Sistem peradilan anak mempunyai kekhususan, dimana terhadap anak sebagai suatu kajian hukum yang khusus, membutuhkan aparat-aparat yang secara khusus diberi wewenang untuk menyelenggarakan proses peradilan pidana terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Rumusan masalah ini adalah bagaimana pengaturan hukum penerapan restorative justice terhadap anak yang melakukan tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan kematian, bagaimana penerapan restorative justice terhadap tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan korban meninggal yang dilakukan oleh anak, bagaimana pertimbangan hakim dalam dalam penerapan restoratif justice terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan kematian menurut putusan Nomor 3/PID.sus-anak/2020/PN.Pts. Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka, dimana bahan atau data yang diperoleh akan disusun secara sistematis dan dianalisa dengan menggunakan prosedur logika ilmiah yang sifatnya kualitatis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan hukum restoratif justice terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana kekerasan diatur dalam UndangUndang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Hakim tidak memberikan restorative justice dengan melaksanakan diversi terhadap anak yang melakukan tindak pidana kekerasan terlihat dalam putusan hakim dimana hakimhanya mengacu pada pasal-pasal pelaksanaan diversi dalam UU Nomor 11 Tahun 2012, PERMA Nomor 4 Tahun 2014 dan KUHP. Penerapan restorative justice terhadap tindak pidana kekerasan yang mengakibatkan korban meninggal yang dilakukan oleh anak mendapatkan hambatan dalam penerapannya seperti masih sangat terbatasnya baik sarana fisik bangunan tempat pelaksanaan restorative justice.