Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Cipta Kerja Kluster Ketenagakerjaan dalam Peningkatan Kesejahteraan Pekerja di Indonesia yang Berbasis Nilai Keadilan Sosial Achmad Aminulloh; Yusuf M. Said; Gunawan Nachrawi
Jurnal Kewarganegaraan Vol 6 No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (269.812 KB) | DOI: 10.31316/jk.v6i2.3573

Abstract

AbstrakDengan munculnya Undang-Undang Cipta Kerja atau UU no 11 tahun 2020 dimana undang-undang ini tidak bersumber dari nilai–nilai sosial budaya bangsa Indonesia sendiri tetapi lebih mengutamakan syahwat politik, di mana politik hukum sangat berperan bagi penguasa atau pemerintah untuk membangun hukum nasional di Indonesia yang dikehendaki. Peran politik hukum terhadap pembangunan hukum nasional di Indonesia tidak bisa dilepas dari kontek sejarah. Sepanjang sejarah Negara Republik Indonesia telah terjadi perubahan-perubahan politik secara bergantian (bedasarkan periode sistem politik) antara politik yang demokratis dan politik otoriter. Sejalan dengan perubahan-perubahan politik itu, karakter produk hukum juga berubah. Terjadinya perubahan itu karena hukum merupakan produk politik, maka karakter produk hukum berubah jika politik yang melahirkannya berubah. Misalnya Undang-Undang no 13 tahun 2003 yang belum sempurna, harusnya lebih di sempurnakan bukan membuat Undang-Undang baru yang tidak lebih baik dari yang sebelumnya. Paradigma pembangunan di bidang ketenagakerjaan perlu direformasi yang dulu cenderung melihat pekerja sebagai faktor produksi dan atau bagian dari komoditi, harus diubah kepada pekerja sebagai manusia Indonesia seutuhnya atau sebagai subjek/pelaku proses produksi dalam pembangunan dengan segala harkat dan martabatnya. Perubahan paradigma ini pada akhirnya akan mengarah dan menentukan politik hukum kebijakan pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan melalui suatu perubahan yang resolutif-kompositif dengan memandang pekerja sebagai subjek dan secara proporsional memperhitungkan seluruh aspek dalam suatu kesatuan yang holistic, agar kebijakan politik hukum yang reformatif ini tidak dipandang hanya bagus dimaterinya saja, maka perlu diimplementasikan melalui program yang titik beratnya bukan hanya sekedar instrumen tetapi akses yang mendorong kuantitatif dan mendidik kualitatif dalam membangun sistem keseimbangan antara yang seharusnya dengan kenyataan.Kata Kunci: Cipta Kerja, Pekerja, Kesejahteraan AbstractWith the emergence of the Job Creation Law or Law no. 11 of 2020 where this law is not derived from the socio-cultural values of the Indonesian nation itself but rather prioritizes political shahwat, where legal politics plays a very important role for the ruler or government to build the desired national law in Indonesia. The role of legal politics in the development of national law in Indonesia cannot be separated from the context of history. Throughout the history of the Republic of Indonesia there have been alternating political changes (based on the period of the political system) between democratic politics and authoritarian politics. In parallel with those political changes, the character of legal products has also changed. The occurrence of change is because the law is a political product, so the character of the legal product changes if the politics that gave birth to it changes. For example, Law no. 13 of 2003, which is rudimentary, should be more perfected, not create a new law that is no better than the previous one. The development paradigm in the field of labor needs to be reformed which used to tend to see workers as a factor of production and or part of commodities, must be changed to workers as a whole Indonesian people or as subjects/actors of the production process in development with all their dignity and dignity. This paradigm shift will eventually lead to and determine the legal politics of government policy in the field of labor through a resolutive-composite change by viewing workers as subjects and proportionally taking into account all aspects in a holistic unity, so that this reformative legal political policy is not seen as only good in its material, it needs to be implemented through programs whose emphasis is not just an instrument.  but access that encourages quantitative and qualitative education in establishing a system of balance between what it should be and reality.Keywords: Job Creation, Workers, Welfare
Akibat Wanprestasi yang Dilakukan Penyewa dalam Perjanjian Sewa Menyewa Lahan Bangunan Mohammad Sahrir Syarif; Yusuf M. Said; Gunawan Nachrawi
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : Syntax Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36418/syntax-literate.v8i9.13548

Abstract

The relationship between renting and individual is very close because it often occurs in everyday life because people are unable to live without help from other parties such as renting goods that are to other parties. Rent that often occurs in the community is renting a house or building, both for individuals and groups. In renting a house, most parties often make mistakes both on the landlord and the tenant of the house, causing disputes between both parties. The research method used is the normative juridical method, namely research that prioritizes literature data, namely research on secondary data. The secondary data can be primary, secondary or tertiary legal material. This research includes research on the Effects of Default by Tenants in Lease Agreements and Judges' Considerations in Decision Number 217/PDT/2020/PT SBY. Based on the results of the study, the author concludes that with the act of default in the rental agreement, the aggrieved party has the right to take actions to fulfill the performance that has been agreed, an agreement has an impact if the agreement is not fulfilled by one party, then the other party has the right to make legal remedies or claims. A judge's judgment on default is a judgment to enforce the law, that is, a judgment that is sometimes rendered when compensation will not be a viable legal remedy. This judgment is a court order that orders the offending party to carry out his promises with the threat of punishment for violating the court decision and an Order not to violate the agreement, namely: A judgment is a court order directed to a person not to violate his agreement.
Tinjauan Undang – Undang No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Dalam Alat Bukti Pemeriksaan Perkara Tindak Pidana Keimigrasian Rizki Adi Candra; Titiek Guntari; Yusuf M. Said
NALAR: Journal Of Law and Sharia Vol 1 No 2 (2023): Nalar: Jurnal of Law dan Sharia
Publisher : Sarau Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan artikel ini adalah untuk mengetahui bagaimana tindak pidana yang berkaitan dengan kewarganegaraan Republik Indonesia dan sanksi pidana yang diterapkan terhadap pelaku yang berkaitan dengan kewarganegaraan Republik Indonesia, yang melalui metode penelitian hukum normatif dapat disimpulkan bahwa : Tindak pidana yang berkaitan dengan kewarganegaraan Republik Indonesia dalam Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia No. 12 Tahun 2006, sebagai pejabat yang lalai atau sengaja dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya merugikan seseorang. hak untuk memperoleh atau memperoleh kembali dan/atau kehilangan kewarganegaraan Indonesia dan setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan palsu, termasuk keterangan tersebut di atas di bawah sumpah, memalsukan surat atau dokumen, memalsukan surat atau dokumen dengan maksud menggunakan atau menyuruh menggunakan keterangan atau surat palsu atau dokumen untuk mendapatkan kewarganegaraan Indonesia atau mendapatkan kembali kewarganegaraan Indonesia. Menurut Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia No. 12 Tahun 2006, setiap orang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling sedikit Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Dalam hal tindak pidana tersebut dilakukan oleh masyarakat, putusan pidana dijatuhkan kepada masyarakat dan/atau pimpinan yang bertindak atas nama dan atas nama masyarakat. Badan usaha tersebut akan dikenakan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan izinnya akan dicabut. Direksi dari perseroan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 ( lima). milyaran rupiah). Alat bukti dalam penyidikan perkara tindak pidana keimigrasian menurut ketentuan Undang-undang Keimigrasian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 : alat bukti yang ditentukan dalam KUHAP dan alat bukti lain berupa keterangan lisan yang dikirim dan diterima atau disimpan secara elektronik atau dengan cara yang sama dan keterangan tertulis dari pejabat imigrasi yang berwenang