Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

OPTIMALISASI KEIKUTSERTAAN PASANGAN SUAMI ISTRI SEBAGAI AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA PUTRIATRI KRIMASUSINI SENUDIN; Claudia Fariday Dewi; Fransiska Y. Demang; Theofilus Acai Ndorang; Tarsianus Golo; Eugenius Rada Masri
Abdi Dosen : Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat Vol. 6 No. 1 (2022): MARET
Publisher : LPPM Univ. Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (706.548 KB) | DOI: 10.32832/abdidos.v6i1.943

Abstract

Di Indonesia saat ini menerapkan pengendalian penduduk, yang dikenal dengan program Keluarga Berencana, program ini bersifat persuasive dan dinilai berhasil menekan tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia. Data Riset Kesehatan Nasional 2018 menunjukan bahwa wanita usia subur yang bersia 15-49 tahun sebagian besar 59,3% menggunakan metode kontrasepsi modern sedangkan sekitar 0,4% wanita menggunakan metode kontrasepsi tradisional dan sekitar 24,7% pernah menggunakan Metode kontrasepsi tetapi karena alasan tertentu maka tidak menggunakan lagi serta terdapat 15,5% tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi. Berdasarkan pengkajian bahwa sebagian besar pasangan usia subur di Desa Rai memiliki anak lebih dari empat orang dengan jarak persalinan yaitu kurang dari dua tahun sebanyak 70% dan pada umumnya tidak menggunakan alat kontrasepsi. Oleh karena itu, dilakukan upaya optimalisasi fungsi keluarga dalam keikutsertaan suami atau istri sebagai akseptor keluarga berencana dengan melakukan pendekatan dari prespektif gizi keluarga budaya masyarakat agama serta kesehatan ibu dan keluarga. Kagiatan ini telah dilakukan di desa Rai pada tanggal 18-20 November 2021 yang dikuti oleh 37 pasangan usia subur. Kegiatan ini mendapatkan hasil yang positif karena terjadi perubahan pemahaman peserta dari berbagai prespektif tentang keluarga berencana. Namun, masih terdapat peserta yang belum mengalami perubahan pemahaman sehingga perlu ditindaklanjuti oleh kader dan bidan desa.
Persepsi Pasangan Infertil Terhadap Masalah Infertilitas di Kecamatan Langke Rembong Fransiska Nova Nanur; Jayanthi P. Janggu; Tarsianus Golo; Nur Dafiq; David Djerubu
JIK-JURNAL ILMU KESEHATAN Vol 6, No 2 (2022): JIK-Oktober Volume 6 Nomor 2 Tahun 2022
Publisher : STIKes ALIFAH PADANG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33757/jik.v6i2.558

Abstract

Infertilitas telah diakui luas sebagai salah satu masalah kesehatan reproduksi pada manusia. Sebagai sebuah kondisi yang tidak dapat mewariskan sebuah keturunan, ketidaksuburan dapat menyebabkan masalah psikologis yang serius pada individu yang terkena dampak. Penelitian ini bertujuan untuk menggali persepsi pasangan infertil terhadap masalah infertilitas yang dialami, bagaimana strategi pasangan infertil dalam menghadapi pandangan negatif dari lingkungan serta apa dukungan sosial yang dibutuhkan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasangan infertil di Kecamatan Langke Rembong. Jumlah sampel yang diambil adalah 10 pasangan infertil yang memenuhi kriteria inklusi dengan teknik pengambil sampel secara purposive. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai April tahun 2022 di wilayah Kecamatan Langke Rembong. Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam pada 10 pasangan infertil dan dianalisis secara tematik. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah semua pasangan infertil Hasil penelitian menunjukkan bahwa persespi pasangan infertil terhadap masalah infertilitas adalah pasangan memandang masalah infertil sebagai masalah yang sensitif, menguras pikiran, rentan akan stres dan mempengaruhi relasi. Banyak pandangan negatif yang ditujukan pada pasangan ini terutama berasal dari keluarga dan kerabat terdekat. Strategi yang digunakan untuk menghadapinya adalah dengan menghindari pertemuan yang membahas tentang anak, melakukan hobi, traveling, berprinsip cuek dan berdamai dengan keadaan. Adapun dukungan sosial yang dibutuhkan adalah dukungan spiritual, semangat dan motivasi untuk terus berupaya mencari pengobatan dan perawatan.
ANALISIS YURIDIS BATAS USIA DEWASA PASIEN DALAM MEMBERIKAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN DI INDONESIA Tarsianus Golo
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 11 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (386.723 KB) | DOI: 10.24843/KS.2022.v10.i11.p08

Abstract

Tujuan penulisan artikel ini adalah menganalisis benturan norma dan mengkaji batasan yang tegas terkait kategori umur dewasa pemberi persetujuan tindakan medis di Indonesia berdasarkan hukum positif yang berlaku. Benturan norma yang ada perlu dikritisi sehingga memberikan kepastian hukum dan memenuhi syarat sahnya suatu perbuatan hukum yang dilakukan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian doktrinal dengan basis analisis bersumber pada bahan hukum primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat standar ganda usia dewasa pemberi persetujuan tindakan medis dalam hukum kesehatan yang berlaku yakni usia 18 tahun, 21 tahun dan atau telah menikah. Karena itu, diperlukan rekonstruksi hukum yang mengatur tentang batas usia dewasa pemberi persetujuan tindakan medis di Indonesia yakni usia 18 tahun dan atau telah menikah. The purpose of writing this article is to analyze the conflict of norms and to examine the strict limits related to the adult age category who gives consent for medical treatment in Indonesia based on the applicable positive law. The existing clash of norms needs to be criticized so as to provide legal certainty and fulfill the legal requirements of a legal act committed. The method used in this research is doctrinal research with the basis of analysis based on primary and secondary legal materials. The results of the study indicate that there is a double standard of adult age giving consent for medical treatment in the applicable health law, namely the age of 18 years, 21 years and or married. Therefore, it is necessary to reconstruct the law that regulates the adult age limit for giving approval for medical treatment in Indonesia, namely 18 years of age and/or married.