Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Pemetaan Konflik dan Upaya Negosiasi di Konflik Suriah Muhammad Rizky Andis Rafaldhanis; Hardiyan Saputra
Jurnal Alternatif - Jurnal Ilmu Hubungan Internasional Vol. 13 No. 2 (2022): Jurnal Alternatif : Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Publisher : Program Studi Hubungan Internasional FISIP Universitas Jayabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1067.042 KB)

Abstract

Konflik yang terjadi di Suriah tidak dapat terlepas dari fenomena Arab Spring yang mulai muncul pada tahun 2010. Namun pada tahun 2011, gelombang fenomena Arab Spring mulai menjalar di Suriah, tepatnya di kota Deera. Akar konflik Suriah berawal dari ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan Bashar al-Assad. Bashar al-Assad adalah penerus rezim Assad sekaligus keturunan dari Hafez al-Assad. Situasi di Suriah makin kacau balau, setelah kekuatan lain dari luar ikut campur dan mendukung pihak-pihak yang bertikai. Perang Saudara Suriah adalah hasil dari penyebab jangka panjang dan jangka pendek yang kompleks dan saling terkait, termasuk ketegangan sosial-politik dan agama, kondisi ekonomi yang buruk, dan gelombang pemberontakan politik yang melanda Timur Tengah dan Afrika Utara pada tahun 2011. Di akhir tahun 2021, polar kekuatan oposisi sudah mulai padam dan kekuatan mulai bergilir, secara umum kelompok oposisi terbagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu: Pemberontak Moderat yaitu (Free Syrian Army & Ahrar al-Sham), Militan Radikal (Tahrir al-Sham (HTS) dan ISIS), dan Pemberontak Kurdi (Rojava/SDF). Masing-masing kelompok pemberontak memiliki tujuannya, sifat terpecah-belah dan bantuan pihak asing memudahkan kelompok loyalis dan pemerintah untuk mengambil alih wilayahnya. Salah satu langkah dalam memunculkan solusi dalam konflik adalah dengan melakukan pemetaan konflik, maka dari itu untuk dapat memahami konflik ini kami akan menjabarkan pemetaan detail terkait konflik yang terjadi akhir-akhir ini sekaligus dengan upaya negosiasi yang telah dilakukan pihak ketiga. Kata Kunci: Konflik Suriah, Pemberontak Kurdi, Militan Radikal, Pemberontak Moderat,
ASEAN sebagai Lingkaran Konsentris Pertama Indonesia Muhammad Rizky Andis Rafaldhanis
Jurnal Alternatif - Jurnal Ilmu Hubungan Internasional Vol. 14 No. 1 (2023): Jurnal Alternatif : Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Publisher : Program Studi Hubungan Internasional FISIP Universitas Jayabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Harus disadari bahwa dalam pembuatan kebijakan luar negeri RI ada satu konsep yang sering mempengaruhi proses pembuatan kebijakan luar negeri tersebut, konsep ini dinamakan Lingkaran Konsentris. Konsep ini telah menjadi panduan bagaimana Indonesia melakukan kerjasama regional serta memudahkan seorang pembuat kebijakan dalam membuat kebijakan luar negeri dengan menggunakan skala prioritas berdasarkan wilayah mana yang dianggap lebih penting. Wilayah yang paling penting adalah wilayah yang paling dekat dengan Indonesia yaitu wilayah Asia Tenggara atau lebih luasnya, Asia-Pasifik dan Indo-Pasifik. ASEAN merupakan organisasi yang paling berpengaruh di wilayah ini sehingga Indonesia harus menjadikan ASEAN prioritas utama dalam melaksanakan kebijakan luar negeri RI. Bagaimana caranya? Yaitu dengan membantu menyelesaikan masalah-masalah di kawasan tersebut seperti Isu Laut China Selatan dan Krisis di Myanmar. Dengan Keketuaan Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2023 mendatang, Indonesia harus segera memimpin ASEAN dan tetap berkomitmen untuk menyelesaikan kedua isu tersebut apalagi jika Indonesia bercita-cita menjadikan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan dunia. Pertumbuhan (growth) tidak dapat dicapai jika rakyat tidak merasa aman maka dari itu keamanan (security) merupakan prioritas utama yang pertama kali harus dicapai. Keamanan juga merupakan kunci dari stabilitas regional dan menjadi syarat demokrasi bisa berlangsung tanpa hambatan. Jika keamanan regional dan stabilitas di kawasan Asia Tenggara dapat dicapai, maka kesejahteraan bersama baru dapat diraih.
Enhancing Cross-Cultural Understanding Among ASEAN Youth Muhammad Rizky Andis Rafaldhanis; Yunita Fajarani; Arya Dimas Kartanapura
Jurnal Alternatif - Jurnal Ilmu Hubungan Internasional Vol. 14 No. 2 (2023): Jurnal Alternatif : Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Publisher : Program Studi Hubungan Internasional FISIP Universitas Jayabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ASEAN is known for its diverse cultural heritage, containing many languages, traditions and customs. In this region, intercultural understanding among ASEAN youth is very important because it can promote harmony, cooperation and mutual respect among member countries. This article examines the effectiveness of programs that promote intercultural understanding among ASEAN youth. Important programs such as student exchange programmes, intercultural dialogue and cultural festivals are powerful tools for bridging gaps and strengthening intercultural understanding. Discussions and meetings of young people from various ASEAN countries give them the opportunity to exchange opinions, find solutions and understand different cultural perspectives. Digital platforms and social media play an important role in facilitating intercultural interactions. There are several recommendations to increase intercultural understanding among ASEAN youth that can be implemented in various ways that are inclusive and sustainable, namely integrating intercultural education into the formal curriculum, expanding exchange programs, and using digital technology for virtual interactions. One of the initiatives that represent this is ASCC (ASEAN Socio-Cultural Community), a platform for development in various areas of life such as education, sports, health, social and women's issues, and AYC (ASEAN Youth Cultural Forum). ), an annual event that brings together young people from across the ASEAN region to promote cultural understanding and cooperation. The forum serves as a forum for young people to discuss, share experiences and present their own culture. By implementing these strategies, ASEAN countries can foster mutual respect, cooperation and solidarity among ASEAN's younger generation.