan PPATK dalam melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang, padahal dalam ranah kejahatan narkotika merupakan kewenangan mutlak dari Kepolisian .Faktor non Yuridis : Keterbatasan Sarana dan prasarana Kepolisian terutama dalam hal tekhnologi informasi terutama akses ke perbankan, terhadap transaksi non tunai Keterbatasan sumber daya manusia baik dari jumlah personil yang ada maupun kemampuan personil yang dimiliki Kepolisian Daerah Sumatera Selatan yang memiliki keahlian di bidang tindak pidana pencucian uang.
PERTANGGUNGJAWABAN PEJABAT NEGARA YANG MELAKUKAN PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN (MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA) Yudistira Yudistira
UNES Law Review Vol. 5 No. 4 (2023): UNES LAW REVIEW (Juni 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v5i4.803

Abstract

Accountability for the actions of the government arises from the existence of 2 things, namely the existence of authority and the existence of rights and obligations. The authority of these rights and obligations is an act of the government that must be accounted for. Government accountability is in the form of legal accountability (criminal, civil and state administration) There are 3 types of accountability for state officials morally, namely : Hierarchical responsibility, responsibility for a political product is borne by the person with the highest position in the chain of formal and informal authority. Collective Responsibility, based on the premise that many political products are the result of the actions of many different people, so that individual contributions may not be identified at all and certainly cannot really be distinguished from the contributions of others. An official is morally responsible for a policy product only if (1) the official's actions or omissions are the cause of the policy product; and (2) these acts or omissions were not committed in ignorance or under duress. Furthermore, legal responsibility under the Act. No. 30 of 2014 concerning Government Administration of Government Internal Supervisory Apparatuses (APIP) and the State Administrative Court conduct an examination if the policy carried out is found to be in the form of losses. Efforts that can be made to prevent abuse of authority by state officials Preventive or prevention efforts can be carried out by means of: Anti-corruption education, Anti-corruption campaigns, one topic. Socialization on the eradication of criminal acts of corruption, organized through education and training activities, seminars, workshops, discussions, upgrading, lectures and religious sermons with the aim of creating public awareness and legal compliance in order to participate in assisting state administrators Research, study and development of eradicating corruption crimes.
Wewenang dan Hambatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Satuan Polisi Pamong Praja dalam Pelaksanaan Upaya Paksa terhadap Pelanggaran Kasus Asusila Yudistira Rusydi
Pandecta Research Law Journal Vol 9, No 2 (2014)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/pandecta.v9i2.3577

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam kasus asusila dengan mengambil studi kasus di Kota Palembang. Data yang digunakan adalah data Primer yang dikumpulkan melalui metode wawancara dengan Satuan Polisi Pamong Praja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Penyidik Sipil memiliki beberapa wewenang, yaitu: menerima laporan atau pengaduan dari individu tentang tindak pidana, Mengambil sidik jari jari dan menembak seseorang, Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi, membawa ahli dalam hubungannya dengan pemeriksaan kasus ini, penghentian penyelidikan setelah menerima instruksi dari penyidik bahwa ada cukup bukti dan bukan merupakan tindak pidana, melakukan tindakan lain yang secara hukum dapat dibenarkan. Selain itu, dalam rangka pelaksanaan fungsi kepolisian Kota untuk kasus yang terjadi di Kota Palembang, Penyidik Pegawai Negeri Sipil juga memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan preventif melalui penyuluhan, bimbingan, pelatihan, pengawasan dan bantuan pembinaan, baik perorangan maupun kelompok orang diyakini sebagai sumber munculnya pengemis galandangan dan Pelacur. Dalam menjalankan tugasnya tersebut, Penyidik Pegawai Negeri Sipil menghadapi sejumlah kendala, seperti faktor undang-undang, dimana kewenangan yang dimiliki oleh Polisi Pamong Praja dalam konteks penegakan hukum terbatas pada non-yudisial, seperti hanya terbatas pada pelaksanaan dan penegakan peraturan daerah. Selain itu, faktor yang paling berpengaruh dalam menegakkan hukum adalah faktor penegak hukum khususnya menyangkut kemampuan dan profesioanlitasnya. This study aims to analyze the Civil Servant authority in investigating the immoral cases and their barriers. This study takes a case in the city of Palembang. The data used is Primary data were collected through interviews with the Civil Service Police Unit. The results of this study indicate that the Civil Investigators have some authority, namely: to receive reports or complaints from individuals regarding the crime, taking finger prints and shoot someone, Calling people to be heard and questioned as a suspect or witness, bringing experts in conjunction with the examination of this case, termination of the investigation after receiving instructions from the investigator that there is sufficient evidence and is not a criminal offense, other actions that may be legally justified. Moreover, in the framework of the implementation of the City police function for the case in Palembang, Civil Servant Investigators also have the authority to take preventive measures through counseling, guidance, training, supervision and coaching support, both individuals and groups of people believed to be the source of the emergence of a beggar galandangan and Prostitutes. In carrying out these duties, Civil Servant Investigators face a number of obstacles, such as legislation factor, where the authority of the Municipal Police in the context of law enforcement is limited to non-judicial, as only limited to the implementation and enforcement of local regulations. In addition, the most influential factor in enforcing the law is a factor, especially regarding the ability of law enforcement and profesioanlitasnya.